Fenomena Sosial (Living Together) di Kalangan Mahasiswa

Living Together
Living Together (Sumber: Media Sosial dari pixabay.com)

Maraknya fenomena living together atau tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan di kalangan mahasiswa ini merupakan salah satu aspek yang mencerminkan perubahan pandangan sosial dan budaya, terutama di kalangan mahasiswa saat ini.

Banyak mahasiswa memilih untuk tinggal bersama sebagian dari pengenalan lebih dalam satu sama lain sebelum mengambil keputusan besar, seperti menikah. Alasan yang sering dikemukakan adalah untuk menguji kecocokan, mengurangi resiko perceraian, serta menekan biaya hidup yang meningkat,terutama dikota-kota besar. Fenomena ini juga menimbulkan pro dan kontra.

Bagi beberapa orang menganggap hal ini dapat membangun hubungan yang solid dan mendalam, namun bagi beberapa orang menganggap hal ini bertentangan dengan norma agama dan budaya.

Selain itu, living together juga menimbulkan perdebatan hukum. Di beberapa negara atau daerah,tinggal bersama tanpa pernikahan dapat berdampak pada hak-hak hukum, seperti hak waris dan status anak. Oleh karena itu, fenomena ini juga membuka wacana baru tentang bagaimana hukum harus merespon dinamika keluarga yang semakin beragam.

Bacaan Lainnya

Secara keseluruhan, living together adalah cerminan perubahan gaya hidup modern yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk ekonomi,sosial,dan budaya. Hal ini mengharuskan masyarakat dan pemerintah untuk lebih terbuka dalam menyikapi pilihan hidup individu tanpa mengabaikan pentingnya menjaga keseimbangan nilai-nilai tradisional yang telah lama menjadi pegangan.

Fenoma ini juga merupakan salah satu isu sosial yang sedang ramai diperbincangkan ditengah masyarakat dan salah satu isu yang menarik yang dapat dikaji dalam sudut pandang sosiologi. Terdapat beberapa point penting terkait fenomena ini:

1.  Perubahan Nilai dan Norma Sosial

Dalam pandangan sosiologi,fenomena ini mencerminkan pergeseran nilai dan norma sosial terkait hubungan dan institusi pernikahan. Di era modern,terutama di masyarakat urban,semakin banyak individu yang mengutamakan kebebasan personal dan fleksibilitas dalam menjalani hubungan.

Berbeda dengan nilai dan norma sosial di jaman dahulu di mana setiap orangnya sangat memegang erat adat istiadat yang ada di lingkungan mereka.

Perbedaan pandangan dari zaman ke zaman juga merupakan salah satu faktor, di mana jika pada zaman dahulu orang-orang cenderung akan menghargai “mitos” yang beredar di masyarakat, seperti: Perempuan tidak boleh duduk didepan pintu, perempuan tidak boleh memotong kuku saat haid, dan masih banyak lagi.

Meskipun hal itu belum tentu semuanya benar tetapi perbedaan reaksi masyarakat pada zaman dahulu dan zaman modern saat ini sangatlah beda. Hal ini juga berhubungan dengan:

a. Sekularisasi:

Pengaruh agama terhadap pribadi semakin berkurang,sehingga pernikahan tidak lagi dianggap sebagai keharusan moral

b. Individualisme:

Fokus pada kebahagiaan dan keputusan individu lebih diutamakan daripada tuntutan tradisi atau masyarakat

2. Teori Fungsionalisme

Menurut teori ini, setiap aspek masyarakat memiliki fungsi tertentu. Pernikahan tradisional, misalnya, dianggap mendukung kestabilan sosial, reproduksi, dan pengasuhan anak. Namun, living together mungkin dilihat sebagai bentuk adaptasi baru terhadap kebutuhan individu modern, seperti mencoba kompatibilitas sebelum komitmen formal atau menghindari risiko perceraian.

3. Teori Konflik

Dari perspektif teori konflik, fenomena ini bisa dianggap sebagai perlawanan terhadap struktur sosial tradisional yang dianggap represif atau tidak relevan. Banyak individu merasa bahwa institusi pernikahan, yang sering dikaitkan dengan kepemilikan ekonomi, gender, dan kontrol sosial, tidak lagi mencerminkan kebutuhan masyarakat modern.

4. Teori Interaksionalisme Simbolik

Dalam perspektif interaksionisme simbolik, living together adalah sebuah konstruksi sosial yang mendapatkan makna melalui interaksi dan persepsi individu. Pasangan yang memilih tinggal bersama mungkin menafsirkan hubungan mereka berdasarkan cinta,kebebasan, atau kenyamanan tanpa mempedulikan stigma sosial yang mungkin muncul.

5. Faktor-Faktor Pendorong

a. Ekonomi:

Mahasiswa memilih tinggal bersama untuk berbagi biaya sewa, listrik dan kebutuhan sehari-hari

b. Perubahan Nilai Sosial dan Budaya:

Meningkatnya individualisme dan penurunan kontrol sosial memungkinkan kebebasan pribadi yang lebih besar dan banyak mahasiswa menganggap tinggal bersama tanpa adanya status pernikahan adalah hal yang wajar.

c. Pengaruh Media dan Globalisasi:

Gaya hidup dari negara-negara barat yang lebih permisif terhadap living together sering diadopsi oleh mahasiswa di kota-kota besar.

d. Kurangnya Pengawasan Orang Tua:

Mahasiswa yang merantau cenderung memiliki kontrol mandiri yang lebih besar atas kehidupan mereka,

6. Dampak

  • Potensi konflik nilai dengan budaya lokal atau agama
  • Risiko kesehatan reproduksi dan mental jika hubungan berakhir tidak baik
  • Stigma sosial,terutama di masyarakat yang masih memegang norma tradisional

7. Tinjauan dari perspektif Sosial

a. Perspektif Sosial:

Fenomena ini mencerminkan pergeseran norma sosial dari kolektivitas ke individualitas, di mana keputusan personal lebih dihargai daripada tekanan sosial.

b. Perspektif Agama:

Banyak pandangan agama di indonesia yang menganggap living together melanggar norma dan ajaran, terutama dalam konteks hubungan di luar pernikahan.

c. Perspektif Pendidikan:

Universitas atau kampus seringkali tidak memiliki kontrol langsung atas kehidupan pribadi mahasiswa, tetapi mereka dapat memberikan pendidikan tentang konsekuensi dari keputusan seperti ini.

8. Pendekatan Solutif

a. Pendidikan Seks dan Relasi:

Memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang tanggung jawab dan risiko dalam hubungan.

b. Penguatan Nilai-Nilai Lokal:

Melalui diskusi dan dialog terbuka, mahasiswa dapat diajak untuk memahami pentingnya nilai tradisional dalam konteks modern

c. Fasilitas Komunitas Mahasiswa:

Membentuk komunitas yang mendukung gaya hidup positif dan sehat, tanpa harus mengikuti tren yang belum tentu sesuai dengan norma masyarakat indonesia

Fenomena ini adalah salah satu cerminan dari dinamika sosial yang kompleks di tengah perubahan global dan lokal, sehingga memerlukan pendekatan yang bijaksana dari berbagai pihak. Fenomena ini banyak terjadi di kota-kota besar dan di lingkungan kampus yang memiliki gaya hidup terbuka.

Fenomena ini adalah bagian dari perubahan sosial yang tidak dapat dihindari. Melalui analisis sosiologi, kita dapat memahami latar belakangnya dan mencari cara untuk mengelola dampaknya secara bijaksana agar selaras dengan nilai-nilai yang ada pada masyarakat.

Secara keseluruhan, living together adalah fenomena yang mencerminkan dinamika masyarakat modern. Meskipun memberikan kebebasan individu, hal ini memunculkan pertanyaan mengenai stabilitas hubungan, perlindungan hukum, dan dampaknya terhadap nilai-nilai sosial yang ada. Pendekatan yang inklusif dan seimbang diperlukan untuk memahami fenomena ini dalam konteks yang lebih luas.

Untuk menangani maraknya fenomena living together di kalangan mahasiswa, maka mahasiswa perlu mendapatkan edukasi yang komprehensif tentang hubungan yang sehat dan tanggung jawab emosional dan konsekuensi dari keputusan mereka. Dan juga penting untuk mahasiswa mengetahui tentang norma sosial dan budaya yang berlaku di masyarakat.

 

Penulis: Putri Ayu Galuh Kusuma Wardani
Mahasiswa Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses