Kecewanya Masyarakat NTB terhadap Pembatalan Pembuatan Jembatan Lombok-Sumbawa

Jembatan
Ilustrasi Jembatan Lombok–Sumbawa (Sumber: Penulis)

Mataram – Pembatalan proyek pembangunan Jembatan Sumbawa–Lombok oleh pemerintah pusat telah menimbulkan gelombang kekecewaan di kalangan masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB).

Proyek yang diharapkan dapat menghubungkan kedua pulau tersebut dan meningkatkan perekonomian lokal kini terancam batal setelah Pemprov NTB memutus kerja sama penyusunan feasibility study (FS) atau studi kelayakan atas rencana pembangunan jembatan Lombok–Sumbawa dengan investor PT. Nabil Surya Persada.

Sekda Provinsi NTB, H. Lalu Gita Ariadi mengatakan, pembatalan rencana pembangunan jembatan Lombok–Sumbawa karena pemprov sekarang ini sedang fokus kepada infrastruktur dasar lainnya untuk segera dituntaskan.

Pertanyaan yang sering muncul di masyarakat saat ini adalah pembangunan jembatan Lombok–Sumbawa yang telah dibatalkan dapat dilanjutkan atau tidak, tentu melihat dari kesungguhan dari pihak investor dan lain sebagainya.

Bacaan Lainnya

Sehingga belum dapat memastikan apakah rencana itu akan berlanjut atau terhenti sampai sebatas wacana. “Berlanjut atau tidak, itu kan kita melihat kesungguhan dari investor dan lain sebagainya kita perhatikan. Tapi rata-rata kita lihat rencana-rencana investasi besar ada di banyak tempat juga terkoreksi. Jadi, mungkin semua sekarang pada tahapan yang lebih realistis,” ujarnya.

Terlebih sekarang ini, lanjut Sekda, khususnya di NTB permasalahan ekonomi yang lebih mendasar adalah bagaimana pengendalian laju inflasi.

Baca Juga: Politik Uang di NTB: Tantangan dan Harapan Menuju Demokrasi Bersih

Maka dengan situasi seperti itu, sulit kemudian dapat terealisasi agenda-agenda investasi yang telah direncanakan sehingga semua terkoreksi dengan kondisi sekarang ini. “Ya kita ikuti saja bagaimana perkembangan yang menjadi kebutuhan-kebutuhan mendasar kita,” imbuhnya.

Sekda menegaskan, kalaupun rencana pembangunan Jembatan Lombok–Sumbawa tertunda, pemerintah terus berusaha meningkatkan kualitas pelayanan mode transportasi laut antar pulau di NTB, sebagaimana Dinas Perhubungan terus berikhtiar agar penyeberangan Kayangan-Poto Tano dan sebaliknya tetap lancar, aman, bersih dan lain sebagainya. “Dan bagaimana kita lakukan yang terbaik dengan situasi kondisi sekarang ini kita lakukan,” tegasnya.

Disinggung alasan pemprov memutuskan kerja sama dalam rencana pembangunan jembatan Lombok–Sumbawa dengan pihak investor yang sebelumnya telah menandatangani MoU kerjasama, kata Sekda, karena investor harus memenuhi lagi komitmen-komitmen teknis dari instansi yang ada di NTB.

Lalu, apakah investor mampu untuk memenuhi komitmen-komitmen teknis itu atau tidak. “Kalau tidak mereka juga harus realistis, seperti komitmen, lingkungannya, kawasannya bagaimana dan lain sebagainya itu. Karena itu harus ada persetujuan,” katanya.

Soal nilai investasi dalam rencana pembangunan jembatan Lombok–Sumbawa yang cukup besar. Namun tidak terlaksana, apakah hal yang sama akan terjadi dengan rencana pembangunan kereta gantung Rinjani yang juga nilai investasi.

Lalu, bagaimana supaya Pemprov NTB tidak terkena PHP pihak investor lagi ketika sudah berencana investasi dengan jumlah besar tapi tidak terlaksana, apalagi untuk rencana pembangunan Jembatan Lombok–Sumbawa sudah beberapa kali investor berminat untuk merealisasi tapi ujung-ujung tidak terwujud.

Baca Juga: Pantai Semeti, Keindahan Pantai Lombok yang Terhalang Akses Jalan

Lalu, bagaimana untuk rencana kereta gantung Rinjani, kata Sekda, sebetulnya sama dalam proses investasi sekarang ini ada perubahan menganisme. “Ya investor baru berencana akan langsung bisa mendaftar, maka investor mendapatkan NIB (nomor induk berusaha). Jadi kadang-kadang kita memaknai baru ada NIB seolah-olah besok pagi segara terbangun,” katanya.

Padahal menurut Sekda, walaupun investor sudah mendapatkan NIB mereka harus memenuhi ketentuan-ketentuan teknis lainnya yang harus dipenuhi.

“Kita di daerah pun juga sebagai wujud welcome ya kita regulasinya melalui OSS ya harus dilayani, NIB itu tetapi tetap dengan mempertimbangkan situasi kondisi kebutuhan kita, jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak sosial lingkungan tetap menjadi pertimbangan kita di dalam menerima atau menolak investasi,” pungkasnya.

Anggota Komisi IV DPRD NTB, Ruslan Turmuzi mengatakan, pihaknya sangat berharap Jembatan Lombok–Sumbawa bisa segera terealisasi karena masyarakat semua sangat berharap hal itu.

Jika melihat saat ini, lanjut Ruslan, tentu investor akan menghitung dengan lintasan harian rata-rata (LHR) berapa per hari yang akan melintasi jembatan Lombok–Sumbawa maka hal ini juga dihitung.

“Termasuk juga kalau kita melihat saat ini penyeberangan di pelabuhan Lombok ke Poto Tano masih bisa di-cover dengan menggunakan kapal laut. Tapi mungkin lima atau sepuluh tahun kedepan mungkin bisa terealisasi rencana itu. Tapi untuk saat ini impossible (mustahil),” tegasnya.

Terlebih rencana pembangunan jembatan Lombok–Sumbawa itu tidak masuk dalam RPJMD. Maka sudah pasti tidak akan menjadi skala prioritas.

Baca Juga: Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Jembatan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Bahkan menurut Ruslan tidak mungkin dilaksanakan. “Program yang sudah ada di RPJMD saja di PHP, apalagi diluar RPJMD mana bisa terealisasi. Ini persoalannya. Kita ini kan terlalu mimpi di siang bolong,” pungkasnya.

Seperti diketahui, pada akhir Juni 2021 lalu, Pemprov NTB telah menggelar pertemuan dengan PT. Nabil Surya Persada, perusahaan yang melaksanakan studi kelayakan Jembatan Lombok–Sumbawa.

Dalam pertemuan tersebut terungkap, jika pihak investor telah menyiapkan anggaran sebesar Rp5,25 miliar untuk studi kelayakan Jembatan Lombok – Sumbawa tahap I.

Dalam proposal Feasibility Study (FS) Jembatan Lombok–Sumbawa, investor menggandeng PT. Krakatau Konsultan yang merupakan anak perusahaan PT. Krakatau Engineering. Selanjutnya, PT. Krakatau Konsultan juga mengajak dan berkoordinasi dengan Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT).

Sebagaimana diketahui juga, hasil pra-studi kelayakan atau pra-FS yang dilakukan konsultan dari Korea, biaya untuk konstruksi pembangunan jembatan Lombok–Sumbawa sebesar Rp850 miliar sampai Rp1 triliun per kilometer.

Dengan panjang jembatan 16,5 kilometer, total biaya konstruksi paling sedikit Rp17 triliun. Jika ditambah dengan aksesorisnya, maka butuh biaya sekitar Rp20 triliun. (sal)

 

Afni Zakwanul Aisy

Penulis: Afni Zakwanul Aisy

Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Siti Sajidah El-Zahra

Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses