Pentingnya Sosialisasi dan Kesadaran Hukum dalam Jual Beli Tanah: Melindungi Konsumen dan Mengurangi Konflik

Jual Beli Tanah
Ilustrasi Jual Beli Tanah (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Tanah menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia. Luas tanah yang tidak bertambah sedangkan peningkatan jumlah populasi manusia menyebabkan keterbatasan luas tanah dan berujung pada sengketa.

Hal itu diakibatkan karena tidak dimilikinya dasar hukum yang kuat sebagai pegangan dan bukti atas kepemilikan suatu tanah. Untuk memperoleh hak milik tanah, proses jual beli tanah menjadi salah satu cara yang dapat ditempuh.

Jual beli merupakan suatu perjanjian timbal balik antara pihak penjual tanah yang berjanji untuk menyerahkan hak miliknya sedangkan pihak pembeli berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang yang disepakati sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.

Bacaan Lainnya

Jual beli tanah dilakukan dengan prinsip terang, yaitu dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang dan tunai, yaitu dibayar secara tunai serta nyata, yaitu barangnya ada. Jadi, prinsip ini tidak terpenuhi, jual beli tersebut tidak dapat dilakukan.

Jual beli atas tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Dalam jual beli tanah, terdapat dua aturan pokok yang harus dipenuhi yaitu proses transaksi dan keabsahan dokumen sertifikat.

Proses jual beli ini tidak boleh dilakukan di bawah tangan. Arti akta di bawah tangan adalah dokumen tertulis tersebut yang dibuat pihak-pihak yang bersangkutan tanpa melibatkan PPAT atau notaris. Prosedur transaksi ini seharusnya dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menyebutkan PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

PPAT hanya berwenang membuat akta yang terletak dalam daerah kerjanya. Jika di daerah setempat tidak ada PPAT, terdapat PPAT Sementara yaitu pejabat pemerintah yang ditunjuk, biasanya camat.

Selain itu, ada pula PPAT Khusus yaitu pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas PPAT.

Produk hukum yang dihasilkan PPAT adalah akta otentik sebagai bukti telah dilakukan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Dalam wawancara yang dilakukan kepada Ibu Elisabeth Elis Prasasti, S.H., M.Kn., seorang PPAT Kabupaten Sleman, beliau mengatakan bahwa terdapat beberapa kasus tentang jual beli tanah, seperti pemberian data yang tidak valid, pemalsuan data dan tanda tangan serta ingkar.

Selain itu, banyak masyarakat cenderung membuat akta di bawah tangan dengan alasan lebih murah serta lebih mudah prosesnya.

Padahal, tindakan tersebut tidak mempunyai kepastian hukum yang jelas karena akta tidak dibuat dan ditandatangani oleh PPAT.

Jika terdapat masalah muncul, penyelesaiannya harus sampai pada pengadilan. Para penjual dan pembeli dituntut untuk cermat dan teliti dalam bertransaksi untuk meminimalisir risiko dan konflik.

Akan tetapi, Ibu Elis mengatakan bahwa banyak masyarakat yang masih buta atau kurang melek hukum sehingga mudah dipermainkan atau ditipu.

Ibu Elis bercerita bahwa masyarakat juga takut dan tidak akrab untuk datang ke PPAT serta konsultasi tentang jual beli.

Padahal, konsultasi di PPAT itu gratis sebagai layanan kepada masyarakat. Dalam proses konsultasi tersebut, PPAT akan memberikan informasi penting dan saran dalam proses jual beli tanah serta menjawab pertanyaan dari klien.

Hanya karena ketidaktahuan, masyarakat tidak memanfaatkannya. Di samping itu, menurut Ibu Elis, masyarakat itu senang jual beli tetapi tidak mengurus proses hukumnya.

Maka dari itu, mula-mula masalah timbul karena orang tidak mengetahui bagaimana prosedur hukumnya dalam melaksanakan transaksi jual beli.

Di sisi lain, masyarakat juga enggan untuk berkonsultasi langsung dengan PPAT. Kebanyakan masyarakat lebih memilih membuat akta di bawah tangan karena cepat dan murah.

Dari berbagai permasalahan tersebut, perlu diadakan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat paham dan melaksanakan prosedur hukum, terkhusus dalam jual beli tanah.

Berikut langkah-langkah untuk mengurus jual beli tanah:

  1. Datang ke PPAT untuk melakukan konsultasi secara gratis; mengumpulkan data seperti KTP, surat-surat, dan lain-lain;
  2. Pembayaran pajak kepada negara;
  3. Proses pengalihan hak dengan menandatangani akta PPAT di hadapan PPAT bersama dengan para pihak;
  4. PPAT mendaftarkan akta peralihan ke BPN;
  5. Produk hukum berupa akta tanah telah jadi.

Akta tanah yang sudah disahkan oleh PPAT tersebut mempunyai kepastian dan kekuatan hukum yang membuat masyarakat terlindungi dari berbagai kemungkinan kasus yang terjadi.

Penulis: Vergilius Seto Adi Purwono
Mahasiswa Program Sarjana Filsafat Keilahian, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI