Kampanye Perempuan Melalui Sastra

Apakah karya sastra bisa dikatakan sebagai fakta? atau hanya sekedar imajinasi para pengarangnya? sebagian menjawab ya dan sebagian lain tidak. Tapi bagi saya iya. karangan-karangan Pramoedya Ananta Toer misalnya, tidak bisa dipandang sebagai sebuah karya imajinasi belaka karena hampir semua (kalau tidak semuanya) karyanya adalah sejarah hidupnya yang direfleksikan dalam sebuah tulisan. bahkan kebanyakan karya Pram sarat dengan nuansa feminisme, sebut saja Bumi Manusia.

Dewasa ini, kita mengenal Ayu Utami dan Jenar Maesa Ayu sebagai dua novelis perempuan yang meluapkan kritikan sekaligus pembelaannya terhadap perempuan ke dalam bahasa “sindiran-sindiran” yang tertata apik di beberapa karangannya. tentu saja keduanya (Ayu dan Jenar) berangkat dari pengalaman yang ia temui (dan mungkin mereka rasakan) dalam kondisi sosial-historisnya.

Satu lagi karya sastra yang merupakan based on the story (berangkat dari kisah nyata) adalah buku yang berjudul ”Perawan”. Buku ini merupakan kumpulan cerpen yang bercerita tentang pembelaan terhadap perempuan. melalui rangkaian kata-kata, para penulis seolah ingin menyampaikan keluh-kesahnya terhadap kondisi perempuan yang hingga sekarang belum juga “merdeka’ (dalam arti yang sepenuhnya).

Bacaan Lainnya

Menurut AD. Kusumaningtyas (penulis bukunya), judul “Perawan”, sengaja dipilih karena selain judulnya terkesan provokatif, perdebatan mengeani pemaknaan terhadap tubuh perempuan berlangsung sepanjang zaman. Tubuh perempuan selalu dikaitkan dengan seksualitas, dan merupakan isu “moral” dimana perempuan dipandang sebagai pihak yang bertangung jawab. Tak heran jika di masyarakat seringkali lahir aturan-aturan yang mengontrol atas seksualitas perempuan, misalnya perda-perda tentang tata cara berpakaian perempuan/jilbabisasi.

Melihat kondisi perempuan hingga hari ini, persoalan tenaga kerja wanita (TKW), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perempuan di masyarakat adat, dan seterusnya, sungguh memerlukan berbagai cara untuk menembus dan merobohkan “benteng-benteng penindasan terhadap ” terhadap perempuan yang telanjur berdiri kokoh dalam budaya patriarki.

Karenanya, penting untuk terus, terus dan terus mengadvokasi hak-hak perempuan. Adalah momentum yang tepat terlebih saat ini bertepatan dengan hari internasional anti kekerasan terhadap perempuan yang jatuh diperingati setiap 25 november hingga 10 desember nanti. Buku ini memberi khazanah tersendiri sebagai media kampenye untuk terwujudnya kesetaraan dan keadilan bagi perempuan dan laki-laki. Seperti ungkapan yang cukup familiar” tulisan akan mengukir sejarah tersendiri”

MILASTRI MUZAKKAR

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI