Full Day School dalam Perspektif Sosiologi Pendidikan

Full Day School

Full day school (FDS) sudah tidak asing lagi di telinga kita, bahkan full day school sering kali menjadi isu terhangat yang acap kali kita bicarakan. Secara bahasa (etimologi), kata full day school diadopsi dari Bahasa Inggris, yaitu kata “full” yang berarti “penuh”, dan kata “day” yang berarti “hari”. Sehingga full day dapat diartikan sebagai “sehari penuh”. Sedangkan kata “school” artinya sekolah. Dengan demikian, istilah full day school jika dilihat dari segi bahasanya adalah sekolah atau kegiatan belajar yang dilakukan sehari penuh. Sedangkan menurut arti secara luas (terminology), istilah “full day school” mengandung pengertian “sistem pendidikan yang menerapkan pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar sehari penuh dengan memadukan sistem pengajaran yang intensif yakni dengan menambah jam pelajaran untuk pendalaman materi pelajaran serta pengembangan diri dan kreatifitas.

Gagasan ini tentu saja menuai pro dan kontra di masyarakat. Kalangan yang pro menilai bahwa sistem full day school akan menyelamatkan peserta didik dari tindakan kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan sosialnya. Sementara kalangan yang kontra memiliki argumentasi yang beragam, di antaranya adalah full day school akan merampas hak peserta didik dalam bermain dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, ketersediaan sarana dan prasarana sekolah yang belum memadai di sebagian besar sekolah di Indonesia akan menjadi penghalang terlaksananya sistem ini, serta full day school tidak layak diterapkan di daerah pedesaan yang letak geografisnya berbeda dengan lingkungan perkotaan. Namun apapun alasannya, full day school memiliki muatan positif dan negatif, tetapi penulis kali ini tidak  hendak memberi penilaian, hanya melihat dari sudut pandang sosiologi pendidikan.

Banyak hal yang dapat digali dari sistem full day school yang memang menjanjikan banyak hal, di antaranya: kesempatan belajar peserta didik lebih banyak, guru bebas menambah materi dan bahkan mengatur waktu agar lebih kondusif, orang tua peserta didik terutama yang sibuk berkarier di kantor dan baru bisa pulang menjelang petang mereka lebih tenang karena anaknya sedang berada di sekolah sepanjang hari dan senantiasa dalam pengawasan guru. Dalam full day school lamanya waktu belajar tidak dikhawatirkan menjadikan beban karena sebagian waktunya digunakan untuk waktu-waktu informal sehingga tidak ada sebuah tekanan untuk peserta didik. Cryan dan Others dalam penelitiannya menemukan bahwa adanya full day school memberikan efek positif bahwa anak-anak akan lebih banyak belajar dari pada bermain, karena lebih banyak waktu terlibat dalam kelas yang bermuara pada produktivitas yang tinggi, juga lebih mungkin dekat dengan guru, dan peserta didik juga menunjukkan sikap yang lebih positif, terhindar dari penyimpangan-penyimpangan karena seharian berada di kelas dan dalam pengawasan guru.

Bacaan Lainnya

Dalam full day school, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah berlangsung mulai pagi hari hingga sore hari, secara rutin sesuai dengan program pada tiap jenjang pendidikannya. Dalam sistem full day school, sebuah lembaga bebas mengatur jadwal mata pelajaran sendiri dengan tetap mengacu pada standar nasional alokasi waktu sebagai standar minimal dan sesuai bobot mata pelajaran, ditambah dengan model-model pembelajaran. Program ini sudah diterapkan di beberapa sekolah yang berlabel sekolah unggulan pada sekolah tingkat dasar SD/MI swasta. Dalam pelaksanaannya, sekolah yang menerapkan model full day school biayanya relatif mahal dan full day school biasanya menjadi bagian dari program favorit yang ditonjolkan oleh pihak sekolah.

Konsep full day school seperti telah membentuk komunitas baru dengan budaya baru pula, bukan saja bagi masyarakat umumnya, tetapi yang lebih penting adalah bagi peserta didik. Dalam lingkup budaya baru tersebut, akan berlangsung interaksi sosial secara terus-menerus baik sesama peserta didik maupun antara peserta didik dengan para guru. Dalam budaya baru tersebut para peserta didik akan memperoleh dan mengorganisasi pengalamannya sehari-hari. Sebelum mengulas full day school dalam perspektif sosiologi pendidikan, terlebih dahulu dikemukakan kaitan antara full day school dengan sosiologi pendidikan. Sebagaimana pandangan Francis Broun yang mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan cara individu memproleh dan mengorganisasi pengalamannya.

S. Nasution mengatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk memperoleh perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Dari kedua pengertian dapat disebutkan beberapa konsep tentang 6 tujuan sosiologi pendidikan, yaitu 1) Menganalisis proses sosial anak, baik dalam keluarga, sekolah meupun masyarakat, dari pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat, 2) Menganalisis perkambangan dan kemajuan sosial, 3) Menganalisis status pendidikan dalam masyarakat, 4) Menganalisis partisipasi orang-orang terdidik dalam kegiatan sosial, 5) Membantu dalam tujuan pendidikan, 6) Memberi kepada guru-guru letihan yang efektif dalam bidang sosiologi sehingga dapat memberi sumbang saran dalam memecahkan masalah pendidikan.  Namun demikian, menurut pandangan penulis di sini hanya disebutkan 2 hal yang relevan antara tujuan sosiologi pendidikan dengan full day school, yaitu sebagai berikut:

Pertama; Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat, dari pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat. Dalam hal ini harus diperhatikan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat terhadap perkembangan peserta didik. Misalnya, anak yang terdidik dengan baik dalam keluarga yang religius, setelah dewasa atau tua akan cendrung menjadi manusia yang religius pula. Anak yang terdidik dalam keluarga intelektual akan cenderung memilih atau mengutamakan jalur intlektual pula, dan sebagainya. Dari sisi ini terlihat bahwa konsep full day school akan memberi ruang yang lebih luas kepada anak-anak dalam bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya dalam lingkup sekolah. Meskipun anak-anak akan kehilangan waktu bersosialisasi dengan lingkungan sosial di mana mereka tinggal, tetapi sistem full day school menjadi lebih terproteksi dari unsur-unsur yang negatif yang bisa saja terjadi tanpa diduga di lingkungan sosialnya, serta pengaruh lingkungan sosial yang akan membawa dampak negatif bagi peserta didik.

Kedua; Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis perkembangan dan kemajuan sosial. Banyak orang beranggapan bahwa pendidikan memberikan kemungkinan yang besar bagi kemajuan masyarakat, karena dengan memiliki ijazah yang semakin tinggi akan lebih mampu menduduki jabatan yang lebih tinggi pula, serta penghasilan yang lebih banyak pula, guna menambah kesejahteraan sosial. Di samping itu dengan pengetahuan dan keterampilan yang banyak dapat mengembangkan aktivitas serta kreativitas sosial. Dengan sistem full day school, peserta didik akan semakin kaya dengan pengetahuan dan keterampilan yang disuguhkan pihak sekolah dalam kegiatan sehari penuh di sekolah. Jika sistem full day school berjalan dengan baik, maka kemajuan yang dicapai anak-anak di lingkungan sekolah akan membuka peluang yang besar untuk menciptakan kesejahteraan di masa yang akan datang.

Dari dus kerelevanan antara tujuan sosiologi pendidikan dengan full day school, maka dapat dikatakan bahwa tujuan dari sosiologi pendidikan telah dapat diwujudkan dalam kosep full day school, meskipun tujuan dari sosiologi pendidikan tersebut tidak semuanya dapat tercapai pada sistem full day school tersebut.

Niken Utami
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sosiologi 2019 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI