Gangguan Mental Generasi Milenial

sumber ig wm.photogallery

Gangguan mental atau biasa disebut mental disorder adalah suatu kelainan pada perubahan cara berfikir, emosi, dan perilaku seseorang. Spektrum gangguan mental sendiri sangatlah luas, dari ketidakseimbangan hormon, faktor genetik, dan lain-lain.

Semua sangat berpengaruh untuk membentuk psikis seseorang. Namun, secara umum kondisi mental yang baik adalah yang tumbuh dan didasari motivasi yang kuat untuk mengaktualisasikan diri menjadi lebih baik.

Mengaktualisasikan diri menjadi lebih baik ini bisa diartikan di kehidupan keluarga, kehidupan kerja, maupun sisi kehidupan lainnya. Isu kesehatan mental sendiri masih sangat terdengar asing dibandingkan isu kesehatan fisik, sedangkan sifat gangguan mental yang lebih mudah disembunyikan dan tidak selalu tampak jelas dari luar.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Masalah Kesehatan Mental pada Remaja

Dampaknya yang tidak terlalu terasa secara langsung membuat isu ini menjadi isu sekunder atau tidak terlalu penting. Namun hal itu juga tidak berarti kesehatan mental tidak sama pentingnya dengan kesehatan fisik.

Gangguan kesehatan mental dapat menyerang siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Sayangnya pengetahuan mengenai penanggulangan kesehatan mental masih minim di kalangan masyarakat terutama remaja.

Sedangkan depresi sendiri terjadi karena salah satu ciri stres yang berkepanjangan, bisa menyebabkan terhambatnya aktivitas dan menurunnya kualitas fisik. Pencegahan depresi ini dapat dilakukan dengan pengelolaan stres, pengelolaan stres di  masing-masing individu sangat berbeda-beda.

Ada beberapa cara, yang pertama melakukan hal-hal positif yang disukai, membuat kegiatan yang menyegarkan, kedekatan diri dalam konteks agama, hingga bercerita kepada orang lain untuk mengurangi beban stres.

Gejala depresi yang paling umum adalah di mana seseorang itu merasa sedih, cemas, dan gelisah dalam kurun waktu lama. Terkadang ada yang sampai mengisolasi diri, acuh terhadap orang lain, dan besarnya penghakiman terhadap diri sendiri.

Baca Juga: Pentingnya Kesehatan Mental bagi Remaja

Dalam beberapa kasus ekstrim, seorang remaja dapat dengan mudah terserang panik, melukai diri sendiri baik dengan benda tumpul maupun tajam, serta menunjukan tendensi bunuh diri. Fakta bahwa hal ini dialami oleh beberapa remaja.

Mereka yang diberikan keadaan mental yang sehat akan terus menyangkal segala persoalan para remaja ini. Sebuah penolakan terselubung dan narasi tentang ‘menjadi positif setiap waktu’ yang banyak beredar adalah beberapa dari sekian alasan remaja tidak ingin membagi lukanya.

Yang terkadang timbul kecemasan akan opini orang lain, menjadi bahan pembicaraan di kalangan teman-temannya, atau malah dianggap sebagai seseorang yang mencari perhatian semata. Atas dasar inilah kebanyakan remaja memilih untuk menghadapi perasaan mereka sendiri.

Apabila kita masih menganggap bahwa kita adalah manusia dan membiarkan generasi muda berjatuhan ketika mereka baru menjejakan kaki ke dunia yang sesungguhnya tanpa ada bantuan serta dorongan kita. Tentulah kini tiba saatnya mempertanyakan arti dari keberadaan kita sebagai manusia itu sendiri.

Harus kita akui bahwa pada masa kini ekspektasi terhadap generasi muda menjadi sedemikian besar sebagai akibat dari kemajuan teknologi dan informasi yang setiap waktu terus membordir mereka. Hal itu tentunya turut memberikan tekanan pada kejiwaan para remaja.

Baca Juga: Remaja Zaman Sekarang: Mental Illness atau Mental Lembek?

Segala aspek kemasyarakatan turut berperan dalam menciptakan sistem pendukung (support system) bagi para penderita gangguan mental, apalagi remaja. Gangguan mental harus berhenti dianggap sebagai sesuatu yang aneh, hina, dan asing di telinga masyarakat kita.

Semua penderita, khususnya para remaja yang sedang berjuang membutuhkan banyak  dukungan yang kuat. Anggapan bahwa mereka orang-orang yang ‘sehat’ hanya karena mereka tidak terlihat ‘sakit’  harus dihilangkan, karena meskipun demikian, bukan berarti bahwa gangguan kejiwaan itu tidak ada, tidak realistis, dan tidak valid.

Dengan abai dan acuh terhadap mereka, kita hanya memperparah keadaan. Semua perasaan yang tercipta dalam pikiran mereka bukanlah sebuah pilihan, melainkan cobaan. Adapun dampak gangguan mental yang dialami anak Broken Home.

Broken home sendiri adalah istilah dari retaknya struktur keluarga karena salah satu orang tua gagal menjalankan peran mereka karena perceraian, meninggalkan rumah, atau meninggal dunia. Dalam beberapa kondisi itu akan memberikan dampak buruk kepada anak.

Broken home atau keluarga tidak utuh adalah kondisi di mana keluarga mengalami perpecahan atau adanya kesenjangan dalam rumah tangga, entah itu berawal dari perselisihan kedua orang tua, perselingkuhan, bahkan perkelahian yang berakibat putusnya tali yang dirangkai keluarga perceraian.

Baca Juga: Menilik Mental Anak “Broken Home”

Kondisi perpecahan pada struktur keluarga tentu dapat berdampak buruk bagi perkembangan dan kesehatan anak. Broken home dapat menyebabkan anak merasa kehilangan peran penting keluarga di hidupnya, merasa stres, tertekan, hingga merasa dirinya yang menjadi penyebab perpisahan tersebut.

Menghadapi perceraian orang tua sejak kecil memang bisa meningkatkan risiko seorang anak mengalami gangguan mental. Salah satunya depresi, depresi menjadi salah satu gangguan yang berdampak pada anak broken home.

Anak yang biasa hidup terpisah dengan orang tua akibat perceraian, setelah orang tua berpisah ada beberapa dampak. Dampak yang terasa adalah hilangnya kehangatan dan sosok serta kehadiran salah satu orangtua.

Beberapa dampak serius yang mungkin saja dialami oleh beberapa anak broken home meliputi masalah emosional, gangguan perilaku, dan gangguan mental. Perpisahan orang tua sangat mempengaruhi kondisi emosional anak.

Rasa kehilangan, sedih, bingung, takut, marah, semua bercampur aduk dirasakan oleh anak. Bingung harus tinggal dengan ayah atau ibu, dan juga rasa kehilangan salah satu sosok orangtua, atau merasa tidak dicintai lagi oleh orangtua bisa juga menjadi penyebabnya.

Baca Juga: Cara Bangkit dari Masalah Broken Home

Tak jarang anak merasa marah atau justru menyalahkan diri sebagai penyebab perpisahan orangtuanya. Sebagian anak broken home juga mengalami suasana hati yang tidak menentu (mood swing) atau gangguan suasana hati lainnya.

Sebagian dari mereka memilih untuk menarik diri dari pergaulan, enggan bersosialisasi, dan tidak percaya diri. Selain karena kedekatan orang tua dan anak berkurang setelah perceraian, berbagai perubahan yang harus dijalani oleh anak.

Misalnya, pindah rumah atau pindah sekolah, dapat membuat anak semakin stres serta akan membuat mental dan pola pikir anak terganggu baik di lingkungan rumah maupun proses pembelajaran di sekolah.

Misal di sekolah menjadi gunjingan teman-temannya, proses belajar pun terganggu karena pikirannnya tidak kosentrasi sehingga tidak mau hadir di sekolah, atau tidak maksimal dalam menerima materi.

Kesimpulannya, anak yang menuju remaja sedang mencari jati diri, tentunya diperlukan peranan orangtua, serta pengawasan ketat dari sekolah sehingga menjadi kunci keberhasilan pencegahan kenakalan remaja baik sebagai broken home maupun akibat hal lainnya.

Baca Juga: Si Anak Broken Home dan Kecemburuannya pada Anak Luqman

Anak broken home juga rentan mengalami depresi atau gangguan kecemasan karena faktor keuangan dan pendidikan mereka. Anak broken home sering sekali mengalami masalah keuangan yang kurang stabil jika dibandingkan dengan anak-anak dari rumah tangga yang harmonis.

Selain itu, prestasi di sekolah juga memiliki kemungkinan untuk menurun. Namun, peran orang tua juga tidak kalah penting karena merupakan suatu bentuk dukungan ketika depresi terjadi pada remaja. Cobalah ajak berkomunikasi untuk mengetahui apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan.

Penulis: Nabila Aisyiyah Putri Wibriani 
Mahasiswa Jurusan Ilmu komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang 

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi:

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI