Beberapa tahun terakhir perkembangan teknologi khususnya pada aplikasi media sosial telah sedikit demi sedikit mengubah tatanan kehidupan sosial masyarakat di dunia. Apalagi semenjak pandemi global lalu, orang-orang di dunia sangat bergantung kepada platform media sosial dalam melakukan interaksi.
Entah untuk sekadar menyapa teman, menunjukkan unggahan keseharian, berjualan serta berkreativitas, hingga berkeluh kesah. Pandemi global lalu telah melahirkan bukti nyata pembaharuan media sosial seperti TikTok yang menyajikan video-video berdurasi pendek.
Konten-konten video tersebut salah satunya berisi tentang keseharian pelajar dengan maksud mengedukasi yang dikemas sedemikian menarik hingga berkemungkinan besar dapat menghasilkan pendapatan dari konten-konten tersebut.
Selain TikTok, ada pula platform media sosial lain yang cukup berbeda dengan platform-platform lainnya. Aplikasi tersebut merupakan X yang dulunya bernama Twitter. Berbeda dengan Instagram, TikTok, dan YouTube yang cenderung menggunakan foto serta video untuk berinteraksi, X menggunakan fitur tweet tulisan sebagai ciri khasnya. Hal ini membuaht aplikasi tersebut lebih sering digunakan untuk media berkeluh kesah serta bercerita dengan tren ’thread’ yang ada pada media sosial tersebut.
Tren lainnya yang berbuah dari aplikasi X adalah tren study account atau yang biasa disebut studytwt. Study account merupakan akun media sosial yang dibuat secara khusus oleh para pelajar maupun mahasiswa dengan tujuan edukasi dan pengembangan diri.
Study account biasanya berisi tentang unggahan penggunanya berupa pencapaian-pencapaian yang telah diraih, to do list jadwal keseharian, membagikan tips cara belajar yang efektif, sharing ilmu ke sesama akun studytwt lain, serta membagikan keluh kesah sebagai pelajar maupun mahasiswa. Terkadang, akun-akun tersebut membentuk komunitas study group di mana mereka dapat berinteraksi untuk belajar bersama atau bahkan untuk memberikan motivasi dan semangat kepada satu sama lain.
Setelah mengetahui sekelibat tentang study account, terlintas di benak bahwa sangat banyak manfaat dan energi positif yang diberikan oleh tren tersebut. Namun, jika menggali lebih dalam, ada beberapa dampak negatf jika para penggunanya tidak memanfaatkan dengan bijak dan kurang memiliki prinsip serta pendirian diri yang teguh.
Contohnya seperti ketika para penggunanya tidak memiliki energi positif yang sepadan, unggahan akan pencapaian-pencapaian orang lain dapat menjadi faktor yang menimbulkan stress dan depresi. Dalam penjelasan yang lebih spesifik lainnya akan sisi gelap study account, unggahan-unggahan pada tren tersebut dapat memunculkan kepribadian FOMO yang berujung kepada toxic productivity.
FOMO (Fear of Missing Out) sendiri merupakan kondisi di mana kekhawatiran akan rasa takut tertinggal oleh sesuatu muncul saat melihat hal-hal tertentu. Dalam kasus studytwt, dapat dikatakan FOMO adalah ketika orang lain takut merasa tertinggal dalam belajar maupun pencapaian-pencapaian dalam akademik.
FOMO itu sendiri akan melahirkan toxic productivity di mana orang-orang akan memforsir kegiatan mereka tanpa melihat kemampuan mereka yang sebenarnya. Selain itu, perasaan tidak pernah cukup akan pencapaian diri sendiri juga turut dirasakan. Beberapa orang pun juga tidak nyaman karena mereka tidak memiliki akses dan teknologi yang sama dalam proses pembelajaran.
Sebagai contoh, pada salah satu cuitan akun studytwt yang diunggah 19 Juli lalu berisi “Studytwt isinya adu ipad sama binder”. Melihat quote retweet-nya, ada pula yang bilang bahwa “Join studytwt malah FOMO pengen ipad”. Dapat disimpulkan, hal-hal seperti itu lah yang terkadang merusak positivitas dari tren studytwt tersebut.
Perasaan FOMO justru hanya akan menyulitkan diri sendiri bahkan orang lain. Tekanan sosial tersebut hanya akan membahayakan penggunanya apabila tidak memiliki kondisi mental yang stabil dan prinsip hidup yang kuat. Pada dasarnya, setiap hal yang kita temui di dunia ini memiliki sisi putih dan hitamnya masing-masing.
Dengan segala dampak positif yang dihasilkan oleh tren studytwt, kita juga harus peka terhadap kemungkinan lingkungan dan tatanan sosial negatif yang dapat dihasilkan. Setiap orang memiliki kapabilitas dan jangkauannya masing-masing.
Pengembangan diri sangat diperlukan untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan arus negatif tersebut. FOMO hanya akan membawa jalan kepada terbukanya toxic productivity yang nantinya akan membahayakan kesehatan mental diri sendiri.
Sebagai pelajar dan mahasiswa, penting untuk kita dapat membuat langkah mencegah arus buruk dalam tren studytwt. Misalnya, dengan membuat konten edukasi tentang pengembangan diri dan kesehatan mental, cara menghindari kepribadian FOMO, serta cara untuk mencegah terjadinya toxic productivity.
Lingkungan tren studytwt sudah sangat bagus untuk dapat memotivasi para generasi muda agar lebih produktif dan giat belajar hal-hal baru. Namun, kondisi terebut perlu diimbangi dengan adanya penguatan pendirian agar tidak mudah FOMO dan memahami bahwa setiap orang memiliki kemampuan dan kepribadian yang berbeda-beda. Perbedaan itulah yang nantinya harus menciptakn kedamaian dan rasa pengertian dalam diri masing-masing orang.
Penulis: Rizkia Ayu Shafirna
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Universitas Brawijaya
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News