Komitmen Integritas Pengelola APBN

Komitmen Integritas Pengelola APBN
Gambar dibuat dengan AI.

APBN tahun 2025 disusun dengan mempertimbangkan faktor perekonomian global dan kebijakan jangka pendek, menengah, dan panjang untuk mendorong pencapaian Visi Indonesia Emas 2045, serta memberikan alokasi yang fleksibel untuk pelaksanaan program pemerintahan selanjutnya di bawah pimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Hal tersebut diperlukan agar peralihan pemerintahan dapat dilakukan secara lancar dan berkelanjutan pada masa transisi.

APBN 2025 ditetapkan alokasi belanja sebesar Rp3.621,3 triliun, yang dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp2.701,4 triliun (termasuk sebesar Rp1.541,4 triliun Belanja Non-KL pada Belanja Pemerintah Pusat) serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp919,9 triliun yang nantinya harus dipertanggungjawabkan pelaksanaan APBN kepada wakil rakyat.

Pertanggungjawaban APBN kepada DPR dalam bentuk laporan keuangan yang disusun dari level satuan kerja didaerah sampai di level kementerian, hal yang dipertanggungjawabkan meliputi transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara untuk menilai efektivitas dan efisiensi penggunaan dana APBN oleh Pengguna Anggaran.

Bacaan Lainnya

Sampai saat ini Kementerian Keuangan sebagai CFO (Chief Financial Officer) Pemerintah sudah memperoleh 9 kali predikat WTP atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menunjukan LKPP disusun sesuai Standar Akuntansi Pemerintah, diungkapkan secara memadai, sesuai ketentuan perundang-undangan, dan didasarkan pada efektivitas sistem pengendalian intern. Apakah sudah cukup demikian?

Mengutip dari pidato Presiden Prabowo Subianto dalam acara penyerahan DIPA TA 2025, “Dalam rangka kita tingkatkan pemerintahan yang bersih, salah satu terobosan adalah melalui digitalisasi.”

Pemerintah sudah seharusnya menyadari bahwa pengelolaan APBN dikatakan berhasil bukan berpatok predikat WTP pada LKPP, atau terserapnya seluruh belanja dan tercapainya target penerimaan negara, namun juga harus melihat proses pelaksanaan APBN khususnya inefisiensi belanja dan kemungkinan terjadinya pelanggaran oleh Pengguna Anggaran dalam hal ini Pejabat Pemerintah mengurusi berbagai hal terkait penyelenggaraan negara dan pelayanan publik dan Pejabat Perbendaharaan terkait pengelolaan APBN.

Presiden Prabowo dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 menyampaikan komitmen untuk penerapan teknologi digital, seperti e-katalog dan e-government, untuk meminimalisir peluang korupsi dalam birokrasi.

Presiden menginstruksikan seluruh jajaran pemerintah, termasuk yudikatif dan legislatif, untuk bekerja sama demi menciptakan pemerintahan yang bersih.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang saat ini memiliki kedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia yang juga sebagai Bendahara Umum Negara  memiliki  tugas strategis dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang keuangan negara, termasuk penyusunan anggaran, pengelolaan pendapatan dan belanja negara, serta pengawasan terhadap keuangan negara tentu akan memliki peran penting dari  sisi regulator kebijakan dan manajemen pengelolaan keuangan negara.

Dalam upaya menjaga budaya kerja yang baik, Kementerian Keuangan mempunyai lima nilai utama: integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan.

Dari kelima nilai tersebut, integritas diletakkan di bagian yang terdepan dari kelima nilai. Hal ini bermakna seluruh insan dalam bekerja di Kementerian Keuangan senantiasa menjunjung tinggi integritas.

Perlu diketahui salah satu pemicu praktik korupsi tersebut adalah rendahnya integritas baik di tingkat organisasi maupun individu. Sehingga salah satu upaya dalam mencegah tindak korupsi, yaitu dengan membangun budaya integritas.

Dengan membiasakan diri memiliki integritas maka akan menumbuhkan nilai integritas pada lingkungan organisasi. Organisasi yang berintegritas terbentuk dari keseluruhan elemen organisasi mulai dari level staf, fungsional, pejabat, tata Kelola, manajemen yang berintegritas termasuk dalam pengelolaan keuangan atau pengelolaan APBN.

Baca Juga: Harapan APBN Negara Indonesia 2024 dengan Mengacu pada APBN 2023

Saat ini proses pelaksanaan pengelolaan keuangan APBN dilaksanakan oleh Pejabat Perbendaharaan yang terdiri dari: Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM), dan Bendahara Pengeluaran, Pejabat Perbendaharaan memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam proses pengeluaran uang negara.

Sehingga memiliki peluang ataupun kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi ataupun perbuatan melanggar peraturan lain.

Untuk mendukung peran strategis pengelolaan anggaran berkenaan dengan transaksi pejabat perbendaharaan, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai BUN telah menginisiasi diterbitkannya Pernyataan Tanggung Jawab (Statement of Responsibility) berupa Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran (PKIPA) yang ditandatangani oleh seluruh pejabat perbendaharaan satuan kerja pada aplikasi Pengelolaan keuangan negara atau disebut SAKTI (Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi).

Inisiatif PKIPA diharapkan dapat mendorong terlaksananya mekanisme check and balance dalam pengajuan tagihan, dan terciptanya ketertiban dalam penggunaan aplikasi, termasuk dalam pengelolaan user masing-masing pejabat perbendaharaan di setiap satuan kerja Kementerian/ Lembaga guna peningkatan kualitas tata kelola dan penatausahaan keuangan pada satuan kerja oleh para pejabat perbendaharaan.

Secara definisi PKIPA adalah singkatan dari Pernyataan Komitmen Integritas Pelaksanaan Anggaran. Ini adalah bentuk komitmen yang wajib diisi oleh pejabat perbendaharaan dalam pelaksanaan anggaran, khususnya dalam Sistem Akuntansi Keuangan Terpadu (SAKTI).

Bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas dan integritas dalam pengelolaan anggaran, serta memastikan bahwa setiap transaksi keuangan di SAKTI dilakukan dengan benar dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

PKIPA diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 158 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/MK.05/2021 tentang Pelaksanaan Sistem SAKTI, khususnya Pasal 10A.

PKIPA memiliki beberapa jenis, antara lain: PKIPA Awal yaitu Komitmen yang diisi di awal periode tahun anggaran, PKIPA Periodik yaitu Komitmen yang diisi setiap periode (tiap semester), PKIPA Perubahan yaitu Komitmen yang diisi jika ada perubahan pada anggaran dan PKIPA Transaksi yaitu Komitmen yang diisi setiap kali melakukan transaksi di SAKTI.

PKIPA wajib ditandatangani oleh seluruh pejabat perbendaharaan aktif. Jika PKIPA belum ditandatangani, maka transaksi di Aplikasi SAKTI dapat diblokir (tidak bisa dilanjutkan).

Penyusunan dan penggunaan PKIPA dalam Sistem SAKTI diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara, meneguhkan semangat integritas, mengurangi risiko korupsi, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Penulis: Kholid Mawardi
Fungsional PTPN, KPPN Sragen

 

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses