Tradisi Kan Ku Bawa Kabur Cinta Kita ke Pelaminan di Lombok, Nusa Tenggara Barat

Bawa Kabur Cinta Kita

Semua orang tentunya pernah mengalami jatuh cinta. Jatuh cinta adalah perasaan yang menimbulkan keterikatan, keintiman, dan hasrat pada orang lain. Bisa dikatakan cinta adalah salah satu hal paling penting di dunia ini, rasanya hidup semua orang akan lebih baik jika cinta hadir di dalamnya.

Untuk mengekspresikan rasa cinta dan keseriusan dalam hubungan tentunya setiap orang memiliki cara masing-masing, salah satunya adalah dengan cara menikah. Menikah bisa dikatakan sebagai bukti nyata untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius bersama pasangan.

Setiap pernikahan tentunya memiliki tradisi dan keunikannya masing-masing. Salah satu tradisi pernikahan yang sangat unik menurut saya adalah tradisi “pelaik”. Kata pelaik memiliki arti menculik. Jadi, arti dari tradisi pelaik merupakan pernikahan yang diawali dari menculik wanita sebelum terjadinya pernikahan.  

Bacaan Lainnya

Tradisi ini adalah tradisi turun-temurun yang sudah dilakukan masyarakat Lombok sejak dahulu kala. Tradisi ini dimulai ketika kedua pasangan wanita dan pria membuat janji dan sama-sama setuju untuk melakukan pernikahan sesuai tradisi yang berlaku.

Baca juga: Bicara Tentang Cinta dan Nafsu

Uniknya, perjanjian ini tentunya tanpa sepengetahuan kedua orang tua dari kedua belah pihak yang ingin menikah. Apabila wanita setuju untuk melakukan pernikahan sesuai tradisi pelaik, pria akan memberitahu salah seorang keluarga, biasanya paman atau bibi.

Paman atau bibi ini nantinya akan memberikan bantuan berupa rumah singgah tempat si wanita untuk menginap sampai adanya persetujuan dari pihak pria. Setelah pihak pria dinyatakan setuju, si wanita akan dibawa ke rumah pria sampai menunggu keputusan dari pihak wanita.

Untuk mencapai keputusan, biasanya akan dibantu oleh Kepala Dusun dan perwakilan dari keluarga pria (bukan kedua orangtua pria), proses persetujuan ini merupakan proses yang sangat lama karena pihak keluarga wanita tidak mengetahui bahwa anaknya akan menikah sehingga banyak menimbulkan histeris dari pihak wanita.

Selain itu, saat pertemuan dengan Kepala Dusun nanti, pihak wanita juga nanti akan meminta mahar sesuai dengan derajat pendidikan yang sudah ditempuh wanita. Semakin tinggi derajat wanita, maka semakin tinggi pula maharnya.

Baca juga: Sudah Saatnya kita Mulai Mencintai Diri Sendiri

Proses ini biasanya selesai dalam kurun seminggu sampai dua minggu karena kedua keluarga harus berembuk, bernegosiasi dan sama-sama menerima hasil keputusan mahar nanti. Setelah tercapainya keputusan mahar yang sesuai, kedua belah pihak akan melaksanakan ijab qobul di rumah pihak pria yang kemudian dilanjutkan dengan acara “nyongkolan”.

Nyongkolan merupakan acara selamatan atau seru-seruan yang diiringi dengan alat musik dan musik tradisional bernama “cilokak” atau “gendang belek”.

Sembari diiringi musik-musik tradisional, kedua pasangan pengantin akan berjalan diiringi keluarga besar dan berjalan dari rumah pihak pria menuju ruamah pihak wanita.

Yang membuat tradisi pelaik semakin menarik dan unik adalah dari awal terjadinya pelaik sampai ijab qobul dimulai, orangtua pihak wanita maupun pria tidak melakukan interaksi apapun melainkan murni dilakukan oleh perwakilan keluarga saja.

Lalu bagaimana bila pihak wanita tidak setuju dengan pernikahan dan tradisinya? Maka tradisi “bales” akan terjadi. Tradisi bales artinya pemisahan, pengambilan atau penjemputan wanita yang dilakukan oleh pihak keluarga wanita ke rumah pria.

Setelah menjelaskan garis besar tradisi pernikahan Lombok tentunya akan menimbulkan banyak opini, baik opini yang mendukung maupun opini menentang.

Baca juga: Kisah Cinta Suci Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah binti Rosulullah

Apabila dilihat dari sisi etika dan moral tentunya banyak orang yang akan menentang karena suatu pernikahan haruslah diawali dengan persetujuan yang baik-baik dan dirembukkan bersama secara matang.

Lalu, “menculik” tanpa sepengetahuan orangtua juga bukanlah hal yang patut ditiru mengingat pernikahan adalah suatu hubungan sakral dan tidak bisa dianggap remeh karena tak sedikit juga terjadinya penolakan tradisi pelaik dari pihak wanita karena kurangnya kesiapan pihak pria dalam menjalani hubungan rumah tangga dan tentunya akan mempermalukan keluarga pihak pria.

Tak sedikit juga, masyarakat Lombok yang tidak ingin menggunakan tradisi pelaik dan lebih memilih menggunakan lamaran mengingat modernisasi yang sudah mendominasi.

Tradisi memanglah tradisi. Sudah dilakukan turun-temurun dan memiliki keunikannya sendiri. Dan bila tradisi “pelaik” ini dilihat dari segi keunikannya 98/100 merupakan nilai yang tepat karena proses yang terbilang tidak biasa. Meskipun begitu, kita juga harus menghormati setiap keputusan yang dipilih karena pernikahan adalah hubungan sakral yang mengikat dua insan sehidup-semati.

Tradisi unik seperti ini haruslah terus dilestarikan dan seluruh dunia harus tau bahwa inilah Lombok dan inilah Indonesia dengan segudang tradisi unik yang tidak akan ditemukan di seluruh penjuru negara manapun.

Penulis: Giantsany E. Caya Nismara
Mahasiswa Prodi Teknik Biomedis Universitas Airlangga

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI