Segerakan Pembaharuan KUHAP Guna Beri Keadilan pada Masyarakat, Bukan Rasa Adil

Law
Sumber: istockphoto, Karya: simpson33.

Pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah menjadi kebutuhan mendesak, mengingat hukum yang digunakan saat ini merupakan adaptasi dari Herzien Indonesisch Reglement (HIR) yang dirancang pada tahun 1926 oleh Belanda.

Meskipun pembaharuan KUHAP telah dimulai sejak 2009-2012, hingga saat ini belum ada progres yang signifikan. Sebaliknya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah diperbarui dengan disahkannya UU Nomor 1 Tahun 2023. Melihat perkembangan ini, ada sejumlah alasan mengapa pembaharuan KUHAP perlu disegerakan.

Pertama, relevansi penggunaan KUHAP dalam konteks masyarakat saat ini sudah tidak relevan. KUHAP yang diadaptasi dari HIR tidak lagi mencerminkan dinamika masyarakat Indonesia modern. Kebutuhan akan hukum acara pidana yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman menjadi sangat penting, terutama untuk menghadapi tantangan baru dalam penegakan hukum yang lebih kompleks.

Bacaan Lainnya

Pembaharuan KUHAP harus memperhitungkan kondisi sosial dan teknologi saat ini, yang tidak tercermin dalam HIR. Contohnya saja seperti pada pasal 184 ayat (1) yang belum menjelaskan secara eksplisit mengenai bukti digital dan elektronik.

Kedua, KUHAP yang ada lebih menekankan pada keadilan prosedural. Konsep ini, sesuai dengan pandangan 1John Rawls, berfokus pada proses yang adil tanpa memperhatikan konteks individu. Semua pihak diperlakukan sama dalam proses hukum, namun pendekatan ini tidak selalu memperhatikan kebutuhan spesifik atau hak-hak individu.

Kasus Sinta, misalnya, seorang perempuan yang membunuh dua begal dalam rangka mempertahankan diri, menjadi contoh bagaimana keadilan prosedural ditegakkan tanpa memperhatikan keadilan substantif.

2Ronald Dworkin menegaskan bahwa keadilan substantif penting karena mempertimbangkan situasi dan hak individu dalam setiap kasus. KUHAP baru perlu mencerminkan keseimbangan antara kedua jenis keadilan ini.

3Pandangan Prof. Satjipto Rahardjo dalam buku Biarkan Hukum Mengalir juga relevan di sini. Menurutnya, hukum harus diciptakan untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Artinya, hukum harus bersifat fleksibel dan adaptif terhadap perubahan masyarakat. KUHAP yang baru harus mencerminkan perubahan ini sehingga penegakan hukum dapat dilaksanakan lebih manusiawi dan berkeadilan.

Salah satu perbedaan signifikan dalam draf RKUHAP adalah penggabungan penyelidikan dan penyidikan dalam proses hukum pidana. Tujuan dari penggabungan ini adalah menyederhanakan proses serta meningkatkan pengawasan, mengingat banyak kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme terjadi di tahap penyelidikan.

Baca Juga: Analisis Yuridis Tindak Pidana Pemaksaan Sesuai dengan Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Namun, tantangan lain muncul karena undang-undang lain masih mengakui proses penyelidikan. Apabila penghapusan penyelidikan diterapkan di KUHAP, maka akan terjadi ketidakselarasan dengan undang-undang lainnya.

Lalu ditiadakannya tahapan penyelidikan membuat semua laporan akan dilakukan penyidikan sehingga proses tersebut akan menambah beban POLRI yang nantinya akan berpengaruh pada efektivitas kinerja POLRI itu sendiri. Meskipun begitu pembaharuan KUHAP juga diharapkan dapat memperbaiki instansi penegak hukum.

Langkah ini diperlukan untuk memastikan penegakan hukum yang lebih transparan. Dengan mengatasi masalah di tingkat fundamental, seperti yang ditawarkan RKUHAP, diharapkan penegakan hukum di Indonesia bisa lebih efisien dan berkeadilan.

Baca Juga: Tindak Pidana Ringan, Kategori dan Pengaturan serta Cara Penyelesaiannya

Melihat manfaat yang dapat diperoleh masyarakat dari penegakan hukum yang lebih adil, pemerintah perlu segera membahas dan mengesahkan RKUHAP. Langkah ini harus didasarkan pada evaluasi mendalam terhadap situasi saat ini dan memastikan bahwa hukum yang berlaku mencerminkan keadilan substantif, yang berfokus pada kepentingan masyarakat luas.

1 John Rawls, A Theory of Justice (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1971), 74-78.

2 Ronald Dworkin, Taking Rights Seriously (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1977), 150- 170

3 Biarkan Hukum Mengalir: Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum (Jakarta: Kompas, 2009)

Penulis: Habibi Pramatya (NIM: 11000124140829)
Mahasiswa Hukum Universitas Diponegoro

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Daftar Pustaka

Dworkin, Ronald. Taking Rights Seriously (1977)

https://regional.kompas.com/read/2022/04/14/163355478/bunuh-2-begal-dan-jadi- tersangka-sinta-saya-terpaksa-melawan-kalau-mati?page=all

Rawls, John. A Theory of Justice (1971).

https://ujh.unja.ac.id/index.php/home/article/download/20/8/167

Biarkan Hukum Mengalir: Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum (Jakarta: Kompas, 2009)

https://www.hukumonline.com/klinik/a/alat-bukti-sah-menurut-pasal-184-kuhap- lt657ae25924ac9/#:~:text=Dalam%20Pasal%20184%20ayat%20(1,%2C%20petu njuk%2C%20dan%20keterangan%20terdakwa.

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI