Pesan yang Terkandung dalam Tafsir QS. Al-Qashash Ayat 77

Pesan yang Terkandung dalam Tafsir QS. Al-Qashash Ayat 77

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.s Al-Qashash: 77)

Kata (فِيما) dipahami oleh Ibn Asyur mengandung makna terbanyak atau pada umumnya, sekaligus melukiskan tertancapnya ke dalam lubuk hati upaya mencari kebahagiaan  ukhrawi  melalui apa yang dianugerahkan Allah dalam kehidupan dunia ini. Dalam konteks Qorun adalah gudang-gudang tumpukan harta benda yang dimiliknya itu.

Firman-Nya (وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيا)  merupakan larangan atau mengabaikan bagian seseorang dari kenikmatan duniawi. Larangan itu dipahami oleh sementara ulama bukan dalam arti haram mengabaikannya, tetapi dalam arti mubah (boleh untuk mengambilnya) dan dengan demikian tulis Ibn Asyur ayat ini merupakan salah satu contoh penggunaan redaksi larangan untuk makna mubah atau boleh.

Bacaan Lainnya

Ulama memahami kalimat diatas dalam arti “Allah tidak mengecammu jika engkau mengambil bagianmu dari kenikmatan duniawi selama bagian itu tidak atas resiko kehilangan bagian kenikmatan ukhrawi.”Tanpa kalimat semacam ini, boleh jadi yang dinasihati itu memahami bahwa ia dilarang menggunakan hartanya kecuali untuk pendekatan diri kepada Allah dalam bentuk ibadah murni. Dengan kalimat ini, menjadi jelas bagi siapa pun bahwa seseorang boleh menggunakan hartanya untuk tujuan duniawi selama hak Allah menyangkut harta telah dipenuhi dan selama penggunaannya tidak melanggar ketentuan Allah.

Thabathaba’i memahami penggalan ayat ini dalam arti: Jangan engkau mengabaikan apa yang dibagi dan dianugerahkan Allah kepadamu dari kenikmatan duniawi, mengabaikannya bagaikan orang yang melupakan sesuatu dan gunakanlah hal itu untuk kepentingan akhiratmu karena hakikat nasib dan perolehan seseorang dari kehidupan dunia ini adalah apa yang dia lakukan untuk akhiratnya karena itulah yang kekal untuknya.

Kata (نصيب), ulama berpendapat bahwa nasib manusia dari kekayaan dunia hanyalah: “apa yang dimakan dan habis termakan, apa yang dipakai dan punah tak dapat dipakai lagi, serta apa yang disedekahkan kepada orang lain dan yang akan diterima ganjarannya di akhirat nanti.” Pendapat yang lebih baik adalah yang memahaminya dalam arti segala yang dihalalkan Allah.

Kata (أحسن) berarti baik. Kata yang digunakan ayat ini berbentuk perintah. Akan tetapi, objeknya tidak disebut sehingga ia mencakup segala sesuatu yang dapat disentuh oleh kebaikan, bermula terhadap lingkungan, harta benda, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, baik orang lain maupun diri sendiri. Bahkan terhadap musuh pun dalam batas-batas yang dibenarkan.

Banyak pesan yang terdapat dalam kandungan ayat di atas. Ada yang memahaminya secara tidak seimbang dengan menyatakan bahwa ini adalah anjuran untuk meninggalkan kenikmatan duniawi dengan membatasi diri pada kebutuhan pokok saja. Ada juga yang memahaminya sebagai tuntunan untuk menyeimbangkan kepentingan hidup duniawi dan ukhrawi. Sebagaimana riwayat yang menyatakan: “bekerjalah untuk duniawi seakan-akan engkau tidak akan mati, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati esok.”

Tim Penulis:
1. Cici Tri Mulyani
Mahasiswa Ekonomi Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia
2. Nur Zaytun Hasanah
Alumni Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Sumber Referensi:
Dhofier, Zamakhsyari. 2011. Tradisi Pesantren : Studi Pandangan Hidup Kyiai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta : LP3ES.
Hamka. 1978. Tafsir Al-Azhar. Surabaya : Yayasan Ltimojong.
Katsier, Ibnu. 1990. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier. Surabaya : PT. Bina Ilmu Offset.
Shihab, M. Quraish. 2009. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta : Lentera Hati.
http://stail.ac.id/index.php/2013-01-28-08-12-21/jurnal/127-tafsir-tarbawi-pendidikan-dalam-perspektif-al-qur-an
Kailany HD., Islam dan Aaspek-aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000),hlm. 241.
Rachmat Djatmika, Sistem Etika Islam, (Jakarta: Panjimas, 1996), hlm. 12.
Mahjuddin, Pendidikan Hati (Kajian Tasawuf Amali), (Jakarta: Kalam Mulia, 2001),hlm. 4.
Moenawar Cholil, Definisi dan Sendi Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), hlm. 53.

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI