Abstrak
Proses terbentuknya negara merupakan suatu fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai pemikiran, nilai dan sistem yang berkembang di berbagai belahan dunia. Pemikiran barat dan pemikiran muslim mengenai negara memiliki perbedaan yang mendalam, baik dalam hal konsep, legitimasi kekuasaan, maupun peran agama dalam kehidupan bernegara.
Pemikiran barat yang banyak dipengaruhi oleh teori-teori negara seperti yang dikemukakan oleh Plato, Aristotle, Hobbes, Locke dan Rousseau, cenderung menekankan pada prinsip-prinsip kontrak sosial, hak asasi manusia, dan pemisahan antara agama dan negara.
Sedangkan pemikiran muslim tentang negara berakar pada ajaran-ajaran islam yang tercermin dalam al-Qur’an dan hadis, serta praktek-praktek pemerintahan yang pernah diterapkan pada masa kekhalifahan. Dalam tradisi ini, negara dipandang sebagai institusi yang tidak terpisahkan dari kewajiban agama, dengan pemimpin yang diharapkan mampu menjalankan amanah dan menegakkan keadilan berdasarkan hukum syariat.
Baca Juga: Perbandingan Pendidikan di Negara Islam
Pendahuluan
Proses terbentuknya negara merupakan salah satu tema yang kaya dan kompleks, mencakup berbagai aspek dari sejarah, filosofi, politik, dan budaya. Dalam perspektif ini, terdapat dua aliran pemikiran yang sering diperdebatkan dalam literatur politik, yaitu pemikiran Barat dan pemikiran Muslim.
Keduanya menawarkan pandangan yang berbeda tentang dasar-dasar pembentukan negara, tujuan, dan cara negara berfungsi dalam masyarakat. Pemikiran Barat tentang negara modern sangat dipengaruhi oleh tradisi filsafat Yunani kuno, pemikiran Romawi, serta perkembangan revolusi politik dan sosial di Eropa, terutama selama zaman Pencerahan (Age of Enlightenment).
Di Eropa, negara dianggap sebagai entitas yang terbentuk melalui kontrak sosial, di mana individu-individu membentuk negara untuk melindungi hak-hak mereka, termasuk hak atas kebebasan dan properti pribadi.
Pemikir seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau menyumbang pada teori kontrak sosial, dengan ide bahwa negara harus didirikan melalui kesepakatan atau perjanjian antara individu dan otoritas yang berkuasa.
Di sisi lain, pemikiran Muslim mengenai negara terbentuk melalui prinsip-prinsip yang sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam. Islam memiliki pandangan yang berbeda tentang hubungan antara agama dan politik, dengan keyakinan bahwa negara seharusnya mengimplementasikan ajaran-ajaran agama sebagai bagian dari kehidupan sosial.
Konsep ini dikenal dengan istilah “Imamah” atau “Khilafah”, yang merujuk pada kepemimpinan politik yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam. Pemikir-pemikir Muslim klasik, seperti Al-Farabi, Ibn Khaldun, dan Al-Mawardi, memberikan kontribusi besar terhadap pemikiran politik Islam, dengan penekanan pada keadilan, musyawarah (shura), dan kepemimpinan yang berdasarkan pada ketaatan kepada Tuhan.
Perbedaan mendasar antara kedua pemikiran ini terletak pada pandangan mereka mengenai otoritas dan legitimasi negara. Pemikiran Barat sering kali memandang negara sebagai institusi sekuler yang terpisah dari agama, sedangkan dalam pemikiran Muslim, negara dan agama tidak dapat dipisahkan, karena negara dianggap sebagai sarana untuk mewujudkan kehidupan yang sesuai dengan hukum Allah.
Pemikiran Barat dan Muslim tentang negara ini memberikan kontribusi penting dalam perkembangan teori-teori politik global. Perbedaan keduanya sering kali menjadi bahan diskusi dan refleksi dalam memahami tantangan modernitas, secularisme, dan penerapan prinsip-prinsip Islam dalam kehidupan bernegara.
Baca Juga: Islam di Inggris: Sejarah, Perkembangan dan Tantangan
Unsur-unsur Terbentuknya Negara
Penduduk Tetap
Syarat “tetap” dalam unsur ini bisa diartikan dalam 2 hal. Pertama, penduduk menjadikan wilayah yang ada sebagai dasar untuk menentukan tempat tinggalnya. Kedua, wilayah itu (sebagai tempat tinggal) dapat diajukan tuntutan sebagai lingkungan tertentu.
Pada dasarnya tidak ada ketetapan yang pasti mengenai jumlah minimum penduduk untuk membentuk suatu negara. Penentu status penduduk adalah ikatan hukum dalam satu kebangsaan.
Wilayah
Tidak ada ketentuan yang pasti berapa luas minimum suatu wilayah untuk dapat ditetapkan sebagai salah satu unsur yang membentuk sebuah negara.
Pemerintahan
Menurut Crawford juga, persyaratan bahwa sebuah negara yang dianggap ada mempunyai pemerintahan yang efektif bisa dianggap sebagai hal yang sentral dalam klaim telah terbentuknya sebuah negara. Makna pemerintahan sendiri dapat dikaitkan dalam hubungan kepada 2 hal.
Pertama, meliputi lembaga-lembaga politik, administratif, dan eksekutif, yang bertujuan untuk melakukan pengaturan dalam komunitas yang bersangkutan dan melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan dalam aturan hukum.
Kedua, dengan menggunakan prinsip efektivitas, kriteria pemerintahan menunjuk kepada makna “pemerintahan yang efektif” yang berarti lembaga politik, administratif, dan eksekutif sungguh-sungguh melaksanakan tugasnya dalam wilayah yang bersangkutan dan diakui oleh penduduk setempat.
Supaya efektif, maka pembentukan lembaga-lembaga itu didirikan dan diatur oleh hukum yang ditetapkan setelah terbentuknya negara yang bersangkutan.
Kemampuan untuk Menjalin Hubungan Internasional dengan Negara Lain
Sebagian ahli menyebutkan bahwa syarat yang terakhir ini merupakan unsur deklaratif, dan bukan unsur konstitutif terbentuknya suatu negara. Hal tersebut dikarenakan kemampuan menjalin hubungan dengan negara lain lebih merupakan konsekuensi lahirnya suatu negara dibandingkan sebagai syarat pendiriannya.
Bahkan, syarat ini tak hanya diperuntukkan bagi negara, akan tetapi juga untuk organisasi internasional, termasuk bagian dari pengaturan konstitusional seperti halnya dalam sistem federasi.
Keempat unsur tersebut sering disebut dengan the traditional criteria. Hal serupa disampaikan oleh Soehino dalam Ilmu Negara, syarat ada daerahnya yang tertentu, ada rakyatnya, dan ada pemerintahan yang berdaulat adalah syarat formal suatu negara.
Baca Juga: The Important of Islamic Education for Children
Teori-teori
Adapun teori tujuan negara menurut beberapa ahli, diantaranya yaitu :
Machiavelli
Machiavelli mengemukakan bahwa selain untuk mencari kekuasaan, tujuan negara adalah mempersatukan wilayah yang terpecah belah. Negara akan menciptakan kemakmuran dan persatuan.
Immanuel Kant
Menurut Immanuel Kant, tujuan negara adalah menegakkan hak dan kebebasan warganya. Negara harus menjamin kedudukan hukum individu dalam negara itu.
Setiap warga negara mempunyai kedudukan hukum yang sama dan tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang oleh penguasa. Untuk mencapai tujuannya, negara harus melakukan pemisahan kekuasaan dengan badan masing-masing yaitu badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Penulis: Siti Khodijah Batubara
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia
Referensi
https://uin-malang.ac.id/blog/post/read/131101/hubungan-barat-islam.html
https://nasional.kompas.com/read/2022/05/14/02000071/tujuan-negara-menurut-ahli
Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News