Menangis Bukanlah Sebuah Kelemahan: Ruang Sunyi untuk Emosi yang Terluka dalam Film “Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis”

Review Film Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis
Film Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis (Sumber: Media Sosial)

Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis adalah sebuah film yang disutradarai oleh Reka Wijaya Kusuma dan ditulis oleh Junisya Aurelita, Rezy Junio, Santy Diliana dan Alim Sudio. Film ini memiliki genre drama.

Film in diangkat dari lagu “Runtuh” yang di nyanyikan oleh Feby Putri dan Fiersa Besari, yang populer karena liriknya yang dapat menggambarkan seseorang yang sedang memendam luka batinnya sendiri. Lagu ini membuat Reka Wijaya Kusuma sebagai sutradara terinpirasi untuk membuat film ini tentang kesehatan mental dan trauma emosional.

Aktor dalam beperan dalam film ini, diantaranya Prilly Latuconsina sebagai Tari, Pradikta Wicaksono seebagai Baskara, Surya Saputra sebagai Pras atau ayah dari Tari, Ummi Quary sebagai Ica atau ibu dan Tari, dan pemeran pendukung lainnya.

Film ini menceritakan tentang Tari yang sedari kecilnya berada pada lingkungan keluarga yang keras dan penuh tekanan. Tari diajarkan bahwa menangis adalah subuah kelemahan, hal ini membuat Tari menjadi pribdi yang tidak pernah melepaskan emosinya, ia selalu memendam semuanya sendiri.

Bacaan Lainnya

Tari selalu terlihat baik-baik saja, ia berusaha tetap tegar di depan banyak orang sampai luka batin yang sudah dari lama ia tumpuk milai memengaruhi kehidupannya secara perlahan, mulai dari hubungannya dengan keluarga, hubungannya dengan sahabat, hingga urusan percintaannya.

Di tengah perjalanannya, Tari bertemu dengan orang-orang yang juga memiliki luka yang berbeda-beda, yang tanpa disadari menjadi “cermin” untuk dirinya. Tari juga mulai menyadari bahwa meluapkan emosi bukan sebagai tanda kekalahan, namun menjadi bagian dari proses penyembuhan.

Film ini memiliki alur yang tenang namun emosi yang disampaikan berhasil sampai pada penonton. Melalui konflik yang ada pada film dan menggambarkan proses seseorang untuk menerima semua yang ada dalam kehidupannya dan berani untuk menghadapi luka membuat adanya ajakan untuk penonton agar lebih berempati dengan orang-orang yang sedang bertarung dengan konflik batinnya sendiri, jadi film ini tidak hanya memaparkan kisah personal tentang trauma ataupun kesehatan mental.

Baca juga: Review Film Bumi Manusia

Selain itu, juga akting yang dibawakan pemain sangat baik hingga menjadi poin plus tersendiri, yang dimana mereka mampu memberikan ekpresi yang naturan hingga pembawaan karakter yang kompleks. Film ini bukan hanya soal menangis, tetapi keberanian untuk jujur terhadap diri sendiri. Hal inilah yang membuat film bukan hanya sekedar drama biasa.

Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis ini bukan hanya sekedar tontonan biasa, namun menjadi ruang tersendiri untuk penonton yang sedang berjuang dengan emosinya sendiri. Dengan alur yang tenang, cerita yang relate untuk orang-orang yang sering menahan emosinya, akting yang dibawakan pemain juga natural, membuat film ini berhasil menyampaikan pesan yang ingin mereka berikan.

 

Penulis: Febria Ashalina Arsyila Husni
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Negeri Malang

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses