Konflik Budaya di Indonesia: Ketika Perbedaan Tak Dipahami

Konflik Budaya di Indonesia: Ketika Perbedaan Tak Dipahami
Ilustrasi Menghargai Perbedaan

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keberagaman dari bahasa, adat, hingga tradisi. Namun, keberagaman tidak selalu menghasilkan keharmonisan.

Di balik semangat Bhinneka Tunggal Ika, konflik budaya masih sering terjadi, baik secara tersurat maupun tersirat.

Masalah muncul ketika masyarakat tidak memahami atau menghargai perbedaan cara berinteraksi, berbicara, hingga menyampaikan penghormatan.

Salah satu contohnya yang sering terjadi adalah ketegangan antara penduduk asli dan penduduk pendatang.

Bacaan Lainnya

Pendatang kadang dianggap melanggar norma karena tidak mengikuti tata cara yang berlaku secara lokal, padahal kerap kali yang terjadi adalah ketidaktahuan terhadap kebiasaan budaya setempat.

Misalnya, gestur atau cara menyapa yang dianggap sopan di satu daerah, bisa dipandang kurang ajar di daerah lain.

Dalam perspektif komunikasi antarbudaya, persoalan ini muncul akibat perbedaan dalam cara menyampaikan makna melalui simbol dan konteks.

Baca Juga: Satu Indonesia, Banyak Budaya: Menjaga Keharmonisan lewat Komunikasi Antarbudaya

Konsep high-context dan low-context yang dikemukakan oleh Edward T. Hall (1976) menunjukan bahwa Indonesia termasuk budaya high-context di mana komunikasi mengandalkan simbol nonverbal, situasi, dan norma tidak tertulis.

Ketika orang dari budaya yang lebih langsung atau eksplisit berinteraksi dalam konteks seperti ini tanpa memahami “aturan tak terlihat”, konflik pun bisa terjadi.

Konflik budaya tidak hanya antarwilayah, tetapi juga muncul antargenerasi.

Gaya komunikasi generasi muda yang terbentuk dari budaya digital dan globalisasi sering dianggap tidak menghormati nilai-nilai tradisional oleh generasi yang lebih tua.

Sebaliknya, generasi muda merasa tidak bebas mengekspresikan diri karena merasa terkekang oleh aturan komunikasi yang dianggap kuno.

Hal ini bisa menciptakan ketegangan dalam keluarga, institusi pendidikan, maupun di tempat kerja.

Namun, konflik semacam ini bukan tidak bisa diselesaikan. Justru jika disikapi secara bijak, perbedaan budaya dapat menjadi kekuatan untuk membangun kebersamaan.

Yang dibutuhkan adalah pemahaman lintas budaya, yaitu kesadaran bahwa setiap budaya memiliki cara yang unik dalam menyampaikan maksud, dan semua itu layak dihormati.

Dengan mengintegrasikan pendidikan komunikasi lintas budaya di sekolah, agar sejak dini siswa terbiasa memahami dan menghargai perbedaan dalam cara berkomunikasi, dan juga memberikan pelatihan antarbudaya kepada aparatur publik, guru, dan mahasiswa agar mereka lebih siap menghadapi lingkungan sosial yang beragam.

Serta mendorong influencer dan content creator Indonesia untuk membuat konten edukasi di media sosial, agar masyarakat tidak hanya melihat keunikan budaya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai pengetahuan yang membangun empati.

Baca Juga: Menyelami Kedalaman Sastra Lisan Bagurau: Eksplorasi Unsur-Unsur yang Membentuk Identitas Budaya dan Nilai-Nilai Masyarakat

Indonesia memiliki keberagaman budaya yang luar biasa. Namun, keberagaman budaya tidak serta-merta menjamin harmoni.

Dibutuhkan kesadaran untuk saling memahami, saat kita mau belajar membaca makna di balik cara orang lain berbicara, memberi salam, atau menyampaikan hormat, kita sedang membangun jembatan pemahaman.

Hanya dengan cara inilah konflik budaya bisa berubah menjadi kolaborasi lintas budaya, dan keberagaman benar-benar menjadi kekuatan pemersatu bangsa.

 

Penulis: Bernadeta W. Mentari Rafra
Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses