Mengenal Budaya Suku Kajang

Suku Kajang.
Mengenal Budaya Suku Kajang.

Suku Kajang merupakan komunitas adat tradisional yang mendiami wilayah Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, sekitar 200 kilometer dari Kota Makassar. Wilayah Kajang terbagi menjadi delapan desa dan enam dusun.

Secara geografis, komunitas ini terbagi menjadi dua kelompok: Kajang Dalam, yang dikenal sebagai “tau Kajang” dan sangat memegang teguh adat istiadat, serta Kajang Luar, yang disebut “tau lembang” dan lebih terbuka terhadap pengaruh modernisasi.

Suku Kajang bermukim di Desa Tana Toa, sebuah kawasan perbukitan yang bergelombang. Dari beberapa titik di desa ini, dapat terlihat Pegunungan Lompobattang-Bawakaraeng dan Lembah Bantaeng di sebelah barat, serta Teluk Bone dan gugusan Pulau Sembilan di sebelah timur.

1. Rumah Adat Suku Kajang

Bacaan Lainnya

Rumah tradisional suku Kajang mengikuti pola arsitektur Bugis-Makassar dengan tiga tingkatan ruang vertikal: tingkat atas (loteng/rakkeang) untuk menyimpan padi dan bahan makanan; tingkat kedua (badan rumah/ale bola) sebagai ruang utama untuk aktivitas sehari-hari yang terdiri dari ruang depan (dapur), ruang tengah (tempat makan, tamu, tidur), dan ruang belakang (bilik kepala keluarga); serta tingkat ketiga (kolong rumah/awa sao) untuk hewan piaraan dan alat pertanian.

2. Baju Adat Suku Kajang

Suku Kajang memiliki larangan untuk memakai pakaian selain warna hitam dan putih, karena menurut kepercayaan mereka, warna-warna tersebut melambangkan kesederhanaan.

Sarung hitam yang dipakai oleh pria dibuat sendiri melalui proses menenun, kemudian direndam dalam larutan dari daun tarum sehingga menghasilkan warna hitam pekat. Sedangkan pakaian wanita terdiri dari sarung dan baju bodo yang juga berwarna hitam pekat.

Baca Juga: Pinisi Kebanggaan yang Berlayar, Alam yang Tercemar

3. Tradisi: Ritual Andingingi Suku Kajang

Ritual Andingingi dalam masyarakat Suku Kajang merupakan perwujudan penghormatan terhadap alam sebagai sumber kehidupan, yang melibatkan penggunaan elemen-elemen alami seperti daun, bambu, dan kemiri.

Tradisi ini mencakup doa-doa untuk keberkahan hasil bumi dan pemberian sesajen kepada leluhur sebagai upaya menjaga keseimbangan alam serta mencegah bencana.

Masyarakat Suku Kajang diajak untuk hidup selaras dengan alam, memperkuat persatuan, dan melestarikan kearifan lokal melalui ritual ini, yang juga menjadi momen introspeksi untuk memperbarui komitmen terhadap pelestarian lingkungan.

Baca Juga: KKSS Butuh Figur Pemimpin Peduli Perantau Bugis Nusantara

Pelaksanaan Ritual Andingingi memiliki tahapan yang terstruktur, dimulai dengan Arunding (musyawarah adat) dan pembangunan barung-barung (tempat pelaksanaan ritual).

Tahapan selanjutnya meliputi Palenteng Ere’ (persiapan sesajen), Be’beseh (pembersihan), pemberian alabiang de’dek (sesajen di tempat sakral), dan penyampaian pasang (doa dan pesan untuk keseimbangan alam).

Ritual ini dipimpin oleh Ammatoa dan pemangku adat, yang menegaskan struktur hierarkis dan pentingnya otoritas dalam menjaga keselarasan dengan alam melalui praktik ritual.

Budaya Suku Kajang adalah sebuah warisan yang sangat berharga. Kesederhanaan dalam keseharian khususnya dalam pakaian adat, serta kekayaan tradisi yang masih terjaga dengan baik, menjadikan Suku Kajang sebagai contoh bagaimana masyarakat dapat hidup harmonis dengan alam dan mempertahankan identitas budayanya di tengah arus modernisasi.

Memahami budaya Suku Kajang memberikan kita pelajaran berharga tentang pentingnya kesederhanaan, kebersamaan, dan kearifan lokal dalam menjalani kehidupan.

Penulis:
1. Shahraeni Darwis
2. Nur Azizah Balqis
3. Mesi
4. Kiki Adelia

Mahasiswa PGSD Universitas Negeri Makassar

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses