Satu Indonesia, Banyak Budaya: Menjaga Keharmonisan lewat Komunikasi Antarbudaya

Menjaga Keharmonisan lewat Komunikasi Antarbudaya
Gambar dibuat dengan AI.

Indonesia adalah negeri dengan banyak keberagaman di dalamnya. Keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia antara lain, budaya, suku atau etnis, agama, dan bahasa. Kita ketahui dari ujung Sabang hingga Merauke memiliki kebudayaan, adat istiadat, dan tentunya cara berkomunikasi yang berbeda-beda.

Bangsa Indonesia juga mempunyai semboyang yang dipegang kuat, yaitu semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Tetapi di dalam praktik nyata, banyak tantangan yang selama ini kurang disadari. Banyaknya keberagaman ini seringkali menimbulkan beberapa konflik antarbudaya.

Tantangan Komunikasi Antarbudaya di Indonesia

1. Ranah Tradisional

Menyadari bahwa masyarakat di Indonesia bersifat multikultural, nila dan norma dalam berkomunikasi tentunya dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisional dari budaya mereka.

Komunikasi antarbudaya bukan hanya merujuk pada komunikasi dengan bahsa yang berbeda, tetapi juga mengandung norma, nilai, cara pandang, ekspresi, dan nada atau gaya bicara.

Bacaan Lainnya

Misalnya, dalam budaya Batak atau Bugis, keterbukaan bisa menunjukkan ketulusan, sementara dalam budaya Jawa, terlalu blak-blakan dianggap tidak tahu unggah-ungguh atau tidak sopan.

Dalam budaya Batak atau Bugis biasanya menggunakan nada bicara yang tinggi, sedangkan Jawa biasanya lebih halus dan lembut. Akibatnya, keraguan tentang niat dan etika sering muncul saat masyarakat yang berbeda dari latar budaya ini berinteraksi satu sama lain.

2. Ranah Modern dan Digital

Ruang digital di era modern sekarang ini mempermudah berbagai macam kelompok untuk dapat saling berinteraksi. Tetapi hal ini juga justru membuat cepatnya penyebaran kesalahpahaman dan stereotip yang semakin kompleks.

Dalam ranah ini, media sosial digunakan sebagai tempat untuk berkomentar dan tidak jarang juga komentar tersebut dapat dengan mudah disalahartikan oleh individu dari kelompok yang berbeda. Misalnya dalam kelompok A hal ini hanya dianggap lelucon, tetapi menurut kelompok B, hal ini merupakan penghinaan.

3. Ranah Global

Karena kurangnya keterampilan komunikasi antarbudaya, banyak pekerja migran Indonesia yang menghadapi kesulitan berkomunikasi. Ini juga berlaku untuk mahasiswa Indonesia yang tinggal di luar negeri begitu juga sebaliknya yang merasa “terasing” karena perbedaan pendapat dan cara mereka berinteraksi.

Sebaliknya, orang asing yang bekerja di Indonesia atau turis sering kali tidak memahami adat istiadat lokal, yang dapat menyebabkan konflik kecil yang dapat berkembang menjadi masalah besar.

Menjaga Keharmonisan lewat Komunikasi Antarbudaya

Lalu, bagaimana upaya yang dapat kita lakukan untuk mengatasi berbagai konflik atau kesalahpahaman tersebut? Kita harus membangun sebuah jalan tengah, yaitu:

  1. Meningkatkan Pendidikan Multikultural, pendidikan multikultural hari diberikan sejak dini dan harus diperkuat, khususnya di sekolah. Kurikulum di dalam sekolah harus berisikan pemahaman tentang bagaimana cara berkomunikasi antarbudaya dengan mengutamakan toleransi untuk mencegah munculnya kesalahpahaman lintas budaya.
  2. Media Massa sebagai Alat Edukasi, media digital dan media massa memiliki peran penting untuk membentuk pemahaman atau persepsi individu tentang perbedaan antarbudaya. Platform digital harus diisikan dengan konten-konten yang berisikan dorongan untuk menjauhkan diri dari stereotip, menyuarakan empati, dan menghargai keberagaman. Konten-konten yang membuat konflik harus dihilangkan seperti dengan block konten.
  3. Publik sebagai Dialog, pemerintah dan masyarakat dapat mengadakan dialog untuk antarbudaya, seperti pembukaan forum lintas budaya dan suku, pertunjukan kesenian dari berbagai daerah, dan festival budaya.

Baca Juga: Menjaga Harmoni dalam Pelangi Budaya: Tantangan Komunikasi Antarbudaya di Indonesia

Komunikasi antarbudaya adalah inti dari hidup bersama dalam masyarakat yang beragam. Keharmonisan tidak dapat muncul jika kita hanya diam dan saling menghindar. Sebaliknya, keharmonisan harus dibangun melalui komunikasi yang terbuka, empatik, dan terdidik secara budaya.

Penulis: Bernadeta Aprilia D. Y. P.
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

 

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses