Menilik Ketercapaian Tujuan Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Melalui Pendidikan Tinggi: Pendidikan yang Tertinggal dan Terlupakan

Pendidikan
Ilustrasi: Pixabay.com

Pendidikan merupakan sebuah pondasi dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Di mana melalui pendidikan pengetahuan dan kemampuan diberikan kepada peserta didik untuk digunakan dalam penerapan kehidupan di masa yang akan datang terutama dari segi kebutuhan karir atau produktivitas.

Tingkatan pendidikan sangatlah beragam dimulai dari tingkatan Sekolah Dasar (SD), kemudian tingkatan menengah Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan tingkatan tertinggi berupa Perguruan Tinggi (PT).

Dari berbagai tingkatan pendidikan yang ada tersebut, mayoritas masyarakat Indonesia masih bertamatan tingkat dasar atau lulusan Sekolah Dasar (SD). Hal itu dibuktikan dengan statistik pendidikan pada data yang diterbitkan pada tahun 2021 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh masyarakat yang memiliki pendidikan rendah.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Paradigma Pendidikan Formal dan Non Formal

Padahal dalam Pasal 31 UUD 1945 tersebut menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan tanpa kecuali. Namun, fakta lapangan berkata lain di mana ternyata dengan kondisi negara Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari ribuan pulau, mulai Sabang sampai Merauke, masih saja harus bergelut dengan berbagai permasalahan pelayanan pendidikan bagi masyarakat.

Padahal pendidikan merupakan faktor utama dalam menentukan kemajuan sebuah bangsa melalui kualitas SDM atau Sumber Daya Manusia yang dihasilkan.

Dengan tingkat pendidikan yang tinggi, maka akan semakin baik Sumber Daya Manusia yang ada, dan pada akhirnya akan semakin tinggi pula daya kreativitas pemuda Indonesia dalam mengisi pembangunan sebuah bangsa.

Namun di Indonesia, untuk mewujudkan pendidikan yang baik dan berkualitas sesuai dengan standar nasional saja masih sangat sulit. Hal tersebut terjadi dikarenakan ketidakmerataan pendidikan yang seringkali menghambat peningkatkan mutu pendidikan nasional, khususnya di daerah tertinggal atau terpencil, yang pada akhirnya mewarnai perjalanan pendidikan di Indoensia.

Di suatu daerah terpencil masih banyak dijumpai kondisi di mana anak-anak belum terlayani pendidikannya. Angka putus sekolah yang masih tinggi. Juga masalah kekurangan guru, walaupun pada sebagain daerah, khususnya daerah perkotaan persediaan guru berlebih.

Sarana dan prasarana yang belum memadai. Kesulitan akses pendidikan bagi beberapa daerah tertinggal masih menghiasi permasalahan pemerataan pendidikan di Indonesia.

Kesulitan akses pendidikan menjadi permasalahan yang dinilai memiliki urgensi untuk diselesaikan melalui kebijakan pemerintah yang menggeluti bidang pendidikan dengan meluncurkan berbagai program pendidikan yang memberikan bantuan tenaga pendidik, bantuan finansial, dan juga bantuan sarana dan prasarana yang diharapkan mampu memadai kegiatan belajar mengajar pada daerah tersebut.

Baca Juga: Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan terhadap Kualitas Belajar di Sekolah

Namun, program pemberian bantuan tetaplah harus mempertimbangkan bagaimana kondisi masyarakat dalam kegiatan pendidikan yang berlangsung. Apakah partisipasinya tinggi dalam kegiatan pendidikan? Sebab, apabila masih memiliki kesadaran atau melek pendidikan yang rendah akan menjadikan program tersebut hanya sebatas program semata tanpa pengoptimalan dalam pelaksanaannya.

Upaya dalam menangani paradigma yang telah tertanam dalam benak masyarakat yang merasakan kesulitan pendidikan juga perlu diberikan agar terwujud peningkatan kesadaran akan mengenyam pendidikan.

Di mana mayoritas masyarakat kesulitan akses pendidikan terutama dari segi akses biaya menganggap pendidikan bukanlah kewajiban yang perlu mereka tempuh dikarenakan mereka berorientasi pada kemampuan bertahan hidup.

Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri mereka dinilai lebih penting dibandingkan harus bersekolah tinggi-tinggi tapi belum bisa menghasilkan uang untuk diri mereka. Sehingga, sering ditemui anak di bawah umur yang sudah terbiasa untuk banting tulang bekerja seharian dibandingkan duduk di bangku sekolah yang seharusnya mereka lakukan.

Bekerja menjadi aktivitas yang lebih mereka butuhkan dibandingkan harus mengeluarkan biaya untuk mengenyam pendidikan karena untuk bertahan hidup saja mereka harus banting tulang sendiri apalagi untuk biaya pendidikan.

Biaya Pendidikan Menjadi Penyumbang Kemiskinan

Data Survei Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2020 menyebut bahwa pendidikan berkontribusi 1,96 persen terhadap garis kemiskinan di perkotaan dan 1,25 persen dari garis kemiskinan di pedesaan.

Berdasarkan data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa belanja masyarakat untuk bidang pendidikan masih sulit untuk dijangkau dengan kondisi perekonomian masyarakat yang terbatas terutama pada daerah pedesaan dan malah melahirkan permasalahan sosial berupa kemiskinan.

Bahkan, pendidikan masuk ke dalam kategori sepuluh komoditas yang menyumbang Garis Kemiskinan (GK) non-pangan atau selain dari bahan pangan.

Pendidikan menduduki peringkat keempat setelah kebutuhan perumahan, listrik, dan bahan bakar ditinjau dari sektor non-pangan dengan studi kasus wilayah Ibu kota DKI Jakarta yang apabila dilihat dari segi pembangunan wilayahnya lebih baik dibandingkan daerah tertinggal lainnya.

Baca Juga: Hambatan dan Tantangan Pendidikan Karakter pada Masa Pandemi Covid-19

Anggapan bahwa tingkat pendidikan tinggi bukanlah hal yang mampu dengan mudah mereka jangkau menjadi tantangan bagi pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan seiring berkembangnya zaman segala bentuk kebutuhan mengalami peningkatan biaya yang perlu dibayarkan.

Salah satunya, biaya kebutuhan yang dialokasikan untuk pendidikan yang wajib ditempuh dari tingkatan dasar, menengah, hingga tinggi. Pendidikan di Indonesia memang diwajibkan hanya ditamatkan 12 tahun belajar dari SD atau Sekolah Dasar, SMP atau Sekolah Menengah Pertama, dan SMA/K atau Sekolah Menengah Atas/ Kejuruan.

Pendidikan Tinggi menjadi jenjang yang tidak wajib untuk ditempuh tapi juga dianjurkan untuk melanjutkan hingga Pendidikan Tinggi dengan harapan dengan semakin tingginya tingkat partisipasi pendidikan akan meningkatkan pula output Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi.

Namun, faktanya untuk melanjutkan atau tidaknya masih menjadi kebimbangan bagi kalangan peserta didik dengan salah satu faktor biaya pendidikan yang sering menghantui mereka. Biaya yang dibutuhkan untuk tingkatan Pendidikan Tinggi memanglah tidaklah murah dan mudah untuk dijangkau seluruh lapisan masyarakat.

Berangkat dari fakta ini, melahirkan stigma di tengah masyarakat yang semakin ragu untuk menyekolahkan anaknya hingga tingkatan Pendidikan Tinggi. Mereka menganggap sekolah tinggi hanyalah tempat mengenyam pendidikan bagi mereka yang dikatakan “mampu” secara finansial saja. Paradigma ini semakin mengerucutkan partisipasi tingkat tamatan pendidikan rendah.

Pendidikan Tinggi Menjadi Barang Privat bagi Masyarakat dan Kontribusi Bantuan Pendidikan Tinggi

Tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh oleh masyarakat Indonesia masihlah rendah di mana angka partisipasi yang meningkat tetap membutuhkan peningkatan lebih signifikan lagi dari segi tingkat partisipasinya.

Apakah hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan telah bertransformasi menjadi barang privat yang sulit dijangkau oleh masyarakat luas?

Padahal pendidikan sendiri menjadi tujuan nasional yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa, “Suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

Baca Juga: Pendidikan Inklusif dan Anak Berkebutuhan Khusus

Yang artinya mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi tujuan yang harus dicapai oleh Pemerintah Negara Indonesia melalui akses pendidikan yang mampu diterima seluruh masyarakat Indonesia.

Pihak pemerintah maupun pihak swasta banyak berkontribusi dalam gerakan pemberian bantuan dana kepada masyarakat yang memiliki keterbatasan biaya untuk melanjutkan tingkatan pendidikan tinggi dengan berbagai bentuk bantuan beasiswa biaya pendidikan hingga pemberian jaminan pemberian uang saku dan uang akomodasi supaya mereka tidak perlu lagi mengkhawatirkan aspek keuangan dalam menempuh kegiatan pendidikan.

Kontribusi bantuan ini memanglah dianggap sebagai solusi untuk memudahkan akses pendidikan bagi mereka yang kurang mampu. Akan tetapi, sekali lagi kontribusi program tidak akan optimal pemanfaatannya apabila bantuan tidak tepat sasaran yang benar-benar membutuhkan.

Bantuan yang seharusnya memudahkan malah menjadi kompetisi bagi mereka yang tidak tau kebenarannya benar-benar membutuhkan bantuan biaya pendidikan. Maka, privatisasi pendidikan haruslah dihilangkan terutama dari segi pembiayaan yang diberikan melalui bantuan haruslah diupayakan untuk menyaring tepat sasaran.

Diharapkan bantuan tepat sasaran akan meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa dalam menempuh pendidikan terutama pada tingkat pendidikan tinggi.

Tingkat pendidikan tinggi merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan yang dinamakan perguruan tinggi, yang dapat berbentuk akademi, politeknik, institut atau universitas. Kemudian dalam pengelolahannya dikategorikan berdasarkan program/ disiplin ilmu yang dikaji, pendidikan tinggi profesional.

Pendidikan tinggi akademik lebih mengutamakan peningkatan kualitas dan memperluas wawasan ilmu pengetahuan. Pendidikan tinggi memberikan hasil berupa sarjana-sarjana dalam berbagai bidang dan keahlian berkiprah di dalam masyarakat/ lingkungan yang siap mengabdi sesuai dengan profesi yang mereka pelajari di pendidikan tinggi.

Sehingga, apabila masyarakat/ lingkungannya mendukung keterlibatan pada sarjana tersebut banyak membantu meningkatkan lingkungan, misalnya, maka hasil proses pendidikan tersebut mempunyai hasil guna dan nilai positif.

Oleh sebab itu, beberapa peraturan yang mendukung pendidikan tinggi di indonesia yang sudah diintregasikan menjadi bagian dari suatu sistem belajar yang diterapkan dengan tujuan agar dapat mengetahui perkembangan dan mengaplikasikan peraturan tersebut.

Baca Juga: Kenali Berbagai Manfaat Pentingnya Pendidikan Bagi Generasi Muda

Upaya Peningkatan Partisipasi Tingkat Pendidikan Tinggi dan Ketercapaian Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Melalui Pendidikan Tinggi

Sumber: Kemendikbud dan Dikti.

Ditinjau dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan terakhir sejak tahun 2016 tebukti bahwa yang ditempuh oleh mayoritas masyarakat tamatan Sekolah Dasar dan minoritas berasal dari tamatan pendidikan tinggi.

Artinya, pendidikan tinggi memanglah masih memiliki tingkat kesukaran tertentu atau dapat dikatakan belum dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Padahal tingkatan pendidikan tinggi berkontribusi sangat besar terhadap peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpengaruh pada mutu angkatan kerja yang dihasilkan untuk turun ke lapangan dan mengabdi sesuai dengan profesi dan keahlian mereka masing-masing.

Pendidikan tinggi juga banyak melahirkan peneliti dengan berbagai karya tulis jurnal nasional maupun internasional yang banyak berpengaruh terhadap tingkat literasi di Indonesia yang sampai saat ini survei PISA 2018 menyatakan bahwa negara Indonesia menduduki peringkat ke-62 dari 70 negara.

Dengan mengupayakan tingkatan tamatan pendidikan hingga menempuh pendidikan tinggi secara otomatis mampu meningkatkan kesadaran melek baca tulis di Indonesia.

Berbagai program bantuan pendidikan banyak digalakkan oleh pemerintah dan juga pihak swasta baik untuk pendidikan dalam maupun luar negeri yang ingin ditempuh. Namun, pada kenyataannya hal ini tidak berjalan dengan baik ketika bantuan diberikan kepada mereka yang terlanjur putus asa karena kesenjangan sosial ekonomi yang tercipta.

Mereka yang berada di daerah pedesaan masihlah lekat dengan paradigma sekolah tinggi memerlukan biaya yang cukup banyak sehingga sulit untuk mereka jangkau, kemudian paradigma sekolah tinggi belum bisa menjamin ketercapaian kesuksesan dalam pandangan mereka, dan juga terdapat paham patriarki yang menimbulkan kesenjangan dari segi gender untuk tidak perlu melanjutkan pendidikan menuju jenjang yang lebih tinggi dikarenakan status yang akan disandang sebagai seorang ibu rumah tangga.

Sikap dan paham seperti itulah yang perlu diupayakan untuk diatasi selain dari sisi pemberian bantuan pendidikan. Sebab, dengan sikap dan paham seperti itu akan semakin menurunkan partisipasi pada tingkat pendidikan tinggi meskipun dari aspek biaya diatasi dengan pemberian bantuan tersebut.

Paradigma yang menjamur di tengah masyarakat itu sangat perlu untuk dihilangkan untuk memudahkan pemerataan akses pendidikan terutama tingkat pendidikan tinggi yang nantinya berdampak baik bagi kualitas Sumber Daya Manusia atau SDM.

Kesadaran akan pentingnya mengenyam pendidikan akan memudahkan kontribusi bantuan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan pendidikan, namun ragu terkait dengan biaya mahal yang harus ditanggung.

Baca Juga: Bagaimana Sistem Pendidikan yang Diterapkan di Indonesia serta Solusinya?

Maka dari itu, dari segi ketercapaian dibutuhkan upaya peningkatan baik dari segi pemberian edukasi pentingnya pendidikan, bantuan pendidikan tepat sasaran, dan juga aspek pendukung lainnya seperti seleksi masuk Perguruan Tinggi yang tidak mengandung praktik kecurangan.

Diharapkan kolaborasi antara pihak yang berwenang dalam bidang pendidikan sama-sama bekerja sama dengan masyarakat untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa bersama-sama melalui peningkatan partisipasi tingkat pendidikan tinggi.

Agar nantinya dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang diperoleh mampu bersaing dalam memajukan negara Indonesia dengan generasi berpendidikan.

Penulis:

Dhita Aulia Rahmayanti
Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Malang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI