Kasus Advokat Hitam dalam Sejarah Profesi Advokat

Kantor Dewan Pimpinan Pusat Yuristen Legal Indonesia
Kantor Dewan Pimpinan Pusat Yuristen Legal Indonesia

Mety Osman (59) mendatangi Kantor Dewan Pimpinan Pusat Yuristen Legal Indonesia dengan membawa berkas pengaduan dugaan terjadinya malapraktik yang dilakukan seorang advokat hitam. Mety menyebutkan bahwa teduga kasus malapraktik telah menerima sejumlah uang jasa advokat namun tidak pernah menangani kasus yang Ia percayakan.

Ia juga menyebutkan bahwa terduga telah mengancam akan melaporkan Ia kembali dengan tuduhan penipuan ketika Mety menanyakan kejelasan kasus yang Ia percayakan.

Mety pun memaparkan bahwa terduga telah membawa kabur uang senilai Rp250 juta yang Ia berikan dan pada saat gelar perkara, terduga sebagai kuasa hukum tidak pernah hadir dalam gelar perkara.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: https://mahasiswaindonesia.id/profesi-advokat-sebagai-officium-nobile/

Akhirnya, Mety dengan didampingi kuasa hukumya yang baru, mendatangi kantor organisasi tempat terduga advokat hitam tersebut bernaung mengharapkan secercah keadilan yang Ia cari-cari.

Ia hanya seorang pedagang kecil yang telah dibohongi oleh seseorang yang seharusnya adalah pembawa keadilan bagi masyarakat pencari keadilan. Sebagaimana yang diketahui, profesi advokat dilabeli sebagai profesi yang mulia, penamaan ini tidak terlepas dari aspek “kepercayaan” yang diberikan client untuk membela hak-haknya di forum yang telah ditentukan.

Tentunya malapraktik yang dilakukan seorang advokat akan sangat menodai kehormatan yang dimiliki oleh seorang advokat. Profesi Advokat merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya, nilai moral tersebut merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur.

Perhimpunan Advokat Indonesia didirikan pada tanggal 21 Desember 2004 oleh Sugeng Teguh Santoso, S.H., ketua umum Indonesia Police Watch (IPW). Organisasi ini dibentuk dan dideklarasikan di Cipanas yang merupakan hasil pertemuan dari 8 organisasi advokat.

Sugeng turut andil dalam proses penyusunan dan penandatanganan akta pendirian yang didaftarkan pada Notaris di Jakarta. 15 tahun kemudian Peradi terpecah belah akibat hasrat kekuasaan pada saat Musyawarah Nasional Peradi ke-2 di Makassar 27 September 2015, Otto Hasibuan sebagai ketua umum menutup secara inkonstitusional musyawarah nasional.

Baca Juga: https://mahasiswaindonesia.id/analisis-kasus-pelanggaran-kode-etik-advokat-oleh-terduga-bambang-widjojanto/

Musyawarah Nasional adalah forum tertinggi sehingga menyebabkan terjadinya chaos hingga terpecahlah menjadi 3 organisasi advokat. Itulah momentum hancurnya kembali organisasi advokat. Sugeng mengambil alih forum ketika chaos terjadi.

Di antara 3 organisasi tersebut, Junifer mendeklarasikan diri sebagai ketua umum Peradi, Luhut bertahan di dalam ruangan kemudian membentuk Peradi Rumah Bersama Advokat.

Pada tahun 2015 hingga 2020, muncul kembali organisasi baru di samping 3 organisasi yang telah ada, yaitu Peradi Pergerakan, di mana pergerakan adalah diksi yang berasal dari perjuangan bangsa, diksi-diksi ini dipakai untuk menyebut pergerakan kebangsaan, pergerakan pemuda, sehingga harus membawa spirit perjuangan untuk memperjuangkan masyarakat.

Menurut Sugeng, organisasi-organisasi ini tidak dapat disatukan lagi sehingga yang harus dibangun adalah kepercayaan publik, selain itu ia berharap agar UU Advokat untuk segera direvisi menjadi multibar, sehingga terdapat konsep Dewan Advokat Nasional dan Dewan Kehormatan Bersama di dalamnya.

Sugeng Teguh Santoso, S.H., Ketua IPW (05/05/2023) saat diwawancarai di DPP Yuristen Legal Indonesia di Surabaya.

Menurut Sugeng ide mengenai pembentukan Dewan Kehormatan Bersama ini adalah ide ideal yang perwujudannya sangat sulit karena di luar sana masih banyak orang-orang dalam tanda kutip adalah penjahat yang ingin menjadi advokat ataupun advokat yang berasal dari penjahat.

Ia tidak ingin menyebutkan siapa, tetapi apabila praktik yang dilakukan adalah premanisme maupun menipu Ia mengkategorikannya sebagai kelompok penjahat, tidak pantas diberi gelar advokat. Bila ada pelanggaran maka dipecat.

Baca Juga: https://mahasiswaindonesia.id/lembaga-bantuan-hukum-terakreditasi-dan-terverifikasi-wujud-peningkatan-kualitas-bantuan-hukum-bagi-masyarakat-miskin/

Ia memaparkan, 15 tahun menjalani posisi sebagai Dewan Kehormatan Pusat, mengadili dugaan pelanggaran-pelanggaran kode etik, termasuk obstruction of justice yang dilakukan oleh seorang advokat. Ia menambahkan bahwa Ia telah memecat 4 orang advokat karena melakukan pelanggaran berat, selain itu 2 orang advokat senior diperiksa dan dihukum.

Ketika melihat carut marut yang sudah ada ini, menurutnya masing-masing organisasi mungkin membuat standar tentang jasa hukum termasuk Peradi Pergerakan, kemudian membuat daftar anggota advokat karena memang itu adalah ketentuan wajib dalam Undang-Undang Advokat, selain itu membuat peringkat tingkat kepuasan layanan terhadap jasa hukum advokat.

Kemudian dari sana, masyarakat dapat memilih jasa advokat yang profesional dan dipercaya. Problem-problem dunia advokat banyak disumbang oleh advokat publik atau advokat litigasi, sementara advokat corporate atau konsultan bekerja secara senyap, hal tersebutlah yang harus diperbaiki.

Sugeng berpesan kepada para praktisi hukum yaitu advokat, untuk menumbuhkan kepercayaan publik dengan menjalankan profesi secara professional. Profesional memiliki 2 arti, yang pertama ahli di dalam penanganan perkaranya, yang kedua juga bersifat etis, etis bermakna menghormati dan mentaati kode etik.

Penulis: Imelda Patricia Nur Fauzi
Mahasiswa Jurusan Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI