KH Maman Imanul Haq sebagai Tokoh Islam Liberal

Sumber: Indonews.id

Di tengah kekerasan dan diskriminasi atas nama agama dan kepercayaan yang mengungkung Indonesia, Kyai Haji Maman Imanul Haq konsisten mendorong dan menyebarkan pluralisme, toleransi, dan keberagaman.

Ia kerap kali membela dan menyuarakan hak-hak kelompok agama minoritas yang diabaikan. Kyai yang memiliki minat dalam dunia sastra ini pernah berkeliling dalam Olimpiade Kebudayaan dalam kegiatan Syukur Pesisir.

Bahkan pada Oktober 2003, Ia menjadi pembicara dalam kongres Kebudayaan V di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Pada September hingga Oktober, Ia singgah ke Amerika Serikat utuk menghadiri program Interreligios Dialogue di Ohio University.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Menyimak Generasi Z Berbicara tentang Toleransi Beragama

Tak kenal maka tak sayang, sebelum kita membahasnya lebih mendalam alangkah baiknya kita mengenal dulu siapakah KH Maman Imanul Haq itu?  KH Maman Imanul Haq atau biasa dipanggil akrab dengan Kang Maman lahir di Sumedang pada tanggal 8 Desember 1972.

Beliau adalah tokoh asal Jawa Barat yang berkiprah di bidang Politik serta tokoh Nahdhatul Ulama (NU) yang memiliki kemampuan di berbagai bidang, mulai dari agama, ekonomi, seni dan budaya.

Beliau menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2014–2019 dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat 9, Kabupaten Majalengka, Subang, dan Sumedang. Ia bahkan terpilih sebagai Caleg bersih Indonesia oleh Gabungan LSM seperti ICW, Walhi, LBH, Kontras.

Kemudian pada Pileg 2019, Ia kembali terpilih sebagai anggota DPR RI 2019-2024. Beliau ditempatkan sebagai Kapoksi Komisi VIII, anggota MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) dan anggota badan kajian MPR RI.

Baca Juga: Menumbuhkan Jiwa-Jiwa Toleransi dan Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia

Pemikiran KH Maman Imanul Haq

1. Pluralisme sebagai Bagian dari Ajaran Islam

Menurut KH Maman Imanul Haq, Indonesia merupakan negara yang majemuk salah satunya adalah agama dan kepercayaan yang beragam sehingga sangat membutuhkan pluralisme keagamaan.

Salah satu contoh pluralisme keagamaan adalah dengan adanya sikap menerima kehadiran orang lain atas dasar konsep hidup berdampingan, mengembangkan kerjasama sosial-keagamaan melalui berbagai kegiatan yang secara simbolik memperlihatkan dan fungsional mendorong proses pengembangan kehidupan bergama yang rukun.

Tetapi, pluralisme keagamaan di Indonesia  belum mendapat perhatian sepenuhnya dari negara. KH Maman sering memaparkan bahwasanya kebebasan beragama di Indonesia yang dibela bukanlah akidahnya melainkan hak warga negara dalam beragama.

Merujuk pada pemikiran Gus Dur yang dikenal luas sebagai tokoh pluralisme dan demokrasi. Pokok pikiran Gus Dur mengenai pluralisme adalah konsep humanisme, yaitu penghargaan tertinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang melekat pada diri manusia.

Dibutuhkan peranan negara untuk mewujudkan pluralisme yang termanifestasi dengan peraturan perundang-undangan yang melindungi hak individu dan kelompok dalam kebebasan beragama serta mencegah konflik.

Pada dasarnya berdasarkan data dan fakta, gerakan pluralisme khususnya di Jawa Barat, memiliki kekuatan penting karena pluralisme telah mentradisi di masyarakat bawah. Menghargai perbedaan adalah kearifan  lokal di sana. Ini merupakan modal sosial yang penting bagi gerakan pluralisme.

Di samping itu, ruang gerak pluralisme masih cukup terbuka di masa mendatang. Hal ini karena nilai-nilai Pancasila masih menjadi pegangan untuk menjaga keragaman. Kekuatan ini sedikit terganggu karena gerakan pluralisme terlalu bersifat intelektual dan tidak menyentuh persoalan riil masyarakat.

Wacana pluralisme juga dianggap tidak otentik alias hasil pemikiran Barat. Menurut Cak Nur, Islam adalah agama kemanusiaan terbuka ditafsir Franz Magnis Suseno sebagai ajakan kepada kita untuk merenungkan kembali arti Islam sebagai agama yang menghormati martabat manusia.

Iman kepada Allah hanya benar jika terwujud dalam hormat terhadap manusia, ciptaan tertinggi Allah. Segenap agama, harus dapat dirasakan sebagai sesuatu yang positif.

Karena itu, kita harus menolak keagamaan dengan wajah keras keagamaan yang mengancam membenci dan meremehkan mereka yang berbeda.

Baca Juga: Mengembangkan Budaya Toleransi Antarumat

2. Membumikan Islam Liberal

Islam merupakan agama dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Dalam perjalanannya, banyak terjadi penyesuaian antara cara berislam dengan dinamika yang terjadi di masyarakat dan membentuk Islam moderat sebagai mainstream di Indonesia.

Kondisi ini membentuk Islam menjadi bersifat lentur, artinya cukup mudah dalam menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi politik, sosial, dan budaya masyarakat.

Selama beberapa dasawarsa dalam rezim represif orde baru, yang memusuhi Ideologi Komunis (eksim kiri) maupun Islam Fundamentalis (eksim kanan) seperti berkah dalam musibah rezim yang represif memberi lingkungan yang baik bagi Islam moderat atau bahkan Islam yang lebih liberal.

Tumbangnya rezim orde baru pada akhir 1990-an membuka kebebasan dalam berbagai bidang. Di sisi lain, Islam liberal yang sangat akomodatif terhadap perkembangan zaman pun semakin banyak dikenal dengan ide akan kontekstualisasi dalam penerapan Islam sehingga tidak mengingkari hasil dari kemajuan zaman.

Sebagaimana KH Maman mempraktikannya di Pesantren Al Mizan Cibolerang Jatiwangi beliau memperkenalkan Islam liberal di kalangan pedesaan dengan sarana pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam Tradisional.

Melalui Pesantren Al Mizan yang diasuhnya, Kang Maman terus aktif mengukuhkan spirit nasionalisme dan kebangsaan serta menanamkan  nilai-nilai keagamaan dan kepesantrenan yang humanis, damai, dan toleran, yang menghargai perbedaan dan keagamaan kepada ratusan santri dan ribuan jamaah Paguyuban Sholawat Akar Djati yang diasuhnya.

Melalui jalur konstitusional, anggota Komisi VIII DPR RI ini terus aktif berdakwah menyebarkan Islam damai dan toleran yang rahmatan lil alamin. Materi dakwahnya yang memperlihatkan pemihakan terhadap dhuafa dan mustadh’afin, kepedulian pada ranah budaya lokal, merangkul kaum pinggiran (marginal), serta mensponsori kreativitas anak muda, telah menjadikan sosok Kang Maman diterima oleh semua kalangan yang beragam.

Penulis: Alika Syafitri
Mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Editor: Ika Ayuni Lestari

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI