Tradisi Rambu Solo di Suku Toraja

Tradisi Rambu Solo di Suku Toraja
Tradisi Rambu Solo (Sumber: Media Sosial)

Negara Indonesia terdiri dari beberapa pulau besar dari Pulau Sabang sampai Merauke, dan setiap daerah mempunyai budaya tersendiri. Namun, seiring dengan meningkatnya globalisasi, semua perubahan ini perlu diperhitungkan. Jika perubahan tersebut mengarah ke arah negatif atau positif, masyarakat perlu lebih siap menghadapi konsekuensi yang akan berdampak pada budaya.

Karena masyarakat cenderung kehilangan minat dan kesadaran serta acuh terhadap budaya tradisional, maka diperlukan upaya untuk melestarikan dan mempertahankan budaya yang hilang tersebut. Semua isu yang berkaitan dengan globalisasi harus mempertimbangkan bagaimana globalisasi mempengaruhi budaya lokal, nasional, dan global. Misalnya saja bagaimana melestarikan warisan budaya yang ada.

Setiap daerah pasti mempunyai tradisi yang berbeda-beda, misalnya masyarakat Toraja mempunyai tradisi penguburan jenazah tersendiri yang disebut Rambu Solo atau Aluk Rambu Solo. Aluk merupakan kepercayaan tradisional, nilai tradisional, aturan, atau upacara adat yang ditetapkan oleh leluhur kita.

Bacaan Lainnya

Tradisi Rambu Solo merupakan upacara pemakaman adat di Toraja Sulawesi Selatan, untuk memberikan penghormatan yang terakhir kalinya pada orang yang telah meninggal. Dalam bahasa Toraja, Rambu Solo secara harfiah memiliki arti asap yang turun.

Asap Bawah mengacu pada upacara pengorbanan (asap) bagi orang mati yang sudah  dilakukan setelah pukul 12 siang saat matahari sudah mulai terbenam. Rambu Solo biasa disebut sebagai Aluk Rampe Matampu merupakan sebuah ritual Barat, karena matahari serong ke barat setelah pukul 12.

Oleh karena itu, ritual pengorbanan berlangsung di sebelah barat Tongkonan, rumah adat Toraja. Tujuan Rambu Solo adalah untuk mengangkut arwah orang yang sudah meninggal ke dunia roh. Masyarakat Toraja memandang kematian sebagai berpindahnya orang dari dunia ini ke suatu tempat di dunia roh untuk beristirahat. Untuk mencapai tujuan ini, anggota keluarga yang masih hidup perlu menangani jenazah dengan baik.

Bagi masyarakat Toraja, orang yang sudah meninggal dianggap benar-benar meninggal apabila semua syarat prosesi ritual Rambu Solo telah terpenuhi. Jika tidak, maka jenazah diperlakukan sebagai orang sakit dan harus tetap diberi minuman dan makanan serta dikuburkan.

Rangkaian ritual adat Rambu solo merupakan ritual penting yang membutuhkan banyak waktu dan biaya. Maka dari itu, tidak jarang ritual ini dilakukan hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah kematian seseorang.

Mahalnya biaya tradisi adat Rambu Solo disebabkan karena pemotongan kerbau dan babi serta lamanya prosesi upacara. Upacara digelar dalam suasana lebih meriah daripada pesta pernikahan, dengan pembagian daging babi dan kerbau kepada warga sekitar.

Penduduk setempat menganggap ritual ini sangat penting, karena menentukan lokasi jiwa orang yang meninggal. Jiwa orang yang meninggal bisa menjadi roh pengembara (bombo), mencapai alam dewa (tombari puan), atau menjadi dewa penjaga (deata).

Selain itu, ritual Rambu Solo juga bisa dikatakan wajib. Oleh karena itu, masyarakat Toraja menganggapnya sebagai bentuk pengabdian kepada orang tuanya.

Baca juga: Mengantar sang Malaikat Kecil ke Surga: Ritual Pemakaman Bayi Suku Toraja yang Penuh Makna dan Keyakinan

Puncak acara tradisi Rambu Solo biasanya diselenggarakan di bulan Juli dan Agustus. Ritual Ranbu Solo dilakukan berdasarkan status orang yang meninggal. Puncak rambu solo antara lain:

  1. Ritual Dasiri adalah ritual penguburan kematian anak golongan terbawah atau ompong.
  2. Ritual Divatasbongi merupakan ritual rakyat jelata (Tana Karurung) dan hanya berlangsung selama satu malam.
  3. Ritual Dibatan atau Digoya Tedong merupakan ritual masyarakat kelas menengah (Tana Nassi). Ritual ini memerlukan penyembelihan 8 ekor kerbau dan 50 ekor babi.
  4. Ritus Penjarahan adalah ritual kaum bangsawan (Tana Buran) yang menyembelih antara 24 hingga 100 ekor kerbau

Prosesi pemakaman atau rante berlangsung di lapangan yang berada di tengah kompleks perumahan adat Tongkanan. Proses rante adalah sebagai berikut:

  1. Matudan Mebalun adalah proses jenazah dilapisi dengan kain kafan (dibalun) dan dilakukan oleh pejabat yang disebut tu mebalun atau tu ma’kaya.
  2. Ma’rato adalah proses pemasangan dan penghias peti mati dengan benang emas dan perak.
  3. Ma’Papengkalo Alang adalah proses menurunkan jenazah ke dalam lumbung untuk dimakamkan.
  4. Proses pengangkutan jenazah dari Ma’palao atau Ma’pasonglo atau daerah pemukiman Tongkanan menuju tempat pemakaman yang disebut Lakian. Ada prinsip dalam masyarakat Toraja bahwa semakin tinggi badan maka semakin cepat pikiran mencapai Nirwana.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, upacara Rambu Solo menjadi ritual yang sangat sakral yang sudah dilakukan masyarakat Toraja untuk mengenang serta menghormati orang yang telah meninggal dunia.

Adat masyarakat Toraja ini banyak memikat hati wisatawan domestik maupun mancanegara, yang masih lebih menyukai adat istiadat mistis seperti yang dilakukan masyarakat Toraja dalam upacara adat Rambu Solo sepertinya masih berhasil. Tetapi pada saat ini tradisi rambu solo hanya dilakukan oleh orang asli suku toraja dan masih mempercayai adat tersebut.

Suku Toraja merupakan suku yang tinggal wilayah pegunungan Sulawesi Selatan. Pada umumnya masyarakat Toraja menganut agama Kristen, ada yang beragama Islam, dan ada pula penganut paham animisme yang biasa dikenal dengan nama kepercayaan Aluk Todolo. Kepercayaan Aluk Todolo tersebut melandasi praktik berbagai ritual dalam kehidupan masyarakat Toraja yang secara nominal mengharuskan persembahan hewan kurban dalam jumlah besar.

Nilai-nilai tradisi yang muncul dalam cerita rakyat Toraja antara lain hubungan antara manusia dengan Sang pencipta, antara manusia dengan alam, antara manusia dengan sesama manusia, serta antara manusia dengan manusia. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kepercayaan antara milik rakyat dan diri sendiri.

Jumlah kerbau yang dikurbankan dalam Rambu Solo berbeda-beda tergantung golongan sosial keluarga yang ditinggalkan. Semakin tinggi golongan sosial keluarga maka semakin banyak kerbau yang akan dikorbankan.

Rambu Solo menawarkan serangkaian kegiatan termasuk Ma’pasilaga Tedong (adu kerbau). Kerbau yang terlibat dalam pertarungan sebagian besar adalah jenis kerbau Tedong Pudu, berkulit hitam dan berbadan tanpa tanda.

Kerbau yang dikorbankan pada upacara Rambu Solo diarak terlebih dahulu keliling desa sebagai tanda penghormatan. Adu kerbau akan dilaksanakan pada sore harinya. Setelah acara ini, kerbau disembelih. Daging kerbau tersebut kemudian dibagikan kepada pihak yang membantu pelaksanaan Rambu Solo.

Ma’pasilaga Tedong atau pertempuran kerbau. Dalam acara ini, kerbau kurban saling diadu. Prosesi diawali dengan penyembelihan beberapa ekor babi. Prosesi tersebut dipimpin langsung oleh tokoh adat dan dihadiri oleh keluarga serta masyarakat dari berbagai kalangan yang datang untuk menyaksikan adu kerbau.

Sebelum acara dimulai, daging terlebih dahulu dibagikan kepada Palengue, Makaka, tokoh adat, dan penggembala kerbau (Mankambi). Kemudian akan ada makan bersama di Lantern dan kerbau akan digiring ke Urba. Ia kemudian dibawa oleh para penggembala (ke Mankambi) ke suatu tempat yang telah ditentukan (lapangan terbuka atau sawah) di pinggiran Tongkonan.

Mapasilaga Tedong merupakan salah satu rangkaian ritual atau upacara peringatan “Rambo Solo”. Nilai dan tujuan asli dari Ma’pasilaga Tedong sendiri adalah untuk memberikan hiburan untuk keluarga yang sedang berduka dan kepada masyarakat yang bersama-sama membuat gubuk tempat diadakannya upacara tunggal Ranbu nantinya.

 

Penulis:

  1. Mukti Devi Fitriana (2022011001)
  2. Anisa Nurlitasari (2022011003)
  3. Nisa’ Hanif Fatimah Az Zahra (2022011004)
  4. Nazar Alfitri (2022011087)

Mahasiswa Psikologi, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI