Profesionalisme Tanpa Etika adalah Bahaya yang Nyata

Etika Profesionalisme
Ilustrasi Profesionalisme Tanpa Etika (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Di era sekarang, kata profesionalisme sering dianggap sebagai standar kesuksesan. Kita tumbuh dengan pemahaman bahwa profesionalisme hanya soal penampilan yang rapi, kerja yang efisien, disiplin waktu, dan keahlian teknis. Di balik gelar, jabatan dan target yang tercapai, ada satu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu etika.

Profesionalisme tanpa etika hanyalah kecakapan teknis tanpa nilai, yang melahirkan manusia-manusia yang ahli dalam pekerjaannya, tetapi kehilangan etika dan tidak peduli dengan nilai moral.

Orang yang profesional tanpa etika akan selalu bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, tapi dengan menghalalkan segala cara yang tidak etik. Profesionalisme tanpa etika bukan hanya berbahaya, tapi bisa merusak kepercayaan publik dan meruntuhkan fondasi moral masyarakat.

Kita bisa melihat banyak contoh di sekitar kita. Misalnya ada seorang pejabat yang terlihat rapi dan bicara cerdas, tapi ternyata korupsi. Atau bahkan mahasiswa yang aktif di banyak kegiatan, tapi menyontek saat ujian. Mungkin secara teknis mereka akan terlihat berhasil namun secara etik, mereka gagal total.

Bacaan Lainnya

Baca juga: Etika: Komponen Karier yang Sering diabaikan

Sebagai mahasiswa, kita tidak bisa tutup mata. Kita adalah calon-calon pemimpin, birokrat, dosen, pengusaha, bahkan presiden masa depan. Kalau sejak sekarang kita hanya diajarkan soal keahlian tanpa nilai moral, jangan heran kalau nanti kita punya banyak ahli tapi minim nurani.

Etika adalah kompas moral dalam setiap tindakan. Tanpa itu, profesionalisme bisa berubah menjadi alat pembenaran untuk melakukan hal-hal yang salah dengan cara yang terlihat benar. Ini bukan sekadar teori, ini kenyataan yang bisa kita lihat dalam kasus-kasus korupsi, manipulasi data, sampai skandal di dunia pendidikan dan kesehatan.

 

Lalu, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Pertama, mulai dari diri sendiri. Evaluasi diri lebih penting daripada sekadar menambah portofolio. Jangan hanya sibuk mengejar nilai tinggi, koleksi sertifikat, pengalaman organisasi, tapi lupa membangun kejujuran dan tanggung jawab pribadi. Apa gunanya pintar kalau tak bisa dipercaya? Dan apa artinya prestasi jika diraih dengan cara curang?

Selanjutnya, kita harus berhenti bersikap masa bodoh terhadap ketidakadilan dan penyimpangan yang kita lihat. Diam saat tahu ada yang salah, sama saja dengan ikut membenarkannya. Etika bukan hanya soal apa yang kita lakukan, tapi juga apa yang kita biarkan terjadi.

Etika menuntun profesionalisme agar tidak melenceng dan tetap berada di jalur yang benar. Etika mengingatkan kita bahwa kerja bukan sekadar capaian, melainkan tanggung jawab moral kepada sesama manusia. Etika adalah fondasi agar profesionalisme bukan hanya sekadar pencitraan.

Maka, jika kita benar-benar ingin menjadi profesional sejati, mulai sekarang kita harus belajar bukan hanya menjadi ahli, tapi juga menjadi manusia yang bermoral.

 

Penulis: Solfin Waruwu
Mahasiswa Manajemen, Universitas Katolik Santo Thomas 

Dosen Pengampu: Helena Sihotang S.E., MM

 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses