Konflik berkepanjangan antara Iran dan Israel kembali mengemuka di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Aksi saling serang, baik secara langsung maupun lewat proksi, menempatkan dunia pada risiko instabilitas baru yang tidak hanya berdampak secara regional, tetapi juga secara global.
Di balik konflik ini, terdapat satu isu krusial yang sering kali luput dari perhatian: kedaulatan negara.
Dalam hukum internasional, kedaulatan merupakan prinsip utama yang menjamin integritas wilayah, non-intervensi, dan hak suatu negara untuk mengatur urusan dalam negerinya tanpa campur tangan pihak luar.
Akar Konflik dan Intervensi
Iran secara konsisten menentang eksistensi negara Israel dan secara aktif mendukung kelompok-kelompok bersenjata di kawasan seperti Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Gaza.
Sementara itu, Israel melakukan serangan pre-emptive ke wilayah Suriah dan Irak dengan alasan keamanan nasional, khususnya untuk menghentikan penyebaran senjata dari Iran ke sekutunya.
Namun, tindakan ini sering kali melampaui batas yurisdiksi negara lain, dan menimbulkan pertanyaan serius: apakah alasan keamanan dapat membenarkan pelanggaran terhadap kedaulatan negara lain?
Pandangan Hukum Internasional
Piagam PBB Pasal 2(4) secara tegas melarang penggunaan kekuatan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik suatu negara.
Meskipun terdapat pengecualian seperti self-defense (Pasal 51 Piagam PBB), tindakan harus bersifat proporsional dan mendesak.
Dalam konteks Iran-Israel, klaim pertahanan diri sering digunakan oleh kedua belah pihak.
Israel berdalih bahwa serangan ke wilayah Suriah adalah bentuk pencegahan terhadap ancaman langsung dari Iran.
Di sisi lain, Iran menyatakan bahwa kehadirannya di Suriah sah berdasarkan undangan pemerintah resmi Suriah.
Kedaulatan di Tengah Proxy War
Konflik ini menjadi semakin kompleks karena melibatkan aktor-aktor non-negara dan perang proksi.
Keterlibatan kelompok bersenjata non-pemerintah mengaburkan batas tanggung jawab dan memperumit penegakan hukum internasional.
Situasi ini menunjukkan bahwa prinsip kedaulatan negara kian terancam oleh logika keamanan regional.
Dalam praktiknya, kedaulatan negara-negara seperti Suriah dan Lebanon justru dijadikan arena konflik oleh kekuatan regional yang lebih besar.
Kesimpulan: Antara Kepentingan dan Prinsip
Konflik Iran-Israel menantang konsistensi penerapan prinsip-prinsip dasar hukum internasional, khususnya kedaulatan negara.
Ketika tindakan sepihak dibungkus narasi pertahanan diri, hukum internasional berisiko kehilangan makna substansialnya.
Solusi yang berkelanjutan tidak hanya terletak pada diplomasi, tetapi juga pada penegakan prinsip hukum yang adil.
Jika tidak, maka kedaulatan negara akan terus menjadi korban dalam percaturan geopolitik yang keras kepala.
Penulis: Ahmad Lubby Ruways
Mahasiswa Prodi Hukum Tata Negara, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News