Menyoal Kembali Kepunahan Bahasa Daerah

“Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, dan Kuasai Bahasa Asing”.
Kutipan di atas memang terdengar elok. Namun akan semakin elok apabila memang bisa diterapkan sebagaimana mestinya. Lalu apakah realitanya sudah demikian?

Keberadaan bahasa daerah di Indonesia saat ini dalam kondisi kritis. Dari data survei yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2011, diperoleh data bahwa 2 bahasa daerah berstatus kritis, 19 bahasa daerah terancam punah, dan 11 bahasa daerah sudah punah. Kondisi ini diperparah dengan data yang dikeluarkan oleh Badan Pengembangan Bahasa. Menurut data, dari 617 bahasa daerah yang sudah teridentifikasi 139 di antaranya terancam punah. Kemudian UNESCO juga menyebutkan bahwa bahasa daerah di Indonesia mengalami kepunahan setiap 15 hari sekali.

Setiap bangsa di dunia ini tidak bisa berkelit dari arus globalisasi. Begitu pula dengan bangsa Indonesia. Ada harga yang harus dibayar dari segala kemajuan yang dinikmati di era globalisasi ini, yaitu bahasa daerah yang dari hari-kehari kian terlupakan. Masyarakat Indonesia belum matang dalam menerima arus perubahan globalisasi. Sehingga dalam praktiknya masyarakat Indonesia cenderung melunturkan budaya sendiri, dan malah meniru budaya asing.

Bacaan Lainnya

Adalah cerita lama jika segala beban kesalahan dilimpahkan kepada generasi muda yang dianggap apatis dengan budaya sendiri. Memang saat ini generasi muda Indonesia semakin jarang berkomunikasi menggunakan bahasa daerah, dan malah latah dengan bahasa asing. Kendati demikian jika ditelusuri kebelakang, hal ini bukanlah sepenuhnya salah generasi muda.

Perkembangan zaman menghadapkan generasi muda pada problema pelik. Bahasa daerah memang esensial, namun di sisi lain sangat perlu untuk menguasai bahasa lain agar dapat menikmati arus informasi dari belahan dunia lain. Ada dilema dalam hal ini, antara setia kepada bahasa daerah atau mulai mendua dengan bahasa asing.

Salah Siapa?
Ada beberapa faktor yang memiliki andil besar dalam kepunahan bahasa daerah. Dari yang paling kecil yaitu faktor keluarga, orang tua sudah mengajak anak berkomunikasi dengan bahasa Indonesia atau bahkan bahasa asing sejak dari kecil. Mirisnya pengenalan bahasa daerah justru dianggap tidak penting oleh sebagian besar orang tua. Begitu juga di lingkungan sekolah, anak-anak lebih banyak berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa asing. Ketika generasi muda telah menginjak usia dewasa dan mencari pekerjaan, penguasaan bahasa asing seperti menjadi poin plus untuk menambah kualitas CV yang dimiliki. Jika bandingkan dengan bahasa daerah, masyarakat masih kurang  paham manfaat yang bisa didapatkan dari penguasaan bahasa daerah.

Pernikahan antara dua suku juga salah satu faktor tidak terwariskannnya bahasa daerah. Karena terdapat dua bahasa daerah dalam satu keluarga, orang tua cenderung enggan mengajarkan bahasa daerah, dan memilih bahasa Indonesia atau bahasa asing sebagai jalan tengah untuk berkomunikasi. Padahal perbedaan bahasa daerah di keluarga adalah peluang yang bagus agar anak mampu menguasai lebih dari satu bahasa.

Masih Pentingkah?
Banyak sekali masyarakat yang tidak paham betapa pentingnya bahasa daerah. Ini yang menjadi akar keapatisan masyarakat terhadap bahasa daerah. Bahasa daerah adalah warisan yang tak ternilai harganya dari nenek moyang. Tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi yang pertama dalam suatu daerah tetapi juga sebagai identitas suatu daerah. Apabila bahasa daerah luntur maka akan akan menyebabkan hilangnya identitas suatu daerah.

Menguasai bahasa daerah berarti menguasai budaya daerah tersebut. Dalam budaya daerah banyak sekali diturunkan nilai-nilai moral. Contohnya, nilai kejujuran, pertemanan, tolong menolong, toleransi dan lainnya yang banyak dijumpai dalam dongeng-dongeng ataupun lagu-lagu berbahasa daerah. Melalui penguasaan bahasa daerah, anak-anak akan berkesempatan untuk mengetahui dan mempelajari nilai-nilai moral tersebut. Semakin banyak bahasa daerah yang dikuasai, akan menjadikan anak seorang yang multikultural. Terlebih di masa depan kemampuan multikultural adalah sebuah tuntutan.

Selain hal di atas, bahasa daerah juga bisa meningkatkan rasa toleransi terhadap perbedaan. Pemahaman terhadap budaya daerah akan memunculkan kesadaran bahwa setiap daerah memiliki keunikannya masing-masing. Sehingga perbedaan adalah hal yang patut disyukuri bukan dihakimi. 

Secercah Harapan
Kedua, di sekolah-sekolah dapat diterapkan satu hari dalam seminggu untuk menggunakan bahasa daerah di sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Kurikulum muatan lokal yaitu bahasa daerah harus diperkaya dengan praktik bukan hanya sekedar teori-teori belaka. Cara lain untuk lebih meningkatkan ketertarikan anak terhadap bahasa daerah yaitu melalui lomba-lomba bertajuk bahasa daerah, seperti pidato, cerdas cermat, menulis, ataupun seni suara.

Ketiga, pemerintah harus memberikan himbaun kepada masyarakat Indonesia untuk menggunakan bahasa daerah. Pemerintah dapat memanfaatkan media masa seperti televisi untuk membuat iklan layanan masyarakat berisi ajakan untuk menggunakan bahasa daerah. Pemerintah juga perlu menunjuk ambassador bahasa daerah. Ambassador yang dipilh bisa berasal dari kalangan selebriti muda yang memiliki pengaruh signifikan khususnya bagi kalangan anak muda.

Ketika semua elemen bersatu untuk mendukung pelestarian bahasa daerah maka segala stigma buruk, seperti bahasa daerah itu “kampungan”, akan berangsur-angsur menghilang. Bahasa daerah adalah warisan budaya yang patut dijaga dan dilestarikan. Suatu kewajiban bagi bangsa Indonesia untuk cinta dan bangga dengan bahasa daerahnya masing-masing.

Ni Nyoman Sekarini
Mahasiswa Sampoerna University

Baca juga:
Memulai Belajar Bahasa Inggris dengan Materi yang Tepat
Indonesia: Kecakapan Bahasa Inggris Kian Melemah
Bahasa Ibu Sebagai Bagian dari Karakter Bangsa

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI