Perkembangan teknologi yang signifikan menciptakan percepatan pada digitalisasi pelayanan publik di pemerintahan atau dikenal dengan istilah E-Government.
Terciptanya digitalisasi pada pelayanan pemerintah merupakan tuntutan dari masyarakat agar birokrasi di Indonesia lebih cepat dan mudah hal ini pun sesuai dengan undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Teknologi Informasi dan Transaksi elektronik.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut goals dari penggunaan teknologi berbasis informasi ialah memajukan pelayanan agar lebih efektif dan efisien. Namun, benarkah digitalisasi pelayanan pada pemerintah Indonesia sudah efektif atau malah menjadi ancaman bagi birokrasi?
Presiden Joko Widodo mencatat setidaknya ada 27.000 aplikasi di instansi pemerintah yang bekerja sendiri-sendiri di setiap instansi atau dapat dikatakan tidak terintegrasi dan fungsinya saling tumpang tindih sehingga maraknya aplikasi di instansi pemerintahan tidak efisien dan terjadi lah pembengkakan anggaran.
Fenomena baru pun terjadi ketika muncul nya nama-nama aplikasi di instansi pemerintahan yang tidak etis dan dinilai kontroversial, seperti aplikasi Si P*P*K yang diusung oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon ini merupakan singkatan dari Sistem Pelayanan Program Penanggulangan Kemiskinan dan Jaminan Kesehatan atau SITHOLE Aplikasi milik Pengadilan Negeri Semarang ini merupakan singkatan dari Sistem Informasi Konsultasi Hukum Online (www.PrinIndonesia.co).
Baca Juga:Â Membangun Smart Government dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik Di Indonesia
Lalu, seberapa urgent kah jika governansi digital yang dijalankan pemerintah tidak efektif?
E-Government sendiri tidak hanya berurusan dengan persoalan efisiensi biaya dan kecanggihan teknologi namun juga berkaitan erat dengan keterwujudan nilai-nilai yang mencerminkan tata kelola pemerintahan yang baik seperti transparansi, keterbukaan, ketepatan kebijakan, peningkatan kualitas pelayanan publik dan peningkatan partisipasi masyarakat (Gil-Garcia, 2012).
Melalui governansi digital juga pemerintah dan masyarakat menciptakan saluran komunikasi yang lebih baik, tetapi jika implementasi terhadap governansi digital gagal, hal ini akan menjadikan perkembangan E-Government di Indonesia menjadi ancaman bagi birokrasi.
Ketidakmampuan untuk memberikan layanan yang efisien dan efektif tidak hanya merugikan citra pemerintah, tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat.
Banyaknya aplikasi yang tidak terintegrasi dengan baik menyebabkan aplikasi memiliki fungsi yang tumpang tindih dan pemborosan anggaran yang signifikan untuk pengembangan dan pemeliharaan aplikasi yang tidak efisien.
Alih-alih masyarakat mendapatkan kualitas layanan digital yang efisien, pemerintah justru terjebak dalam pembengkakan anggaran yang berkepanjangan.
Kurangnya informasi dan ketidaktahuan mengenai aplikasi digital pemerintahan untuk masyarakat akan menciptakan proses pelayanan yang lambat. Masyarakat sering kali merasa bingung tentang cara menggunakan aplikasi layanan tersebut.
Akibatnya, mereka tetap bergantung pada metode tradisional yang lebih lambat dan kurang efisien. Keterlambatan dalam mendapatkan layanan ini dapat memicu keluhan dari masyarakat dan berpotensi menimbulkan praktik-praktik korupsi.
Ketidakefektifan ini lah yang menjadi ancaman bagi pemerintah karena mengakibatkan publik kehilangan kepercayaan. Masyarakat yang sering kali mengalami kesulitan dalam mengakses layanan atau menemukan aplikasi yang tidak berfungsi dengan baik akan merasa frustasi.
Ketika harapan mereka terhadap pemerintah tidak terpenuhi, kepercayaan mereka pun menurun. Hal ini menciptakan jarak antara pemerintah dan masyarakat, serta mengurangi partisipasi publik dalam program-program yang seharusnya bermanfaat bagi mereka.
Dalam menghadapi dampak dan tantangan ini, sangat penting bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem yang ada.
Peningkatan integrasi antara aplikasi, pelatihan bagi aparatur pemerintah, serta melibatkan masyarakat dalam proses perbaikan adalah langkah-langkah krusial untuk menciptakan pelayanan publik yang lebih baik.
Baca Juga:Â Kerjasama PAFI Kabupaten Gunung Kidul dengan Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakat
Ketidakefektifan governance digital bukan hanya masalah teknis, ia merupakan tantangan besar bagi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Dengan upaya perbaikan yang tepat, kita dapat berharap untuk melihat transformasi positif dalam pelayanan publik di Indonesia, menciptakan pemerintahan yang lebih responsif dan akuntabel bagi semua lapisan masyarakat.
Penulis: Maya Anjanie
Mahasiswa Prodi Administrasi Publik, Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News