Di tengah arus globalisasi yang pesat dan kompleksitas tantangan sosial-politik yang semakin meningkat, civil education atau pendidikan kewarganegaraan menjadi semakin relevan dan penting.
Civil education bukan hanya pelajaran tentang sistem pemerintahan atau hafalan pasal-pasal konstitusi, tetapi merupakan proses pembentukan karakter warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya, kritis terhadap kondisi sosial, serta aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pada dasarnya, civil education bertujuan membentuk warga negara yang bermoral, cerdas, dan bertanggung jawab. Melalui pendidikan ini, individu dibekali dengan pengetahuan mengenai nilai-nilai dasar demokrasi seperti keadilan, kebebasan, kesetaraan, dan partisipasi.
Selain itu, civil education juga mengajarkan pentingnya menghargai perbedaan, memupuk toleransi, serta mendorong keterlibatan aktif dalam kehidupan masyarakat.
Namun, dalam praktiknya, implementasi civil education di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Banyak siswa yang hanya memahami pendidikan kewarganegaraan sebagai pelajaran hafalan sekadar mengetahui struktur lembaga negara, sila Pancasila, atau sejarah politik nasional.
Padahal, esensi dari pendidikan kewarganegaraan terletak pada penginternalisasian nilai-nilai tersebut ke dalam sikap dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh, banyak generasi muda yang tahu bahwa demokrasi menjamin kebebasan berpendapat, namun belum sepenuhnya memahami bagaimana menggunakan kebebasan itu dengan tanggung jawab dan etika.
Di media sosial, kebebasan berbicara kerap kali disalah artikan sebagai kebebasan menyerang, menghina, bahkan menyebar hoaks. Di sinilah peran civil education menjadi sangat krusial. sebagai benteng moral dan kompas etika di era informasi yang begitu bebas namun juga berisiko.
Menurut pandangan kami, civil education yang efektif tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan teoretis di ruang kelas. Harus ada inovasi dalam metode pengajaran yang bersifat partisipatif, aplikatif, dan kontekstual.
Misalnya, siswa dapat dilibatkan dalam proyek sosial, forum diskusi publik, simulasi pemilu, debat kebijakan, bahkan kegiatan advokasi komunitas. Dengan cara ini, pendidikan kewarganegaraan tidak hanya membentuk wawasan, tetapi juga melatih keterampilan berpikir kritis, empati sosial, dan kepemimpinan warga negara.
Tak hanya itu, civil education juga harus dimulai sejak dini, tidak terbatas di jenjang SMA atau perguruan tinggi. Anak-anak usia SD sudah bisa dikenalkan dengan konsep sederhana seperti gotong royong, tanggung jawab, menghargai teman yang berbeda, dan mencintai lingkungan.
Nilai-nilai tersebut adalah fondasi penting yang akan membentuk sikap warga negara yang aktif dan peduli di masa depan.
Jenjang pendidikan tinggi, civil education memiliki arti yang lebih luas dan strategis. Mahasiswa bukan lagi peserta pasif dalam sistem pendidikan, tetapi calon pemimpin dan agen perubahan dalam masyarakat. Oleh karena itu, civil education di perguruan tinggi seharusnya tidak terbatas pada mata kuliah wajib yang kaku dan normatif.
Pendidikan kewarganegaraan harus mampu membuka ruang dialog, memperkenalkan realitas sosial-politik yang aktual, dan menanamkan semangat partisipasi aktif mahasiswa dalam kehidupan publik.
Saat ini, banyak mahasiswa yang bersikap apatis terhadap isu-isu kebangsaan, bahkan merasa bahwa politik dan negara adalah urusan “orang lain”.
Di sinilah letak pentingnya civil education: menumbuhkan kembali kesadaran kolektif bahwa mahasiswa adalah bagian dari warga negara yang memiliki tanggung jawab moral dan sosial.
Baca Juga:Â Kalau Nggak Tahu Hak & Kewajiban, Masih Layak Disebut Warga Negara?
Kegiatan seperti organisasi kemahasiswaan, debat publik, partisipasi dalam pemilu kampus, hingga aksi advokasi sosial, semua dapat menjadi bagian dari pendidikan kewarganegaraan yang hidup dan bermakna.
Dalam konteks demokrasi Indonesia yang masih terus bertumbuh, civil education memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas dan kualitas kehidupan berbangsa.
Tanpa warga negara yang sadar hukum, etis, dan berorientasi pada kepentingan publik, maka demokrasi akan mudah tergerus oleh apatisme, populisme semu, bahkan kekacauan sosial.
Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa civil education harus diperlakukan sebagai program strategis bangsa, bukan sekadar mata pelajaran pelengkap.
Pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat perlu bersinergi dalam menanamkan nilai-nilai kewarganegaraan melalui pendekatan yang lebih hidup, menyentuh realitas sosial, dan menjawab tantangan zaman.
Pada akhirnya, civil education adalah investasi jangka panjang. Bukan hanya untuk mencetak lulusan yang cerdas secara akademik, tapi juga untuk membentuk warga negara yang berpikir jernih, bersikap adil, dan berani menyuarakan kebenaran.
Di tengah krisis kepercayaan dan ancaman disintegrasi, civil education adalah cahaya yang menerangi jalan menuju Indonesia yang lebih dewasa, inklusif, dan berkeadaban.
Nama Penulis:
1. Fairu Zahira Maharani
2. Kania Nurfaizah Putri Purnomo
3. Aura Raudhatul Jannah
Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dosen Pengampu:Â Drs. Priyono, M.Si.
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News