Pemilu sudah di depan mata. Tepatnya pada tahun 2024 nanti kita akan bertemu dengan hari besar yang berkaitan dengan politik yakni pelaksanaan Pemilu.
Seperti yang sudah diketahui, Pemilu (Pemilihan Umum) merupakan ajang pemilihan suatu kepala daerah maupun kepala pemerintahan secara pusat melalui pemungutan suara yang dilakukan oleh masyarakat.
Dimana Warga Negara Indonesia yang sudah berusia legal (17 tahun ke atas) atau memiliki KTP secara resmi bisa dapat menggunakan haknya untuk memilih siapa pemimpin pemerintahan yang akan berjalan sesuai periode jabatannya.
Membaca situasi saat ini, dinamika politisasi terhadap Pemilu 2024 terlihat semakin ramai. Terlihat dari banyaknya aksi-reaksi politik yang terjadi baik antara paslon maupun dari pendukungnya.
Diperkirakan bahwa mulai pertengahan hingga akhir tahun 2023 ini akan menjadi fase tersibuk partai politik yang akan bertarung pada event pemilu nanti, yang dimana puncak tersibuknya akan paling dirasa mulai awal tahun 2024 nanti.
Partai politik yang ingin ikut berkontribusi dalam ajang Pemilu 2024 ini harus bersiap dengan segala tahapan pemilu sesuai tingkatannya, serta harus bisa menyesuaikan hubungan komunikasi politik guna mematangkan strategi pengusungan.
Salah sedikit pada strategi yang digunakan, akan sangat berpengaruh pada hasil akhir pemilu nantinya.
Di masa-masa mendekati tahun politik 2024 nanti, partai politik harus bisa menciptakan rasa kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya untuk mengamankan posisinya dalam ajang pemilu.
Tiap-tiap partai politik harus mengintrospeksi diri dan membenahi apa yang dirasa kurang dari kinerjanya dengan bercermin pada tiap harapan publik untuk pemerintahan, kepentingan partai lain, serta kepentingan partai politik milik mereka sendiri.
Jika melihat dari survei yang dilakukan oleh Indonesia Political Opinion (IPO) untuk menguji elektablitas partai politik yang akan turut berkontribusi dalam pemilu, terlihat bahwa PDIP unggul dengan perolehan elektabilitas sejumlah 21,5%, yang diikuti dengan Partai Gerindra 19,7%, Partai Golkar 9,3%, Partai Demokrat 9,2%, Partai PKB 7,7%, Partai Nasdem yang berjumlah 7,5%, serta beberapa partai lain yang mendapat polling dibawah 5%.
Jenis survei lainnya yakni dari jajak pendapat Litbang Kompas yang dilakukan mulai 24 September sampai 7 Oktober 2022, menunjukkan bahwa tingkat elektabilitas Calon Presiden diungguli oleh Ganjar Pranowo dengan angka mencapai 23,2%, yang disusul oleh Prabowo Subianto di posisi kedua dengan 17,6%. Sementara Anies Baswedan berada pada posisi ketiga dengan angka sebesar 16,5%.
Secara singkat, hasil survei yang didapat PDIP menandakan keamanan posisinya dalam parlemen untuk meraih kursi legislatif, dengan memboyong Ganjar Pranowo sebagai calon dari partainya, PDIP mengharap bahwa calonnya bisa memenangkan pemilu Presiden nanti.
Namun jika dilihat dari segi kepercayaan masyarakat, mayoritas Warga negara lebih mempercayai kinerja Prabowo dibandingkan Ganjar, mengingat beberapa catatan merah yang dimiliki Ganjar selama menjabat menjadi Gubernur Jawa Tengah (cth: Kasus Tambang Wadas) yang membuat masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap kinerja Ganjar.
Melihat angka presentase dari hasil survei tersebut dengan tidak melupakan faktor masyarakat, bukan tidak mungkin angka dan posisi keseluruhan akan berubah sampai menjelang pemilu nanti.
Tiap menjelang tahun politik, para paslon pasti akan melakukan kampanye untuk menjelaskan mengenai visi misinya apabila terpilih untuk periode selanjutnya.
Dalam kampaye tersebut publik akan mulai merespons dengan memperbincangkan para paslon untuk mencari probabilitas perolehan suara untuk para paslon pilihannya.
Opini publik akan terus diguncang oleh aktivitas kampanye tersebut hingga akan selalu muncul kejutan di tiap aktivitasnya.
Keterguncangan opini masyarakat tersebut akan dimanfaatkan konstruksinya oleh partai tertentu untuk mencapai keuntungannya dalam mengamankan posisi dalam kursi pemerintahan.
Faktor Penentuan Hasil Akhir
Di tengah derasnya opini publik terhadap fenomena acara politik yakni pemilu, ada beberapa faktor penting yang harus diamini dan dilakukan oleh partai maupun paslon capres maupun cawapres dengan serius, jelas, dan cermat untuk bisa memenangkan hati masyarakat dan mendapat kepercayaan masyarakat secara utuh untuk menjalani roda pemerintahan.
Pertama, tiap-tiap partai maupun paslon harus bisa memahami situasi, persepsi dan kondisi politik selama menjelang pemilu.
Semakin dekatnya hari pelaksanaan pemilu maka tiap-tiap partai politik akan semakin memanas baik perencanaan strategi partainya dalam mencapai kepercayaan masyarakat maupun tindak-tanduk licik yang akan dilakukan.
Setiap paslon serta partai harus bisa menempatkan situasi tersebut tidak hanya demi nilai dan daya ikat, melainkan juga untuk nilai fungsional terkait gagasan dan inisiatif dalam menghadapi berbagai persoalan.
Kedua, terhubung secara elite dengan publik terkait komunikasi serta konstruksi opini publik mengenai pemilu 2024.
Dengan menghadirkan capres atau cawapres dalam kampanye untuk mengenal dan mengetahui opini publik secara langsung, mereka harus bisa memformulasikan keluh kesah masyarakat serta masukan-masukan dari seluruh pihak secara bijak agar bisa menjadikan komunikasi tersebut menjadi suatu gagasan visi dan misi yang patut diperjuangkan.
Ketiga, faktor manajemen privasi komunikasi. Hal ini terkait pada apa saja yang menjadi keluhan para masyarakat yang ingin disampaikan pada para pasangan Capres dan cawapres, namun apa yang tersampaikan secara langsung justru berbeda dan bahkan melenceng jauh.
Ketidaksesuaian komunikasi antara masyarakat dengan para paslon maupun partai dapat menjadikannya titik balik, apakah kesuksesan yang akan diraih oleh paslon dan partai tersebut atau bahkan kegagalan yang akan didapat.
Disaat seperti itulah manajemen privasi komunikasi tersebut dibutuhkan, karena dianggap sebagai kunci dalam menerima dan mengelola setiap opini yang disampaikan dalam ruang lingkup persiapan Pemilu.
Opini Penulis
Tidak ada salahnya dalam pelaksanaan kampanye, setiap partai melakukan hal-hal yang dikehendaki untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat dalam menjalani roda pemerintahan.
Karena seperti yang sudah diketahui, bahwa meskipun sistem pemerintahan di Indonesia sudah sangat bagus dan tertata sesuai dengan sistem yurisprudensi, terkadang masih ada beberapa hal yang missed dalam pelaksanaannya.
Asalkan seluruh kampanye maupun proses yang harus diikuti parpol tersebut, diikuti dan ditaati dengan tata tertib tanpa adanya unsur identity politic atau money politic.
Meskipun pada hasil survei yang dikatakan di atas menunjukkan bahwa PDIP dan Ganjar unggul dalam uji elektabilitas, hal tersebut belum tentu menjadikan Ganjar sebagai pemenang capres dalam pemilu 2024, mengingat bahwa kedudukan Prabowo dalam ranah pemerintahan juga begitu kuat.
Dengan kekuatan yang dipegangnya masing-masing, seluruh pihak capres yang maju juga pasti memiliki kelemahan dalam memegang kendali pemerintahannya yang menjadikannya sebagai catatan merah dalam sejarah.
Sehingga keputusan akhirnya pun kembali lagi pada masyarakat, bagaimana masyarakat akan menggunakan hak suaranya untuk kemajuan Indonesia.
Penulis: Febryani Nurindah Wahyuni
Mahasiswi Ilmu Hukum, Universitas Pamulang
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi