Menebar Pesan-Pesan Ilahi di Balik Ramadhan

pict from Pexels by Khats Cassim.

Berbicara tentang Ramadhan adalah berbicara tentang bulan yang penuh dengan keberkahan, bulan yang suci, bulan dihapuskannya dosa-dosa baik yang telah lalu maupun yang sekarang, bulan di mana setan-setan dan jin dibelenggu.

Bulan di mana dilipatgandakannya semua amalan-amalan yang dikerjakan, bulan di mana kita umat Islam sudah saatnya memanen pahala, serta bulan yang penuh dengan ampunan. Akan tetapi, saat ini Ramadhan telah berlalu.

Pertanyaannya, apa yang sudah kita dapatkan dari perginya bulan Ramadhan? Atau justru kita malah tidak mendapatkan apa-apa? Apakah di antara kita sudah betul-betul menjauhkan diri dari perbuatan maksiat? Atau justru malah melakukannya?

Baca Juga: Keberkahan di Bulan Ramadhan

Bacaan Lainnya

Di bulan suci Ramadhan yang lalu, tentu saja setiap muslim harus menjauhi berbagai macam maksiat, agar puasanya tidak sia-sia juga tidak mendapatkan lapar dan dahaga saja. Puasa menjadi sia-sia disebabkan bulan Ramadhan masih diisi dengan berbagai maksiat.

Padahal dalam berpuasa, seharusnya setiap orang berusaha menjaga lisannya dari berbagai perbuatan maksiat, dari perkataan dusta, dan lain-lain. Ketika salat pun, kita seharusnya mampu untuk menjauhkan diri dari perbuatan yang keji dan tercela. Mengapa demikian? Sebab Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman:

Bacalah Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu Muhammad dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan ketahuilah mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari pada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut [29]: 45)

Akan tetapi pada faktanya tidak seperti itu. Banyak kaum muslim yang mereka salat tapi setelah salat ia lepas lagi kerudungnya. Banyak kaum muslim yang melakukan salat tapi setelah salat ia melakukan praktik riba, padahal sudah tahu kalau riba itu adalah haram.

Ada juga di antara kaum muslim yang mereka salat akan tetapi ia malah mengajak temannya untuk bermaksiat yaitu mengajak pacaran, berdua-duaan dengan yang bukan mahram di tempat yang sepi. Bahkan mereka salat, tapi ia masih saja melakukan ikhtilat, yaitu bercampur baur antara laki-laki dengan perempuan di satu tempat tanpa ada tujuan yang jelas dan alasan yang syar’i.

Baca Juga: MARHABAN YA RAMADHAN – Mencari Bekal Akhir

Ibadah dan amalan ketaatan bukanlah ibarat bunga yang mekar pada waktu tertentu saja. Jadi, ibadah salat 5 waktu, tadarus Al-Qur’an, salat berjamaah, salat sunnah malam, gemar bersedekah dan berbusana muslimah, bukanlah jadi ibadah yang musiman.

Namun, sudah seharusnya di luar bulan Ramadhan, juga tetap dijaga dan dilaksanakan. Para ulama seringkali mengatakan “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah hanya pada bulan Ramadhan saja.

Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan lantas terbesit dalam hatinya bahwa setelah lepas dari bulan Ramadhan akan berbuat maksiat pada Rabb-nya, maka sungguh puasanya itu akan tertolak dan tidak bernilai apa-apa.

Ingatlah, barang siapa yang melakukan amalan puasa, amalan salat, namun hanya ingin mengharapkan dunia, maka akan ada balasan dari Allah. Hal ini senada dan seirama dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:

Allah akan memberikan baginya dunia yang di cari-cari. Akan tetapi, amalannya akan lenyap di akhirat nanti karena mereka hanya ingin mencari keuntungan dunia. Di akhirat, mereka juga akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. As-Syura ayat 20)

Baca Juga: Mencari Ampunan Allah di Tengah-Tengah Pandemi

Janganlah berpuasa hanya untuk mengharapkan nikmat sehat semata. Karena jika niat puasanya hanya untuk mencapai kenikmatan dan kemaslahatan dunia, maka pahala melimpah di sisi Allah akan sirna walaupun dia akan mendapatkan nikmat dunia atau nikmat sehat.

Maka dari itu, puasa harus dilakukan dengan niat ikhlas untuk mengharap rida Allah Subhanahu wa ta’ala. Akan tetapi, barang siapa yang niat puasanya adalah untuk menggapai negeri akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya.

Barang siapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai-beraikan keinginannya, dunia pun tidak Ia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.

Tim Penulis:

1. Nuviza Nairowati
Mahasiswa Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia

2. Nurafni
Mahasiswa Ahwal Syakhshiyah, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

3. Nur Zaytun Hasanah
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Editor: Ika Ayuni Lestari

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses