Kewenangan desa untuk mengelola keuangan dan sumber daya desa secara otonom merupakan bukti dari otonomi desa.
Kecamatan Batu Benawa yang terletak diprovinsi Kalimantan Selatan merupakan wilayah yang keseluruhannya merupakan desa yang berjumlah 14 desa, dan desa-desa tersebut memang membuat APBDes, namun dalam penganggaran berdasarkan anggaran yang telah ada dari tingkat atas.
Artinya proses ini hanya bersifat top-down saja, sedangkan seharusnya proses ini bersifat campuran top-down dan bottom-up. Padahal kinerja anggaran desa harus tercermin dari APBDes, yang dibuat oleh Kades sebagai kepala pemerintahan di tingkat desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
APBDes merupakan acuan pembiayaan pembangunan di suatu desa. Sehingga kinerja dan penggunaan setiap anggaran di tingkat desa dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 maupun Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2001 dan Kepmendagri No. 64 Tahun 1999 memberikan pengertian atau ‘definisi’ tentang APBDes atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Pada Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah hanya diberikan pengertian mengenai APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah ditemukan Peraturan Daerah yang mendefinisikan sendiri apa yang dimaksudkan dengan APBDes itu sendiri, yakni pada Peraturan Bupati Hulu Sungai Tengah Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pada Bab I Pasar 1 Butir 10 yang menyebutkan bahwa APBDes adalah rencana keuangan tahunan pemerintah desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Kecamatan Batu Benawa dalam melaksanakan kebijakan APBDes mengacu kepada Peraturan Bupati Hulu Sungai Tengah Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Dalam hal ini Anggaran belanja diprioritaskan untuk optimalisasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi perangkat pemerintahan desa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, dan mendorong terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam proses penyusunan APBDes, Pemerintah Desa dan Badan Pembangunan Desa (BPD) menyusun Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) berdasarkan Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang ditetapkan dengan peraturan Kepala Desa.
Kemudian Rancangan Peraturan Desa (Raperdes). Kemudian Kepala Desa menyampaikan Raperdes tentang APBDes kepada BPD untuk dibahas bersama dan memperoleh persetujuan bersama.
Raperdes tentang APBDes yang telah disetujui Kepala Desa-BPD kemudian diserahkan kepada Bupati sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lambat 3 (tiga) hari sebelum ditetapkan. Bupati akan mengeluarkan hasil evaluasi Raperdes tentang APBDes akan disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja kepada Kepala Desa.
Apabila hasil evaluasi tidak dikeluarkan lewat dari 20 hari kerja oleh Bupati, maka Kepala Desa dapat menetapkan Raperdes tentang APBDes menjadi Perdes tentang APBDes).
Namun apabila hasil evaluasi dikeluarkan dan diserahkan kepada Kepala Desa, maka wajib dilakukan penyempurnaan atas Raperdes dilaksanakan paling lama 7 hari kerja setelah diterima, jika tidak dilakukan penyempurnaan, dan tetap dilakukan penetapan perdes oleh Kepala Desa, maka perdes tersebut dapat dibatalkan oleh bupati. Perdes yang dibatalkan bupati tersebut harus dicabut oleh Kepala Desa-BPD.
Dalam hal ini, yang menjadi pemikiran tersendiri adalah ketika melihat bagaimana proses penyusunan yang menginginkan seimbangnya konsep pembangunan yang bersifat top-down dan bottom-up, dan kemudian dilihat dari bagaimana bisa desa melaksanakan apa yang telah dianggarkan oleh mereka yang disetujui oleh Bupati.
Penyusunan rancangan APBDes terlebih dahulu harus membuat RPJMDes dan Rencana Kerja Pembangunan Desa. RPJMDes untuk jangka waktu 5 tahun merupakan penjabaran dari visi dan misi dari Kepala Desa yang terpilih. Setelah berakhir jangka waktu RPJMDes, Kepala Desa terpilih menyusun kembali RPJMDes untuk jangka waktu 5 tahun.
RPJMDes ditetapkan paling lambat 3 bulan setelah Kepala Desa dilantik. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa menyusun RKPDes yang merupakan penjabaran dari RPJMDes berdasarkan hasil Musyawarah Rencana Pembangunan Desa. Penyusunan RKPDes diselesaikan paling lambat akhir bulan Januari tahun anggaran sebelumnya.
Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa membuat suatu petunjuk teknis mengenai pelaksanaan bantuan keuangan kepada desa yang disebut dengan Petunjuk Pelaksanaan Tahapan Realisasi Penggunaan Bantuan Keuangan Kepada Desa di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Petunjuk ini terdapat dilampiran penelitian ini.
Dalam Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun 2007 Pasal 47 yang menjelaskan pelaksanaan anggaran belanja desa, secara jelas dikatakan pada ayat (1) bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBDes harus didukung dengan bukti lengkap dan sah. Dan jelas juga pada ayat (3) bahwa pengeluaran kas desa yang mengakibatkan beban APBDes tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDes ditetapkan menjadi peraturan desa.
Yang menjadi permasalahan adalah, ketika APBDes telah disusun dan dilakukan penyesuaian dengan perubahan APBDes, haruslah dilakukan secara cepat dan tepat karena pengeluaran yang dilakukan juga terkait dengan jalannya pemerintahan desa.
Kepala Desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa harus menetapkan bendahara desa. Dalam penetapan bendahara desa harus dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan Kepala Desa.
Bendahara desa wajib mempertanggungjawabkan penerimaan uang yang menjadi tanggung jawabnya melalui laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada Kepala Desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan pertanggungjawaban penerimaan di atas, dilampiri dengan dokumen kelengkapannya.
Berdasarkan wawancara dan pengamatan di lapangan diperoleh gambaran bahwa pengelolaan keuangan desa sudah dijalankan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Penerimaan keuangan desa, dibukukan secara tertib dan buku-buku keuangan semua terisi dengan baik.
Penatausahaan pengeluaran wajib dilakukan oleh bendahara desa. Dokumen penatausahaan pengeluaran disesuaikan pada peraturan desa tentang APBDes atau peraturan desa tentang perubahan APBDes melalui pengajuan Surat Permintaan Pembayaran.
Pengajuan SPP harus disetujui oleh Kepala Desa melalui Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa. Bendahara desa wajib mempertanggung jawabkan penggunaan uang yang menjadi tanggung jawabnya melalui laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada Kepala Desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Bupati harus menetapkan evaluasi rancangan APBDes paling lama 20 hari kerja. Apabila hasil evaluasi melampaui batas waktu dimaksud, Kepala Desa dapat menetapkan rancangan peraturan desa tentang APBDes menjadi peraturan desa.
Dalam hal Bupati menyatakan hasil evaluasi Raperdes tentang APBDes tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa bersama BPD melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan BPD, dan Kepala Desa.
Dalam implementasi kebijakan APBDes, tentunya akan ada faktor-faktor yang menentukan implementasi kebijakan APBDes tersebut. Secara khusus kedudukan Pemerintah Desa menjadi sangat penting karena memiliki kewenangan yang sangat luas setelah dikeluarkannya Undang-Undang Otonomi Daerah Tahun 2004.
Kewenangan-kewenangan itu perlu penangan khusus seperti halnya pengelolaan keuangan desa yang merupakan implementasi dari kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa yang telah diatur dalam Permendagri Nomor 37 Tahun 2007.
Secara teknis dalam proses penyusunan APBDes, Pemerintah Desa dan Badan Pembangunan Desa (BPD) menyusun Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) berdasarkan Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang ditetapkan dengan peraturan Kepala Desa.
Kemudian Rancangan Peraturan Desa (Raperdes) tentang APBDes disusun berdasarkan RKPDes oleh Sekretaris Desa. Kemudian Kepala Desa menyampaikan Raperdes tentang APBDes kepada BPD untuk dibahas bersama dan memperoleh persetujuan bersama.
Raperdes tentang APBDes yang telah disetujui Kepala Desa – BPD kemudian diserahkan kepada Bupati sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lambat 3 (tiga) hari sebelum ditetapkan. Bupati akan mengeluarkan hasil evaluasi Raperdes tentang APBDes akan disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja kepada Kepala Desa.
Apabila hasil evaluasi tidak dikeluarkan lewat dari 20 hari kerja oleh Bupati, maka Kepala Desa dapat menetapkan Raperdes tentang APBDes menjadi Perdes tentang APBDes).
Adanya pendapatan dan pengeluaran yang tidak dapat dijelaskan dalam perdes, artinya ada Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) terdiri dari pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan desa tidak berfungsi sebagaimana mestinya, terutama pembentukan dana cadangan, penyertaan modal desa dan pembayaran lainnya.
Selain itu juga dilihat dari dokumen perubahan APBDes dari Desa Baru, Desa Pagat, dan Desa Layuh, tampak sekali bahwa Perdes tersebut seperti formalitas yang dimintakan oleh Pemerintah Daerah untuk melengkapi berkas saja. Ini dapat dilihat dari samanya nomor Perdes yang dikeluarkan dan besaran data keuangan yang tidak jauh berbeda (lihat lampiran).
Faktor-faktor yang menentukan implementasi kebijakan APBDes berdasarkan uraian dari hasil penelitian bahwa di Kecamatan Batu Benawa adalah Pertama, Perencana dan pelaksana kebijakan APBDes Dalam hal ini, aktor utama dalam perencana dan pelaksana APBDes, yakni pemerintah desa.
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pengelolaan keuangan daerah dari segi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sebenarnya masih kurang, namun karena adanya kerjasama maka pengelolaan masih lancer.
Hal ini dikarenakan tidak adanya masyarakat yang dapat ditunjuk untuk dapat mengelola keuangan (untuk bendahara desa) karena tidak memiliki kemampuan khusus dikarenakan pendidikan pengelola desa kebanyakan paling tinggi berpendidikan SMA.
Kedua, Keberadaan aspek pemasukan desa Keberadaan pemasukan yang tidak jelas pada APBDes yakni adalah Pendapatan asli desa dan alokasi dana desa. Pemasukan pada tiga desa yang menjadi objek penelitian tidak menunjukkan keberadaan dari PAD dan ADD dalam APBDes mereka. Pemasukan kebanyakan berasal dari bantuan kabupaten/provinsi.
Ketiga, Tingkat urgensi program Dalam hal ini dapat dikatakan prioritas dalam program pembangunan yang kadang dituangkan dalam APBDes juga mempengaruhi pelaksanaan kebijakan APBDes. Prioritas maksudnya disini adalah penting dan memang bersifat mendesak sehingga kadang tidak bisa menunggu penetapan Perda APBDes.
Penulis: Lailatul Fitriah
Mahasiswa Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News