Penyalahgunaan Kendaraan Dinas oleh PNS

penyalahgunaan kendaraan dinas plat merah
Contoh Penyalahgunaan Kendaraan Dinas

Bukan hal yang aneh, jika penggunaan kendaraan dinas operasional pelat merah sering dipergunakan bukan dalam jam kerja dan untuk kepentingan dinas, bahkan hal tersebut sering terlihat di tempat-tempat wisata juga tempat perbelanjaan. Inilah yang disebut sebagai penyalahgunaan kendaraan dinas.

Kelancaraan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional terutama tergantung dari kesempurnaan aparatur negara dan pada pokoknya tergantung dari kesempurnaan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Kedudukan Pegawai Negeri Sipil dalam setiap organisasi pemerintahan mempunyai peranan yang sangat penting, sebab PNS merupakan tulang punggung pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional.

Bacaan Lainnya

Adanya Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Negara, dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bermutu tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.

Baca juga: Resistensi ASN Pindah ke IKN, Solusinya?

Untuk membina Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang demikian itu, antara lain diperlukan adanya peraturan disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati, atau larangan dilanggar. Namun, masih banyak pejabat maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menggunakan kendaraan dinas tidak pada tempatnya.

Mereka tidak memisahkan kendaraan dinas untuk kegiatan dinas dan untuk kegiatan pribadi. Pejabat yang menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi disebabkan rendahnya kesadaran hukum, lemahnya pengawasan dari SKPD terkait, dan belum adanya aturan jelas yang mengatur penggunaan kendaraan dinas pada jam–jam kerja.

Kondisi ini menjadi contoh yang buruk yang dapat menjatuhkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas moral penyelenggara negara. Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak mengizinkan kendaraan dinas yang melekat setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) digunakan untuk keperluan mudik lebaran oleh pejabat maupun pegawai.

Larangan penggunaan pelat merah untuk kepentingan mudik lebaran, merupakan ketentuan yang terus diterapkan Pemerintah jika ada pejabat yang ketahuan tetap menggunakan kendaraan dipastikan terkena sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Baca juga: Generasi Milenial, Kebuntuan Birokrasi dan Kebocoran Lainnya

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah Pasal 12 Ayat (3) huruf (d) menyatakan bahwa “Menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD yang dipimpinnya”, serta huruf (e) berbunyi “Mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya”.

Oleh karena itu, akan lebih baik jika kita mampu segera mengembalikan konsepsi kendaraan dinas sebagai fasilitas atau alat bantu para penyelenggara negara untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan kepemerintahan kepada masyarakat. Penyalahgunaan atau ketidaktepatan pemanfaatan kendaraan dinas operasional milik negara yang dibiayai oleh rakyat, akan menciderai perasaan rakyat (common sense).

Visi Pembangunan hukum di Indonesia mewujudkan negara hukum yang adil dan demokratis melalui pembangunan sistem hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan rakyat dan bangsa dalam bingkai Negara

Kesatuan Republik Indonesia untuk melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD NRI 1945). Berdasarkan dengan hal tersebut, Pasal 23 UUD NRI 1945 dalam Perubahan Ketiga menyatakan sebagai berikut:

  1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
  2. Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah;
  3. Apabila dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun yang lalu. Pasal 1 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Menurut Indonesian Coruption Watch (ICW) Keuangan Negara berarti semua hak dan kewajiban yang dinilai dengan uang dan segala sesuatu yang dapat dinilai dengan uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pada Pasal 1 menyatakan bahwa Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Baca juga: Birokrasi Lingkungan: Bersih atau Kotor?

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, mengatur tentang pengelolaan barang milik negara yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah menyatakan bahwa:

1. Barang milik negara/daerah meliputi:

  • Barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/APBD; atau
  • Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

2. Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

  • Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
  • Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
  • Barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; atau
  • Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang menyatakan bahwa Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas sebagai
    berikut :

a. Asas Fungsional

Asas Fungsional yaitu pengambilan keputusan dan pemecahaan masalah-masalah di bidang pengelolaan barang milik negara/daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan gubernur/bupati/walikota sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masingmasing.

b. Asas Kepastian Hukum

Asas Kepastian Hukum, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan Peraturan Perundang-Undangan.

c. Asas Transparansi dan Keterbukaan

Asas Transparansi dan keterbukaan, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik negara/daerah harus transparan terhadap masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar.

d. Asas Efisiensi

Asas Efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah diarahkan agar barang milik negara/daerah digunakan sesuai dengan batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara otimal.

e. Asas Akuntabilitas

Asas Akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik negara/daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

f. Asas Kepastian Nilai

Asas Kepastian Nilai, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindatanganan barang milik negara/daerah serta penyusunan neraca pemerintah.

Tetapi pada kenyataannya sekarang banyak aset negara digunakan untuk kepentinggan pribadi. Salah satu kasus penggunaan mobil dinas untuk pulang kampung atau mudik lebaran.

Penulis: T. Muhammad Ikram
Mahasiswa Prodi Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI