Mencintai dengan Hati dan Takdir Abadi

Buku
Sumber foto: shopee.co.id

Cinta adalah suatu emosi dari afeksi yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta juga dapat diartikan sebagai suatu perasaan dalam diri seseorang akibat faktor pembentuknya. Dalam konteks filosofi, cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang.

Cinta adalah alasan sekaligus tujuan. Dalam buku karya Maman Suherman yang berjudul Ada Nama yang Abadi di Hati tapi Tak Bisa Dinikahi ini menceritakan tentang bagaimana tulusnya seseorang mencintai bahkan saat mereka tidak bersama sekaligus, karena seperti yang diketahui, setiap orang dapat merasakan cinta dan setiap orang pasti pernah mengalami jatuh cinta.

Saat seseorang mencintai, ia akan menjadi jawaban itu sendiri, karena cinta tidak berfikir benar atau salah, cinta tumbuh begitu saja, bagai biji tetumbuhan yang diterbangkan perasaaannya, ditunaskan hujan air mata, berlabuh pada tempat dan hati yang diinginkannya, begitulah cinta, seseorang akan mengerti arti cinta jika ia merasakannya.

Bacaan Lainnya
DONASI

“Dalam cinta, seseorang tidak menyiapkan diri untuk menderita, seseorang menyiapkan diri untuk berjuang meraih bahagia. Cinta juga punya tanda nyata, memaklumi, memaafkan tak bertepi, dan memotivasi. Dalam cinta yang diinginkan tidak hanya peluk menenangkan tetapi seseorang yang menyenangkan.”

Dari kalimat tersebut dapat disimpulkan bahwa cinta adalah kumpulan dari dua insan yang saling memahmi, bukan hanya tentang aku dan kau tetapi kita, karena sejatinya cinta adalah bahagia bersama bukan hanya ego semata, jika cinta memakai ego maka yang tumbuh hanyalah amarah dan kekesalan yang akan menjadikan tidak tumbuh lagi cinta tersebut.

Dalam buku Ada Nama yang Abadi di Hati tapi Tak Bisa Dinikahi juga membahas tentang sedikit teori, seperti teori dari Sigmund Freud, Melanie Klein, Edith Jacobson, dan Ian Suttle.

Di dalam teori Frued menjelaskakn bahsa fenomena cinta-benci didasarkan pada dua “dorongan” yang bertolak belakang; libido (sumber cinta) vs agresi (tautan dengan kebencian).

Dalam teori Jacobson menerangkan bahwa relasi cinta-benci bertitik pangkal pada pengalaman relasional dalam kehidupan diri, hampir sama dengan Suttle yang melihatnya sebagai pengalaman relasional yang memuaskan atau menyakiti sebagai musabab ambivakensi cinta-benci.

Menurut Kelin, uraiannya berkisar pada splitting, pemisahan antara objek yang berkenan di hati, awal cinta, dan objek yang mengecewakan, sumber rasa benci. Jika berbicara tentang cinta dan benci, ingat satu perkataan dari Candra Malik, “Cinta bukan kata benda, cinta bukan kata kerja, cinta adalah kata hati.”

Cinta itu urusan hati, dari hati, dan oleh hati. Jika kata hati dan urusan hati sudah ditemukan maka pernikahan adalah jalan akhirnya. Pernikahan tidak menyatukan dua orang yang sempurna tetapi dua orang yang saling menerima dengan sempurna.

Setiap perkenalan punya akhir perjalanan petualangan, tetapi tidak bagi setiap percintaan, bagi banyak pecinta dan perindu, akhir percintaan kerap tak dianggap sebagai berakhir selamanya, tetapi semata sebagai persinggahan, tetapi mencintai juga perlu kerelaan dan keilkhlasan, karena bahagia itu merelakan, meninggalkan dengan keikhlasan dan mendoakan.

Penulis: Dilla Tazkiya
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI