Apakah Pacaran Islami Terhindar dari Zina?

pacaran islami

“Pacaran islami” adalah suatu istilah yang lumrah bahkan semakin dikenal di kalangan remaja saat ini. Orang-orang seringkali menghalalkan apa yang diharamkan, contohnya seperti istilah pacaran islami ini.

Di kalangan masyarakat, pacaran adalah hal yang lumrah, proses mengenal lawan jenis atau diibaratkan sebagai rasa cinta kasih yang diwujudkan dalam hubungan. Namun, Islam tidak pernah mengajarkan tentang pacaran, karena dalam kenyataannya dua insan yang berlainan jenis tidak bisa terhindar dari berdua-duaan, terjadi kontak mata dan terjadi kontak fisik. Perbuatan ini sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut syari’at Islam.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah telah menulis atas anak Adam bagiannya dari zina, maka pasti dia menemuinya. Zina kedua matanya adalah memandang, zina lisannya adalah perkataan, zina hatinya adalah berharap dan berangan-angan. Dan itu semua dibenarkan dan didustakan oleh kemaluannya.”

Bacaan Lainnya

Sebagian pemuda-pemudi yang awam terhadap ilmu agama, menyangka bahwa hanya zina yang terlarang dalam etika berhubungan antara lelaki dan wanita. Sehingga mereka menganggap pacaran dengan model seperti pacaran biasa, sering berkencan, berduaan, intens berkomunikasi, berangkulan, bergandengan tangan, safar bersama, dan lainnya selama tidak sampai zina itu sudah Islami.

Baca juga: Pacaran Kredit Zina

Model pacaran seperti ini banyak terjadi di kalangan pemuda aktifis dakwah. Para ikhwah aktifis dakwah sejatinya dididik untuk membatasi diri dari para akhawatnya. Misalnya mereka menundukkan pandangan jika bertemu atau dibatasi hijab ketika rapat. Namun seringnya bertemu dan berinteraksi dalam aktifitas dakwah mereka memunculkan rasa-rasa yang tidak sehat. Pepatah jawa mengatakan ‘witing tresno jalaran soko kulino’, timbulnya cinta karena sering (terbiasa) berinteraksi.

Mereka memang tidak suka berkencan atau bahkan berduaan. Namun virus merah jambu senantiasa menjangkiti lewat komunikasi yang begitu intens. Terkadang itu terselip lewat untaian nasehat, mengingatkan ibadah, memberi semangat, bertanya kabar, bertanya agenda dakwah, baik via Whatsapp, via telepon, social media atau lainnya.

Janganlah kita berfikir bahwa ini sah-sah saja, sang akhwat jika sudah terjangkit virus ini biasanya akan melembutkan suaranya kepada sang ikhwan, baik secara lisan, maupun via bahasa-bahasa tulisannya yang ‘renyah’, dan yang paling penting dari pacaran model ini, tetap muncul penyakit al isyq yang sangat berbahaya serta juga termasuk ke dalam zina lisan dan zina hati. 

Baca juga: Pentingnya Resiliensi Moral terhadap Fenomena Toxic Relationship Hubungan Pacaran pada Generasi Millenial

Tanggapan yang keliru dan pacaran model ini terlarang, karena mereka tentunya melakukan hal-hal seperti berpandang-pandangan dengan lawan jenis, berdua-duaan antara wanita dan lelaki yang bukan mahram (berkhulwat), wanita melembutkan suara, wanita safar tanpa mahram, penyakit al-Isyq (kasmaran, mabuk asmara, kesengsem) apalagi mengatasnamakan secara islami padahal itu semua tidak diperbolehkan dalam syariat Islam.

Namun sayang seribu sayang, pacaran model ini banyak sekali ditemukan di beberapa pondok pesantren, beberapa sekolah baik negeri maupun swasta, juga banyak ‘dipromosikan’ oleh film-film dan sinetron religi di bisokop dan televisi. Sampai-sampai kadang digambarkan ada ustadz lulusan timur tengah yang berilmu, kesengsem dengan murid wanitanya di majelis taklim, mereka saling berpandangan tersipu lalu berlanjut ke model pacaran yang seperti ini. Nauzubillahi min dzalik.

Kalau ada pacarana islami, berarti nanti ada maling islami. Jika ada pacaran yang Islami, maka itu hanya bisa terjadi setelah menikah. Sebab apa? Karena menikah adalah solusi terbaik dan penyelesaian paling tepat bagi orang yang hatinya bergejolak haus akan cinta, juga solusi bagi dua orang yang sudah terlanjur terjangkit penyakit al isqy.

Hal ini tentu sangat penting bagi setiap muslim dan muslimah untuk dapat menjaga dirinya dan kemaluannya dari orang lain yang bukan menjadi mahramnya. Mau nama apa pun itu, mau dirangkai dengan bahasa Islami seperti apa pun, apabila ketika perilaku tersebut mengarah kepada perbuatan zina, maka itu sama saja terlarang. Oleh karena itu, jagalah mata kita, jagalah hati dan lisan kita agar terhindar dari perbuatan mendekati zina.

Tim Penulis:

1. Annisya Alfanura
Mahasiswa Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Islam Indonesia

2. Nur Zaytun Hasanah
Alumni Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI