Pembentukan undang-undang melalui model fast track legislation sebenarnya bukan hal yang baru dalam khasanah ilmu hukum. Bahkan beberapa negara di dunia telah lama menerapkan fast track legislation, walaupun bagi negara Indonesia fast track legislation masih menjadi fenomena baru.
Secara sederhana dapat dipahami bahwa FTL merupakan istilah yang diberikan pada suatu RUU yang dipercepat melalui masing-masing tahap legislatif yang disyaratkan untuk membuatnya menjadi undang-undang dalam waktu yang jauh lebih singkat daripada biasanya.
Penggunaan mekanisme FTL dapat dilakukan dengan syarat-syarat yang ketat serta batasan-batasan tertentu. Saat ini di Indonesia dalam membentuk undang-undang tidak ada batas waktu terkait dengan cepat atau tidaknya sehingga pembentukan undang-undang terkesan selera penguasa saja.
Tidak adanya pengaturan terkait pembentukan hukum secara cepat di Indonesia pada praktiknya memberikan kesempatan bagi para pembentuk UU untuk membentuk UU dengan dasar keinginannya saja. Hal tersebut berpeluang melanggar hak atas kepastian hukum dalam proses legislasi.
Oleh karena itu, untuk memperjelas status proses pembentukan undang-undang yang dilakukan dengan cepat, maka model FTL perlu diatur dan diterapkan, yakni model yang tidak mengurangi setiap proses legislasi, melainkan hanya mempercepat setiap proses legislasi tersebut.
Hal itu agar membentuk undang-undang tetap memenuhi seluruh prinsip-prinsip pembentukan undang-undang yang baik. Ada lima alasan yang membuat pengaturan model FTL tersebut layak untuk dipertimbangkan sebagai alternatif permasalahan legislasi akhir-akhir ini.
Pertama, guna menjamin asas kepastian hukum dalam pembentukan undang-undang di Indonesia. DPR dan Presiden beberapa kali telah mempraktikan pembentukan undang-undang dalam tempo waktu yang cukup cepat.
Tindakan tersebut tidak memiliki dasar hukum sedangkan Simorangkir mengatakan bahwa negara hukum diartikan sebagai suatu negara yang menerapkan prinsip legalitas, yakni segala tindakan negara melalui, berdasarkan dan sesuai dengan hukum.
Dengan begitu, asas kepastian hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem negara hukum. Mengatur secara komprehensif mekanisme pembentukan secara cepat menjadi momen penting saat ini guna mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan negara.
Selain itu, dengan diaturnya mekanisme khusus dalam membentuk undang-undang cepat dapat menjadi control kepatuhan penyelenggara negara dalam menjalankan fungsi legislasinya. Hal tersebut tidak terlepas dari ketiadaan pengaturan jangka waktu yang jelas kapan suatu pembentukan undangundang dapat dikatakan cepat atau lambat.
Menyediakan pengaturan mekanisme FTL merupakan cara mewujudkan kepastian hukum untuk melepaskan kepentingan subjektif yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat. Hal tersebut dikarenakan kepastian hukum berpedoman kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap dan konsisten yakni pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang bersifat subjektif.
Kedua, sebagai alat pemenuhan dalam merespon kebutuhan masyarakat. Ada kalanya suatu kondisi ketika kebutuhan masyarakat memerlukan penangangan yang cukup cepat serta memerlukan instrumen hukum yakni undang-undang, maka mekanisme FTL merupakan jalan keluar yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Pandemi Covid-19 merupakan salah satu contoh kondisi tersebut, para pemangku kebijakan dituntut untuk bergerak cepat dalam mengatasi masalah serius dari virus yang membahayakan.
Penyelenggaraan negara dalam menangani suatu kondisi memerlukan dasar hukum, prosedur pembentukan undang-undang dengan tempo waktu yang cepat dapat mengakomodir kondisi tersebut. Polly Higbee dan Elizabeth McLeay yakni “parliament should be able to enact legislation quickly in (actual) emergency situations”.
Pemahaman tersebut memberikan jalan untuk mengatur mekanisme FTL, yakni ketika parlemen harus sanggup membentuk hukum dengan cepat dalam kondisi darurat.
Kondisi kedaruratan adalah hal yang ditekankan dalam prinsip tersebut mengingat mekanisme membentuk undang-undang secara cepat adalah salah satu alat untuk mengatasi kebutuhan tertentu dengan segera.
Dengan begitu, legislator hanya menggunakan mekanisme FTL untuk situasi yang benar-benar memerlukan penanganan cepat atau adanya kebutuhan hukum segera.
Ketiga, guna memberikan pedoman (guideline) kepada para pembentuk undang-undang. Gagasan untuk mengatur mekanisme FTL akan memberikan sebuah pedoman dalam proses legislasi yang lebih baik.
Hal itu dilatarbelakangi oleh adanya aturan main yang jelas dan tidak serampangan. Mengatur prosedur pembentukan undang-undang yang cepat agar para pemangku kebijakan paham atas tindakan yang akan diambil sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan.
Keempat, guna mengurangi penggunaan Perppu oleh Presiden. Sebelumnya, telah diuraikan beberapa permasahan Perppu yang hingga saat ini masih menjadi perdebatan terkait praktik penggunaannya.
Kelima, guna membantu badan peradilan dalam melakukan pengujian formil. Judicial review menjadi hal yang cukup sering dilakukan akibat dari pembentukan undang-undang yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur yang ada, hal itu diartikan sebagai pelanggaran terhadap hak konstitusional.
Urgensi pembentukan undang-undang melalui model fast track legislation dapat didekati secara filosofis, sosiologis, dan yuridis, dengan tujuan utama mempercepat setiap proses legislasi tanpa mengurangi setiap proses legislasi.
“Het recht hinkt achter de faiten aan” hukum senantiasa mengikuti perkembangan zaman, maka dengan karena itu penulis merasa gagasan untuk membentuk fast track legislation dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sudah merupakan hal yang tepat tapi dengan memerlukan kajian yang mendalam serta komprehensif.
Penulis: Nandini Fitriatul Izzah
Mahasiswa Ilmu Hukum, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News