Hukum Bayi Tabung Menurut Islam, Haram atau Tidak?

hukum bayi tabung

Program bayi tabung kini menjadi pilihan beberapa pasangan suami istri untuk mendapatkan keturunan. Prosedur ini dilakukan dengan cara mempertemukan sel telur dan sperma di luar tubuh. Apabila pembuahan berhasil, terbentuklah embrio yang kemudian ditransfer ke rahim ibu.

Dalam islam sendiri, hingga kini program bayi tabung masih menjadi pro dan kontra di masyarakat. Beberapa ada yang menganggap bahwa bayi tabung adalah sesuatu yang haram. Lalu, bagaimanakah pandangan islam terhadap program bayi tabung ini?.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri sudah mengeluarkan fatwa soal Hukum Bayi Tabung. Dalam fatwa dinyatakan Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.

Bacaan Lainnya

Namun, ada juga situasi yang dapat menyebabkan program ini menjadi haram menurut fatwa MUI yaitu :

Pertama, bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).

Kedua, bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.

Ketiga, bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

Selain itu, hukum bayi tabung dalam Islam juga menyarankan bahwa tenaga medis yang membantu adalah dokter perempuan atau muslimah apabila memungkinkan. Namun jika tidak, maka dilakukan oleh dokter perempuan non muslim. Cara lain adalah dilakukan oleh dokter laki-laki muslim yang sudah bisa dipercaya dan jika tidak ada pilihan lain maka dilakukan oleh dokter non muslim laki-laki.

Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan yang ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung:

Pertama, apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram.

Hal ini didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya.

Kedua, apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. Mani muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara’. Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari Kifayatul Akhyar II/113. “Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang.”

Ketiga, apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).

Oleh karena itu, untuk para istri dan suami yang saat ini sedang merencanakan program bayi tabung. Jangan sampai melakukan yang dilarang yang dapat membuat bayi tabung menjadi haram. Niatkan program bayi tabung sebagai ikhtiar untuk mendapat ridha Allah semata.

Tim Penulis:

1. Annisya Alfanura
Mahasiswa Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Islam Indonesia

2. Nur Zaytun Hasanah
Alumni Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Referensi

https://www.republika.co.id/berita/114856/apa-hukum-bayi-tabung-menurut-islam

https://www.orami.co.id/magazine/hukum-bayi-tabung

Fatwa MUI tentang Bayi Tabung / Inseminasi Buatan

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI