Lulusan Pertanian Banyak, Regenerasi Petani Indonesia Melempem

Lulusan Pertanian
Lulusan Pertanian (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Berbicara tentang Indonesia sebagai negara agraris sangatlah menarik. Negara yang dianugerahi dengan lahan yang sangat luas dan subur. Hal yang menarik lainnya, kondisi geografis yang unik sebagai ring of fire.

Keistimewaan ini memberikan kesuburan pada sebagian besar tanahnya. Khatulistiwa, yang tepat digaris negara ini, juga menjadikan suhu yang relatif konstan dan curah hujan yang cukup yang cocok untuk pertanian.

Sayangnya, potensi besar ini berada di tengah-tengah ironi karena negara ini menghadapi krisis talenta pertanian.

Hingga saat ini masih krisis petani muda menjadi masalah yang serius dan krusial dimasa depan, hal ini perlu perhatian serius di sektor pertanian.

Bacaan Lainnya

Pembangunan pertanian saat ini dapat dikatakan masih belum menemui titik kesejahteraan. Dapat dilihat dari kondisi petani saat ini yang masih didalam pusaran kekurangan.

Jumlah generasi muda yang ingin menjadi petani semakin tahun semakin berkurang hal ini dikarenakan mereka lebih tertarik pada sektor non pertanian yang lebih menjanjikan.

Padahal dari peranan tenaga kerja pertanian Indonesia, penyerapan tenaga kerja nasional memiliki kontribusi terbesar.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut bahwa jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2020 sebanyak 128,45 juta orang.

Dari angka tersebut, terbanyak bekerja di sektor pertanian dengan 38,23 juta orang tenaga kerja atau sekitar 29,76%.

Meskipun terjadi peningkatan serapan tenaga kerja sebesar 2,23% pada awal tahun 2021 tetapi jumlah tersebut sebetulnya tetap menurun selama kurun lima tahun terakhir sehingga menurunnya angkatan tenaga kerja di sektor ini perlu menjadi perhatian.

Hal itu perlu disoroti mengingat dari Bappenas sempat merilis hasil kajiannya yang menyatakan bahwa Indonesia pada tahun 2063 tidak akan ada yang menjadi petani.

Pernyataan itu dilandasi oleh tiga akar permasalahan yaitu masalah regenerasi, alih fungsi lahan serta urbanisasi masyarakat desa ke perkotaan yang sampai saat ini selalu menjadi polemik.

Menurut BPS, jumlah petani saat ini mencapai +/-33 juta orang. Adapun dari jumlah tersebut petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya 8% atau setara dengan 2,7 juta orang dari 33 juta.

Jika dilihat dari proporsi persentase, pemuda yang bekerja di pertanian hanya sekitar 19,20%, sementara di bidang jasa 55,90%, serta dunia manufaktur 24,90%.

Sehingga dapat dikatakan sektor pertanian memiliki proporsi terendah dari proporsi anak muda dalam memilih kerja.

Sisi lain, Indonesia mempunyai banyak perguruan tinggi yang memiliki fakultas pertanian, baik jurusan agroteknologi, agribisnis, maupun jurusan lainnya.

Pemerintah sendiri melalui kementerian pertanian, juga memiliki perguruan tinggi kedinasan yaitu politeknik pembangunan pertanian (POLBANGTAN) dan politeknik enjiniring pertanian Indonesia (PEPI) yang tersebar diseluruh Indonesia.

Namun, jika ditelaah lebih lanjut lagi tentang kuliah jurusan pertanian, mahasiswa lulusannya enggan menjadi petani.

Selain itu, banyak mahasiswa yang sebagian besar memilih pertanian hanya sebagai cadangan dalam memilih jurusan.

Bahkan dari mereka banyak yang melakukan tes ulang ditahun berikutnya. Hal ini sudah menunjukan bahwa pertanian merupakan sektor yang kurang diminati olah generasi muda.

Banyak juga yang bertahan kuliah bahkan bisa cumlaude tetapi kemudian mendaftar menjadi karyawan bank terutama bagi perempuan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, sebanyak 75,63% lulusan perguruan tinggi memilih bekerja di perkotaan.

Jika terbagi dalam pembagian jenis pekerjaannya, 86,91% pekerja lulusan pendidikan tinggi hanya tersebar di sektor formal tersier, seperti bidang perdagangan dan jasa.

Sedangkan sektor primer, seperti pertanian yang justru menjadi tumpuan kesejahteraan masyarakat dari segi bahan pangan mengalami penurunan.

Faktor-faktor mahasiswa dan lulusan pertanian hanya sedikit yang terjun ke dunia pertanian yaitu pertama faktor lahan sebagai modal utama bagi petani. Alasannya cukup singkat, tumbuhan itu perlu dan wajib memiliki tempat untuk berkembang biak.

Walaupun sekarang juga sedang banyak sistem hidroponik atau aquaponik, yaitu budidaya menanam dengan menggunakan media pengganti tanah.

Tapi kalau tidak punya lahan tentu akan kurang dalam mencukupi kebutuhan pangan. Sebab, tidak semua tanaman cocok dibudidayakan secara hidroponik atau aquaponik.

Beda dengan lahan di sawah. Hampir semua komoditas bisa ditanam dalam jumlah yang banyak. Kedua membutuhkan modal besar, dari persiapan lahan, penanaman, pengairan, pemupukan, pengendalian hama, panen, hingga pasca-panen.

Belum lagi harga sarana dan prasarana pertanian yang semakin mahal. Ditambah risiko di sektor pertanian ini terbilang cukup tinggi yang bisa saja menjadi tantangan dan resiko bagi petani.

Selanjutnya yang ketiga ialah kepastian, salah satu hal yang memberikan pengaruh besar dalam pola pikir mahasiswa pertanian.

Sebab kegiatan pertanian pada akhirnya akan menjadi sebuah jalan untuk mendapatkan penghasilan, maka kepastian akan harga dan pasar menjadi penyebab lulusan pertanian dilema untuk terjun bertani.

Terlebih, di saat masih baru sarjana tentunya banyak tekanan mental yang dialami, baik dari lingkungan sekitar maupun dari dalam diri sendiri.

Hingga akhirnya, karena tidak adanya kepastian yang bisa didapatkan, Terlepas dari reputasi akademik perguruan tinggi terutama yang memiliki fakultas dan jurusan pertanian yang seharusnya dapat menciptakan kader calon regenerasi pertanian milenial, namun saat ini dapat dikatakan gagal.

Dari fakta dan data yang terlihat, patut menjadi pertanyaan, sejauh mana peranan pemerintah dan perguruan dapat meyakinkan dan membantu calon sarjana untuk mewujudkan niat mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik setelah jadi sarjana. serta lulusan bidang pertanian yang menggelutinya bidangnya secara tonggak regenerasi petani?

Penulis: Cahyono Abdi Wibowo
Mahasiswa Magister Agribisnis, Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses