Penegakan hukum merupakan fondasi utama dalam menjamin terciptanya keadilan, ketertiban, dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara dalam suatu negara hukum.
Di Indonesia, penegakan hukum menjadi perbincangan yang tidak pernah selesai diperbincangkan, karena selalu ada harapan, dan juga kekecewaan yang menyertainya.
Banyak masyarakat kalangan menengah ke bawah yang kerap kali mempersoalkan hukum di Indonesia telah ditegakkan dengan adil atau justru menjadi alat kekuasaan oleh masyarakat kalangan atas.
Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, mereka menggantungkan harapan besar pada aparat penegak hukum, terutama kepolisian dan lembaga peradilan. Dua institusi ini merupakan garda utama dalam menjamin keadilan, menegakkan aturan, serta memastikan hak-hak setiap warga negara dihormati.
Namun, dalam harapan tersebut sering berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada di lapangan. Sering kali kita menyaksikan berbagai kasus yang menyebabkan ketidakpercayaan publik, bahkan dapat menyebabkan konflik dari publik terhadap sistem hukum di negeri ini.
Kepolisian sebagai institusi penegak hukum pertama yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, memiliki peran penting dalam menciptakan rasa aman dan menegakkan keadilan.
Kepolisian tidak hanya bertugas menangkap pelaku kejahatan, tetapi juga melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Namun, ironisnya, masyarakat saat ini sudah kurang memercayai lembaga institusi kepolisian.
Ada masa di mana kepolisian dianggap berhasil dalam menjalankan tugasnya, seperti dalam penanganan kasus terorisme atau pengamanan acara besar.
Namun, berbagai kasus menunjukkan ketidakprofesionalan kepolisian seperti penyalahgunaan wewenang, dan tindakan represif terhadap masyarakat, kembali menggerus kepercayaan yang telah susah payah dibangun.
Jika aparat kepolisian berada di situasi ketidakpastian, maka lembaga peradilan adalah tempat terakhir bagi masyarakat untuk mencari keadilan.
Ironisnya, kepercayaan terhadap lembaga peradilan pun tidak lebih baik dari kepolisian. Pengadilan yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan, kerap kali menjadi tempat di mana keadilan bisa dibeli.
Baca Juga:Â Penegakan Hukum di Indonesia: Hasil Pengupayaan Kewajiban Warga Negara
Fenomena “mafia peradilan” telah lama menjadi rahasia umum. Isu-isu seperti suap hakim, campur tangan politik dalam putusan pengadilan, hingga vonis ringan terhadap koruptor menjadi permasalahan utama.
Salah satu kasus yang menjadi isu utama bagi peradilan Indonesia adalah penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Akil Mochtar, karena terlibat dalam praktik suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah. Kasus tersebut menunjukkan bahwa peradilan bisa dengan mudah disusupi oleh kepentingan pribadi dan politik.
Lebih menyakitkan lagi, vonis terhadap para pelaku korupsi sering kali tidak mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat. Seorang pencuri ayam bisa dihukum berbulan-bulan, sementara koruptor yang mencuri uang negara miliaran rupiah hanya dihukum ringan bahkan mendapatkan remisi.
Ketimpangan ini menciptakan persepsi bahwa hukum di Indonesia tidak berpihak pada keadilan, melainkan pada kekuasaan dan uang.
Meskipun berbagai kenyataan tersebut membuat masyarakat kecewa dan menimbulkan rasa tidak percaya, namun harapan untuk penegakan hukum di Indonesia yang adil tidak pernah padam. Harapan ini muncul bukan karena masyarakat naif, tetapi karena kesadaran bahwa perubahan hanya bisa terjadi jika tekanan dan aspirasi.
Penulis: Gusti Ngurah Brian Baskara Putra (NPM: 2440601210)
Mahasiswa Hukum Universitas Negeri Tidar
Editor: Ika Ayuni Lestari