Benarkah Generasi Z Lebih Praktis dalam Percintaan

Generasi Z lebih praktis dalam percintaan
Generasi Z lebih praktis dalam percintaan

Generasi saat ini memiliki perbedaan dalam berkencan dengan generasi sebelumnya. Bahkan di generasi Z banyak sekali yang menunda pernikahan yang dilakukan oleh generasi milenial. Hal apakah yang lebih membedakan Generasi Z dan Generasi X yang signifikan dalam percintaan?

Sebagaimana yang menjadi pertanyaan Kyung Mi Lee, mahasiswa Yale College, dalam sebuah artikel bertajuk Settling Down: Romance in the Era of Gen Z yang diterbitkan pada Februari 2020 di Yale Daily News.

“Apakah kamu siap berkeluarga?” dan setelah hampir dua tahun menulis artikel itu, jawabannya adalah “Iya”.

Bacaan Lainnya

Saya pribadi sebagai generasi Z berpikir bahwa menikah bukanlah tujuan utama kita saat ini. Banyak sekali generasi sekarang lebih memikirkan untuk kebahagiaan mereka terlebih dahulu.

Generasi Z lebih mementingkan tentang pekerjaan, seberapa banyak gaji yang akan mereka dapatkan, apa saja yang akan mereka beli saat awal gajian, dan masih banyak lagi yang mereka pikirkan mengenai gaji yang layak dan mengelola gaji untuk diri sendiri. Selain itu, Generasi Z juga fokus terhadap kemajuan teknologi yang semakin pesat.

Hal ini banyak sekali menimbulkan banyak perbedaan yang signifikan antara generasi-generasi sebelumnya.

Baca juga: Generasi Z Si Paling Healing

Mari kita membahas mengenai percintaan terlebih dahulu, “Friend with Benefits” merupakan sebutan terkini mengenai pertemanan yang memiliki hubungan lebih dari teman, hubungan tersebut kedua pihak mendapatkan manfaat satu sama lain.

Manfaat yang didapat bisa dalam berbagai hal, bisa dalam hubungan seks, mendapatkan uang, perhatian ataupun lainnya.

Generasi di zaman sekarang merasa bahwa hubungan terikat sangatlah membosankan dan tidak bebas, mereka lebih memilih FWB karena lebih bebas dan mudah dijalani.

Hubungan seperti ini lah yang sering dijalani generasi Z di jaman sekarang, status bukanlah hal yang penting lagi. Selain itu, pikiran di Generasi sekarang semakin terbuka mengenai edukasi mengenai seks. Mereka tidak menganggap bahwa hal ini adalah sesuatu yang tabu lagi.

Di Generasi yang sekarang banyak remaja yang melakukan hubungan seksual tanpa status pernikahan, dan menurut mereka hal ini termasuk hal wajar dan sudah sering dilakukan oleh orang-orang lain.

Baca juga: Generasi Z dan Koperasi Digital

Generasi Z juga sudah mengetahui bagaimana cara melakukan hubungan seks dengan aman, hampir semua Generasi Z mengerti mengenai penggunaan kondom, mereka juga mengetahui bahwa bergonta ganti pasangan bisa menimbulkan penyakit. Generasi Z paham sekali edukasi seks yang tidak dipahami oleh generasi sebelumnya.

Seperti yang dibahas sebelumnya, pernikahan bukanlah tujuan utama pada zaman sekarang, untuk generasi Z maupun Milenial. Pencapaian untuk diri sendirilah yang paling mencolok di generasi sekarang, mereka berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik.

Di zaman gen X dahulu, menikah merupakan hal utama bahkan tidak banyak yang menikah di usia yang sangat muda. Di era gen X juga banyak sekali orang tua yang menjodohkan anak–anak mereka.

Pemikiran mereka masih kurang luas mengenai menikah bisa di waktu saat kita sudah siap. Tidak heran banyak sekali anak di generasi sekarang memiliki pikiran berbeda dengan kedua orang tua mereka.

Perbedaan pikiran inilah yang sering menimbulkan perdebatan yang mengakibatkan generasi Z lebih sering menentang orang tua. Orang tua generasi Z memiliki pikiran yang bisa dibilang kolot dan kurang paham mengenai apa yang sekarang terjadi di generasi ini.

Mereka masih menggunakan pikiran di zaman dulu, mengenai pernikahan, hubungan berpacaran, friends with benefit, dan yang lainnya. Namun walau kolotnya orang tua, kita sebagai generasi yang memiliki pikiran lebih terbuka jangan sampai kita menyela perkataan orang tua. Sebaiknya kita lebih memberi pengertian lebih mengenai hal-hal yang tabu ini. kita harus tetap menghargai mereka sebagai orang tua yang melahirkan kita.

Selain itu, omongan mereka bisa kita jadikan pelajaran buat masing-masing pribadi sehingga kita lebih waspada dalam menghadapi lingkungan yang semakin bebas ini. Terlepas dari pemikiran antar generasi yang berbeda, mengenai hubungan seksual yang sudah tidak tabu.

Bisa kita ketahui bahwa di dalam agama tidak diperbolehkan melakukan hubungan seksual jika tidak terikat dalam pernikahan, melakukan hubungan seperti ini merupakan perbuatan haram dan termasuk dalam perzinahan. Selain zina, hubungan seks bebas ini memiliki dampak psikologis juga, seperti:

  1. Menimbulkan rasa guilty feeling merasa berdosa ini akan muncul dalam agama hubungan seksual sebelum menikah karena menganggap hal ini merupakan salah satu dosa besar yang tidak boleh dilakukan.
  2. Ketergantungan secara emosi dan seksual Ketergantungan emosi ini akan menimbulkan kecemburuan yang berlebihan kepada pasangan karena menimbulkan rasa tergantung pada pasangannya.
  3. Berpotensi timbulnya kekerasan dalam pacaran kekerasan dalam pasangan tidak hanya dalam psikis namun juga bisa seksual. Misal saat pasangan menolak melakukan hubungan seksual sementara pasangan lainnya tidak menginginkan maka bisa saja terjadi pemaksaan yang bisa menimbulkan kekerasan.

Jadi bisa dibilang bahwa generasi Z yang memiliki pikiran terbuka ini memiliki dampak positif dan negatif. Hal positif yang bisa didapatkan adalah generasi Z lebih praktis dalam menghadapi soal percintaan dan seks, mereka juga lebih bebas dan bisa berfikir lebih singkat dan jelas. Dan juga, generasi Z sangat mementingkan karir dan kemajuan pada diri sendiri itulah yang membuat generasi ini lebih maju dibanding generasi sebelum-sebelumnya.

Negatifnya adalah generasi sekarang lebih bersifat sangat individualis karena mengutamakan kepentingan sendiri. Kerja tim, di sisi lain, adalah penting.

Baca juga: Paradigma Kontemporer Sikap Politik Generasi Z Setelah Era Milenial

Menurut Dishon dan O’Leary (1994:11), kerja tim adalah kelompok yang terdiri dari dua, lima siswa yang terikat oleh tujuan bersama untuk menyelesaikan tugas dan melibatkan semua anggota kelompok.

Oleh karena itu, kerja tim adalah kelompok yang terdiri dari dua hingga lima orang yang bekerja pada tujuan bersama untuk menyelesaikan suatu tugas dan melibatkan semua anggota kelompok.

Dalam hal ini, Bene dan Seats (1991) berpendapat bahwa premis terpenting dari tim adalah bahwa setiap orang dalam tim kerja harus bertindak sebagai aktor yang kolaboratif dan produktif untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dengan sangat menekankan pentingnya kohesi.

Duin, Jorn, DeBower dan Johnson (1994) mendefinisikan “kolaborasi” sebagai proses di mana dua orang atau lebih melakukan dan mengevaluasi kegiatan kolaboratif. Dengan kata lain, dengan bekerja sama sebagai sebuah tim, Anda dapat mencapai tujuan organisasi Anda.

 Jika hanya ada satu anggota yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik, maka organisasi akan tidak seimbang dan sulit untuk mencapai tujuannya. Generasi sekarang juga kurang dalam pembelajaran agama, mereka menganggap miring tentang keagamaan dan hidup lebih bebas.

Penulis: Adilla Rizky Auliya
Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang

Referensi :

https://retmonoadi.com/2018/06/07/obrolan-generasi-x-tentang-generasi-z-yang-anggap-agama-paling-penting/https://www.muslimobsession.com/kalangan-millenial-dan-gen-z-anggap-agama-penting-dalam-kehidupan/

https://id.quora.com/Apakah-agama-itu-penting-Apa-alasannya

https://katadata.co.id/ariayudhistira/infografik/5e9a55f5f1835/generasi-z-indonesia-anggap-agama-paling-penting

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI