Pemberantasan Korupsi di Lingkungan Pendidikan melalui Penyadaran Mahasiswa dalam Kasus Pembangunan Gedung Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta

Korupsi
Gedung MERCe UPN “Veteran” Jakarta (Sumber: Google).

Pada dasarnya, korupsi adalah “hama sosial” yang merusak struktur pemerintahan, merupakan penghalang serius bagi jalanya pemerintahan, dan sangat sulit untuk dideteksi dengan menggunakan prinsip-prinsip hukum tertentu. Korupsi merupakan salah satu masalah utama yang menghambat perkembangan berbagai sektor, termasuk pendidikan.

Namun, akses terhadap korupsi merupakan ancaman potensial yang harus diwaspadai oleh pemerintah dan masyarakat. Indonesia merupakan negara terkorup keenam di dunia dari 133 negara, karena rendahnya persepsi korupsi (IPK).

Menurut Transparency International, sektor pendidikan sering kali menjadi sasaran praktik korupsi, mulai dari penyalahgunaan anggaran hingga penyuapan dalam pengadaan proyek (Transparency International, 2022). Di Indonesia, kasus korupsi di lingkungan pendidikan mencerminkan tantangan besar yang harus dihadapi untuk menciptakan sistem pendidikan yang adil dan berkualitas.

Bacaan Lainnya

Skandal korupsi yang terjadi pada pembangunan Gedung MERCe, Fakultas Kedokteran di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, khususnya berlokasi di Limo, telah menarik perhatian publik dan media, terutama masyarakat.

Kasus ini memiliki dua tersangka utama; GAP, Direktur Utama PT Sarana Budi Prakarsaripta dan CT. Proyek ini diduga melibatkan praktik penyuapan dan penyimpangan anggaran yang merugikan institusi dan mahasiswa.

Laporan media massa menunjukkan tindakan korupsi yang dilakukan berupa pengadaan jasa konsultan manajemen konstruksi gedung UPN “Veteran” Jakarta, serta adanya penyelewengan anggaran yang mengakibatkan kerugian negara (Liputan6, 2024).

Menurut data dari Kejaksaan Negeri Depok, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp848.307.277, yang menunjukkan betapa besarnya dampak finansial dari tindakan koruptif tersebut (Tempo.co, 2024). Hal ini berdampak pada kualitas fasilitas pendidikan yang seharusnya dapat diakses oleh mahasiswa.

Kesadaran untuk mengurangi korupsi dan penyuapan dalam berbagai bentuknya secara signifikan sangatlah penting untuk diangkat karena banyaknya kasus korupsi yang berdampak pada sektor pendidikan di Indonesia, di mana dana yang seharusnya dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan seringkali diselewengkan (KPK, 2022).

Korupsi di sektor pendidikan menyebabkan pengalihan uang negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan gedung, infrastruktur, atau program pendidikan, ke tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya, pembangunan fisik yang seharusnya dapat membantu kegiatan intelektual menjadi tidak maksimal, siswa tidak mendapatkan fasilitas yang memadai, dan kualitas pendidikan menurun.

Menurut penelitian terdahulu oleh Putri, A. N., et al (2024), korupsi secara langsung menghambat pertumbuhan ekonomi, mengurangi efisiensi alokasi sumber daya, berkurangnya dana publik untuk pembangunan, dan meningkatnya kesenjangan sosial yang berakibat pada rusaknya bidang-bidang penting salah satunya pendidikan.

Mengangkat tema ini juga penting untuk membangun kesadaran generasi muda mengenai pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran negara, khususnya dalam proyek-proyek pembangunan pendidikan. Seperti yang ditemukan dalam penelitian Anggi, B. (2022), menunjukkan bahwa generasi muda lebih sadar tentang korupsi, gejalanya, dan cara mencegahnya. Namun, masih ada kekurangan pengetahuan dan motivasi untuk memerangi korupsi. Hal ini menekankan pentingnya pendidikan antikorupsi dalam meningkatkan literasi hukum generasi muda dan membekali mereka untuk mengambil peran dalam memerangi korupsi di Indonesia.

Dalam konteks ini, mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa memiliki kesempatan untuk berkontribusi aktif dalam pemberantasan korupsi dengan mendorong kesadaran akan nilai integritas dan transparansi. Menurut model komunikasi konvergensi, peningkatan kesadaran ini dapat dilakukan melalui berbagai platform media, seperti seminar, media sosial, dan kampanye publik, yang memungkinkan terjadinya interaksi dua arah antara pengirim dan penerima pesan (Jenkins, 2006).

Dengan menggunakan model komunikasi ini, mahasiswa tidak hanya memperoleh informasi, tetapi juga secara aktif berpartisipasi dalam diskusi dan aksi nyata, sehingga dapat meningkatkan kesadaran kolektif terhadap isu korupsi. Mengangkat isu ini sangat penting bagi karena dapat meningkatkan kesadaran sosial mereka akan dampak negatif dari korupsi dan bagaimana kasus ini sangat krusial dan berdampak negatif tidak hanya pada lingkungan kampus, tetapi juga pada kondisi pendidikan Indonesia dan kesejahteraan pada generasi kedepannya, mempersiapkan masyarakat terutama mahasiswa menjadi profesional yang beretika, dan mendorong tindakan kolektif untuk menciptakan budaya anti-korupsi di lingkungan pendidikan Surbakti, K. (2021). Sebagai hasilnya, penelitian ini dapat mencapai tujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan korupsi di lingkungan UPN “Veteran” Jakarta, khususnya pada pembangunan Gedung MERCe, serta untuk mengusulkan strategi pemberantasan korupsi melalui peningkatan kesadaran mahasiswa. Dengan demikian, diharapkan mahasiswa dapat berperan aktif dalam memberantas praktik korupsi di lingkungan pendidikan.

Metode

Metode penulisan artikel ini dimulai dengan literatur review, dimana berbagai sumber akademis seperti jurnal ilmiah dan artikel terkait korupsi di sektor pendidikan serta perubahan sosial dianalisis. Literatur ini memberikan gambaran umum tentang permasalahan dan landasan teoritis yang relevan, terutama menggunakan model komunikasi konvergensi untuk menghubungkan partisipasi mahasiswa dalam sosialisasi anti-korupsi.

Tahap berikutnya adalah pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan mahasiswa UPN “Veteran” Jakarta dan perwakilan institusi yang berfokus pada Sustainable Development Goals (SDGs) poin 16, yaitu “Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan Yang Tangguh”. Wawancara ini mengungkap pandangan mereka mengenai efektivitas sosialisasi dalam meningkatkan kesadaran terhadap korupsi dan mendapatkan perspektif tentang upaya pencegahan korupsi di lingkungan pendidikan.

Terakhir, analisis dilakukan secara deskriptif-analitis dengan menghubungkan temuan-temuan dari literatur dan data yang terkumpul dengan model komunikasi yang relevan. Hasilnya membahas bagaimana korupsi di sektor pendidikan dapat diatasi melalui peningkatan kesadaran dan partisipasi mahasiswa.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Fenomena korupsi menjadi salah satu penghambat berkembangnya suatu negara, termasuk Indonesia. Korupsi  juga membahayakan terhadap standar  moral  dan  intelektual masyarakat. Ketika korupsi  merajalela,  maka  tidak ada nilai utama atau kemulyaan dalam masyarakat (Napisa et al., 2021).  Berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2021, korupsi seringkali dilakukan oleh lembaga-lembaga hingga petinggi yang memegang peran sebagai pemangku kekuasaan.

Dilihat dari grafik di atas, sejak tahun 2017 hingga tahun 2021, penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) cenderung fluktuatif, baik dari jumlah kasus yang ditangani maupun tersangka yang ditetapkan. Ini menjadi suatu anomali, sebab Indonesia dinobatkan sebagai negara demokrasi terbaik kelima, namun ternyata tingkat korupsi masih tinggi. Sementara itu, nilai kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi memiliki tren peningkatan. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa masih diperlukan perbaikan untuk pengelolaan anggaran, baik dari sisi pengawasan maupun penegakan hukum untuk mencegah terjadinya korupsi. 

Berdasarkan penelitian oleh ICW pada tahun 2021, kasus korupsi dengan modus pengadaan barang/jasa dan pengelolaan anggaran pemerintah seringkali terjadi. Hal tersebut biasa dikemas dalam penggelapan, penyalahgunaan anggaran, hingga mark up harga. Fenomena tersebut pernah terjadi juga di dalam beberapa kasus pejabat perguruan tinggi, mengingat praktik korupsi dapat terjadi di berbagai bidang termasuk bidang  pendidikan. Kerugian negara yang diakibatkan oleh praktik korupsi di ranah pendidikan, terhitung dari periode tahun 2016 hingga 2021 diketahui mencapai jumlah yang cukup besar, yaitu Rp 1,6 triliun. Angka tersebut tak terlepas dari peran lembaga-lembaga yang seharusnya menegakkan wewenang dan bersikap transparan dalam segala aktivitas keuangan yang berlangsung. Beberapa potret praktik korupsi di lingkup perguruan tinggi yang pernah terjadi di Indonesia dan berujung OTT (Operasi Tangkap Tangan) diantaranya yaitu kasus bekas Dekan FE Universitas Pattimura terkait penyalahguaan dana penerimaan negara bukan pajak (2014), kasus korupsi bekas Wakil Rektor UI terkait dengan korupsi proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi gedung perpustakaan UI tahun 2010 (2014), kasus korupsi yang melibatkan bekas Rektor Universitas Jenderal Soedirman terkait dengan proyek Kerjasama penggunaan dana CSR (2014) (Pambudi, 2022).

Pada dasarnya, terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya korupsi dalam lingkup perguruan tinggi yang dapat dilihat dari perspektif Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan 17 tujuan yang diadopsi oleh negara-negara dibawah keanggotaan PBB untuk mengatasi tantangan global. Indonesia, sebagai negara dibawah keanggotaan PBB telah mengimplementasikan  SDGs melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang mendistribusikan tugas dan tanggungjawab kepada seluruh kementerian, termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menaungi kebijakan perguruan tinggi. Permasalahan korupsi dalam lingkup pendidikan tinggi yang marak terjadi di Indonesia memiliki relevansi dengan tujuan ke-16 dari SDGs, yaitu “Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan Yang Tangguh”. Maknanya amat jelas yaitu hanya melalui institusi yang tangguhlah kedamaian dan keadilan bagi masyarakat dapat diwujudkan (IDLO, 2022).

Faktor utama dari permasalahan yang terjadi yaitu karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. Ketika alokasi dana tidak dipublikasikan dengan jelas, terdapat risiko penyalahgunaan wewenang oleh pihak-pihak tertentu, seperti petinggi institusi yang memiliki akses langsung terhadap pengelolaan keuangan. Ketika dana yang seharusnya dipergunakan untuk pengembangan fasilitas, penelitian, dan kesejahteraan mahasiswa disalahgunakan, bukan hanya kualitas pendidikan yang terancam, melainkan juga kesempatan mahasiswa untuk berkembang secara maksimal. Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pendidikan dan ketidakjelasan dalam proses penanganannya juga menciptakan ketidakpercayaan di kalangan mahasiswa yang akan berpotensi merusak reputasi institusi. Artinya, tata kelola yang baik dibutuhkan untuk mewujudkan institusi yang tangguh (Fauziah et al., 2022).

Kasus korupsi di lingkup perguruan tinggi juga menghambat pencapaian yang terdapat pada poin ke-4 Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu mengenai pendidikan berkualitas. Jika lingkungan akademik tidak menekankan etika dan nilai-nilai kejujuran, maka praktik-praktik korupsi dapat berkembang dengan subur. Pendidikan yang menanamkan nilai-nilai moral dan etika diharapkan dapat menciptakan generasi yang lebih bertanggung jawab dan berintegritas.

Kasus korupsi yang terjadi pada pembangunan gedung Fakultas Kedokteran, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, dimulai pada saat terlaksananya proyek pengadaan konsultansi manajemen konstruksi yang dijalankan pada tahun 2021. Proyek ini diatur melalui Surat Perjanjian Nomor 006/UN61/T/SP-UM/2021, dengan jumlah total anggaran mencapai Rp1.084.826.050. Proyek ini bertujuan untuk membangun gedung yang akan digunakan oleh Fakultas Kedokteran sebagai sarana prasarana untuk mendukung kegiatan akademis dan operasional para mahasiswa. Akan tetapi, dalam proses pembangunan gedung tersebut, telah ditemukan adanya ketidakkorelasian terhadap pembayaran dan pengelolaan di proyek tersebut. Hal ini menimbulkan kerugian uang negara yang diperkirakan sekitar Rp 848 juta. Selisih ini didapat dari pembayaran yang diduga tidak sesuai dengan pekerjaan dan perjanjian yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati dalam kontrak.

Dugaan terjadinya kasus korupsi ini melibatkan dua orang tersangka berinisial GAP dan CT, dengan peran mereka yang signifikan terhadap keberlangsungan proyek tersebut. Kedua tersangka tersebut diduga memanipulasi pengelolaan dana proyek yang tidak sesuai dengan spesifikasi atau kualifikasi yang sesuai dengan perjanjian kontrak. Kejari Depok secara resmi menetapkan GAP dan CT sebagai tersangka setelah mengumpulkan semua bukti-bukti yang diperlukan, dan keduanya segera ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cilodong, Kota Depok. GAP dan CT dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 junto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dugaan kasus korupsi ini tentunya mencoreng proyek pembangunan yang seharusnya ditujukan untuk mendukung pendidikan tinggi pada bidang kedokteran. Proses hukum yang sedang dijalani terhadap tersangka GAP dan CT menjadi langkah yang penting dalam penegakan hukum di sektor pendidikan, sekaligus menjadi peringatan bagi institusi lain agar lebih ketat dalam akuntabilitasnya dalam mengelola proyek pemerintah.

Pembahasan

Menurut Cut Alma Nuraifah (2020), model komunikasi konvergensi diartikan sebagai proses komunikasi yang berfokus pada kesepakatan bersama antara pihak-pihak yang terlibat, dengan tujuan mencapai pemahaman yang saling menguntungkan (konsensus). Dalam model ini, komunikasi dianggap efektif jika para pelaku komunikasi berhasil mencapai pemahaman bersama. Tidak ada lagi perbedaan peran antara pengirim dan penerima informasi; semua pihak disebut sebagai partisipan yang aktif berpartisipasi dalam proses komunikasi. Model konvergensi menjadi pendekatan yang relevan dan efektif untuk mengatasi masalah korupsi di lingkungan pendidikan karena berfokus pada interaksi dua arah, dialog terbuka, dan pembentukan pemahaman bersama di antara semua pemangku kepentingan. Dalam konteks ini, korupsi yang terjadi pada proyek pembangunan gedung fakultas harus diatasi melalui kolaborasi aktif seluruh pemangku kepentingan. Mahasiswa, sebagai pengguna langsung fasilitas pendidikan menjadi pihak yang paling terdampak, perlu diberdayakan untuk memahami korupsi dan menjadi agen perubahan karena berperan penting dalam memastikan transparansi dalam pembangunan. Pihak kampus seperti dosen, staf dan administrasi kampus, memiliki peran penting dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas di lingkungan kampus. Pihak eksternal seperti kontraktor yang terkait dengan pembangunan fisik gedung fakultas juga perlu dilibatkan untuk menjamin bahwa proses pembangunan dilakukan dengan jujur dan terbuka sesuai dengan standar etika yang berlaku. Setiap pihak memiliki pandangan dan kepentingan berbeda yang harus diakomodasi dalam dialog terbuka untuk mencapai konsensus mengenai transparansi dan akuntabilitas.

Proses komunikasi yang terjadi dalam model konvergensi bersifat interaktif, di mana dialog berlangsung secara dinamis antara mahasiswa dan pihak kampus. Misalnya, mahasiswa bisa dilibatkan dalam pertemuan atau forum transparansi yang bertujuan untuk membahas progres pembangunan gedung, penggunaan anggaran, serta adanya pengawasan yang lebih ketat. Proses ini memungkinkan semua pihak untuk berbagi informasi, mengidentifikasi masalah yang mungkin timbul, dan bersama-sama menemukan solusi yang dapat diterima oleh semua. Salah satu solusi konkret yang dapat dihasilkan melalui dialog ini adalah pembentukan badan pengawas independen untuk memantau proyek pembangunan atau penerapan sistem transparansi anggaran yang dapat diakses oleh mahasiswa. 

Teknologi dan media sosial juga memainkan peran penting dalam mendukung proses konvergensi. Platform digital bisa digunakan untuk memfasilitasi akses informasi terkait pembangunan gedung, sehingga mahasiswa dapat memantau perkembangan secara real-time. Selain itu, kampus dapat menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi yang transparan, seperti laporan anggaran, hasil audit, dan jadwal pembangunan. Dengan adanya akses terhadap informasi yang transparan, mahasiswa, dan pihak lain dapat melakukan pengawasan yang lebih efektif terhadap proyek pembangunan, sehingga mencegah praktik-praktik korupsi.

Keberhasilan proses konvergensi ini dapat diukur melalui beberapa indikator, seperti pengurangan kasus korupsi yang dilaporkan, meningkatnya partisipasi mahasiswa dalam pengawasan pembangunan, dan adanya kebijakan transparansi yang diterapkan oleh kampus. Namun, tantangan tetap ada, seperti resistensi dari pihak yang merasa tidak diuntungkan oleh transparansi atau kurangnya kesadaran mahasiswa terhadap pentingnya pemberantasan korupsi. Tantangan ini bisa diatasi melalui pendidikan antikorupsi yang berkelanjutan dan peningkatan kesadaran di kalangan mahasiswa mengenai peran mereka dalam menjaga integritas kampus.

Melalui model komunikasi konvergensi, pemberantasan korupsi di lingkungan pendidikan dapat dicapai dengan melibatkan semua pihak dalam dialog yang konstruktif dan terbuka. Dengan demikian, kesadaran mahasiswa terhadap bahaya korupsi tidak hanya meningkat, tetapi juga diiringi oleh tindakan konkret dalam mencegah dan mengatasi masalah tersebut.

Hadirnya media sosial sebagai wadah penyebaran informasi menjadi suatu fenomena pergeseran cara melakukan komunikasi yang dahulu hanya dapat dilakukan secara tatap muka menjadi lebih fleksibel dan menjangkau lebih banyak khalayak dalam waktu singkat. Dengan munculnya media sosial, semua orang bisa jadi komunikator sekaligus komunikan. Semua orang bisa memproduksi dan menyebar informasi (Jaya, 2020). Berdasarkan hal tersebut, media sosial menjadi wadah utama yang dapat digunakan secara masif untuk menyebarkan informasi dalam pencegahan potensi-potensi korupsi di masa mendatang. Penggunaan media sosial dalam hal ini bisa dilakukan melalui transparansi informasi terkait anggaran yang dikeluarkan untuk upaya pembangunan dan dana pendidikan. Selain itu, pihak universitas juga dapat memperkuat komitmen dalam pemberantasan korupsi melalui official account dengan membagikan postingan-postingan yang dapat mengedukasi audiens terkhususnya mahasiswa terkait bahaya laten korupsi. 

Pendidikan anti korupsi bagian dari upaya yang sistematis yang diberikan kepada peserta didik yang merupakan masyarakat berupa pengetahuan, sikap, norma-norma, dan keterampilan yang dibutuhkan sehingga mereka mampu mencegah dan meminimalisir peluang untuk melakukan korupsi. Bukan hanya meminimalisir, diharapkan mereka mampu untuk menolak segala pengaruh buruk yang mengarah pada kejahatan korupsi (Handoyono, 2013).

Pendampingan dalam terlaksananya pendidikan karakter dan budaya antikorupsi bagi satuan pendidikan merupakan salah satu bagian dari perjanjian kerjasama antara KPK dan empat kementerian. Pendampingan ini dilakukan melalui pelatihan dan pendidikan untuk mengukur keberhasilan yang memiliki objektivitas menyerap pengetahuan dan meningkatkan keterampilan yang sudah dirancang sesuai dengan tujuan pelatihan. Selain menyelenggarakan pelatihan untuk guru, terutama guru PPKn, KPK juga memiliki program Anti-Corruption Teacher Supercamp. Program ini dihadirkan dengan maksud untuk meningkatkan dukungan terhadap pendidikan antikorupsi dengan memberdayakan kreativitas guru dalam mengembangkan berbagai model pengajaran antikorupsi di sekolah. Teacher Supercamp diadakan pada tahun 2015 dan 2016 dengan 50 peserta, serta tahun 2017 dengan 100 peserta.

Sebagai bentuk dukungan dalam implementasi Pendidikan Antikorupsi (PAK) sekaligus dalam meningkatkan kapasitas guru atau pendidik, KPK bersama Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam proses menyusun kurikulum antikorupsi yang akan diserahkan kepada guru melalui program Pendidikan Profesi Guru (Yulika, n.d.). Merujuk pada Catatan Masyarakat Sipil terhadap Kinerja KPK 2015-2019, KPK telah melakukan upaya mereka dalam membuat berbagai inovasi untuk memberikan edukasi kepada publik, salah satunya kepada para guru yang akan terjun langsung untuk mengajar siswa. Berbagai program ini dinilai efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan kapasitas antikorupsi. Akan tetapi, kegiatan ini sebaiknya tidak hanya bersifat semata-mata demi menjalankan sebuah program, tetapi juga memiliki rencana dan manfaat jangka panjang. Misalnya, para alumni Teacher Supercamp dan Anti-Corruption Youth Camp belum mendapatkan pendampingan atau tindak lanjut terhadap aktivitasnya (Sipil, 2020).

Kesimpulan

Korupsi di sektor pendidikan, seperti yang terlihat pada kasus pembangunan gedung MERCe di UPN “Veteran” Jakarta, menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan pembangunan infrastruktur yang seharusnya dapat menunjang proses belajar mengajar. Praktik-praktik korupsi ini menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pendidikan, serta peran mahasiswa sebagai agen perubahan untuk meningkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai integritas. Melalui model komunikasi konvergensi dan pemanfaatan media sosial, mahasiswa dan pihak kampus dapat berkolaborasi dalam mengawasi dan mencegah korupsi. Dengan demikian, diharapkan tercipta budaya anti-korupsi yang kokoh di lingkungan pendidikan, yang pada akhirnya akan mendukung tercapainya pendidikan yang berkualitas dan berintegritas sesuai dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs).

Penulis:
1. Dzikra Azizah
2. Nasywa Zaaidah
3. Olivia Simanjuntak
4. Zahra Malikha 

Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi – Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Referensi

Anggi, B. (2022). Penyadaran Generasi Muda Terhadap Perilaku Antikorupsi Melalui Pendidikan Antikorupsi. Ganesha Civic Education Journal, 4(2), 278-286.

B, A. (2022). Penyadaran Generasi Muda Terhadap Perilaku Antikorupsi Melalui Pendidikan Antikorupsi. Ganesha Civic Education Journal, 4(2), 278-286.

Efendi, E., Ayubi, M., & Aulia, N. (2023). Model-model Komunikasi Linear. Jurnal Pendidikan dan Konseling, 5(1), 3899-3906. https://doi.org/10.31004/jpdk.v5i1.11635

Fauziah, N. M., & Lubis, R. K. (2022). Sound Governance: Model Kolaborasi Multilevel sebagai Upaya Pencegahan Korupsi dalam Pemerintahan Desa. Jurnal Ilmu Administrasi Negara ASIAN (Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara), 10(2), 440-451.

H, J. (2006). New York University Press. Convergence Culture: where old and new media collide. New York University, 307-319.

IDLO. (2022). People-centred governance in a post-pandemic world.

Jaya, P. H. I. (2020). Media sosial, komunikasi pembangunan, dan munculnya kelompok-kelompok berdaya. Jurnal Kajian Komunikasi, 8(2), 166-178.

Jenkins, H. (2006). Convergence Culture: where old and new media collide. New York University Press, 307-319.

K, S. (2021). Analisis Kebijakan Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi. Jurnal Justiqa, 3(1), 45-58.

Kasus Korupsi di UPN Veteran Jakarta, Kejari Depok Tetapkan 2 Tersangka. (2024, June 5). Metro. Retrieved October 10, 2024, from https://metro.tempo.co/read/1876414/kasus-korupsi-di-upn-veteran-jakarta-kejari-depok-tetapkan-2-tersangka

Laporan KPK – Laporan Tahunan. (n.d.). KPK. Retrieved October 10, 2024, from https://www.kpk.go.id/id/publikasi-data/laporan/laporan-tahunan

Lindstedt, C., & Naurin, D. (2010). Transparency is not enough: Making transparency effective in reducing corruption. International Political Science Review, 31(3), 301-322.

N, P. A., Fernando R., L, P. C., M, A. S., & D, N. (2024). PENGARUH KORUPSI DALAM PERKEMBANGAN EKONOMI DI INDONESIA. MERDEKA. Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(3), 50-57.

Napisa, S., & Yustio, H. (2021). Korupsi di Indonesia (penyebab, bahaya, hambatan dan upaya pemberantasan, serta regulasi) kajian literatur manajemen pendidikan dan ilmu sosial. Jurnal Manajemen Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2(2), 564-579.

Pambudi, A. (2022). Potensi Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan Akademisi. Jurnal Ilmu Administrasi Negara ASIAN (Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara), 10(2), 434-439.

Prihanto, D. A. (2024, Juni 5). Kejari Depok Tahan 2 Orang Tersangka Kasus Korupsi Pembangunan Gedung UPN Veteran Jakarta. liputan6. Retrieved Oktober 10, 2024, from https://www.liputan6.com/news/read/5612951/kejari-depok-tahan-2-orang-tersangka-kasus-korupsi-pembangunan-gedung-upn-veteran-jakarta?page=4

Putri, A. N., Fernando, R., Putri, C. L., Alkasadi, S. M., & Nurrohmat, D. (2024). PENGARUH KORUPSI DALAM PERKEMBANGAN EKONOMI DI INDONESIA. MERDEKA: Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(3), 50-57.

Surbakti, K., & Surbakti, K. (2021). Analisis Kebijakan Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi. Jurnal Justiqa, 3(1), 45-58.

2022 Corruption Perceptions Index: Explore the… – Transparency.org. (n.d.). Transparency International. Retrieved October 10, 2024, from https://www.transparency.org/en/cpi/2022/index/nzl

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI