Dalam pembangunan perekonomian di Indonesia saat ini perusahaan berlomba-lomba untuk mencari pekerja yang berpotensi untuk kemajuan dari perusahaan itu sendiri.
Akan tetapi, kemampuan dari pekerja dalam menghasilkan pekerjaan yang optimal bagi perusahaan dapat berkurang karena berbagai macam halangan salah satunya karena sakit dan juga kecelakaan.
Setiap pekerja mempunyai kesempatan untuk mendapatkan kesempatan bekerja sesuai dengan kemampuan dan keahliannya juga mempunyai hak untuk mendapatkan upah yang layak sehingga dapat menjamin kesejahteraan dirinya beserta keluarga yang menjadi tanggung jawabnya.
Dengan begitu, perlindungan pada pekerja dapat dilakukan dengan baik seperti memberikan tuntunan, santunan ataupun dengan meningkatkan pengakuan hak, perlindungan fisik dan sosial ekonomi dengan norma yang berlaku.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja mengatur bahwa seluruh pekerja yang berhak atas perlindungan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaannya demi kepentingan kehidupan dan meningkatkan produksi dan produktivitas negara.
UU menekankan kewajiban semua perusahaan untuk melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja sebagai hak karyawan.
Secara khusus, penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang perlu dan sangat penting, karena hal ini membantu memastikan bahwa karyawan mendapatkan dukungan yang memadai untuk memahami betapa pentingnya penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja bagi diri mereka sendiri dan perusahaan.
Maka perlindungan hukum terhadap pekerja dimaksudkan untuk menjamin hak dasar pekerja, menjamin keselamatan, dan kesehatan dalam bekerja guna mewujudkan kesejahteraan bagi pekerja dengan tetap memperhatikan kemajuan dunia usaha. Pasal 3 Ayat (1) UU Keselamatan Kerja menyatakan syarat-syarat penerapan keselamatan kerja:
- Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
- Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran;
- Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
- Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
- Memberi pertolongan pada kecelakaan;
- Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
- Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran;
- Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.
- Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
- Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
- Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
- Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
- Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
- Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman, atau barang;
- Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
- Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
- Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
- Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Pasal 86 Ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyatakan, “Kami akan mengambil langkah-langkah untuk kesehatan dan keselamatan kerja untuk melindungi keselamatan pekerja dan pekerja untuk mencapai produktivitas kerja yang optimal“.
Selain itu, Pasal 87 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan“. Persyaratan keselamatan kerja di tempat kerja adalah hal yang harus diikuti pekerja.
Perusahaan perlu mengingatkan pekerja secara tertulis dan gambar tentang keselamatan kerja yang mudah dibaca pekerja dan dalam rangka mendukung semua persyaratan keselamatan kerja. Perusahaan dan pengusaha melalui manajemen harus menyiapkan alat pelindung diri bagi pekerja yang ingin bekerja.
Dalam hal ini, di lokasi penambangan. Penjelasan Pasal 14 dilakukan oleh seluruh karyawan dan manajemen di kantor maupun di lapangan. Tanggung jawab perusahaan kepada pekerja juga dapat dilakukan dengan mengawasi pekerja selama bekerja, yang bertujuan untuk meminimalkan kecelakaan pada pekerjaan. Kecelakaan dan penyakit akibat kerja pekerjaan adalah risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja.
Bekerja dengan baik. Untuk mengatasi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan akibat meninggal dunia atau cacat akibat kecelakaan kerja, memerlukan perlindungan santunan pekerja.
Mengingat bahwa gangguan mental yang disebabkan oleh kecelakaan kerja sangat relatif sehingga sulit untuk menentukan tingkat kecacatan, jaminan atau kompensasi diberikan hanya jika terjadi mentalitas tetap yang cacat pejabat tidak bisa lagi bekerja. Â
Penulis: Sabrina Nurfauziah
Mahasiswa Ilmu Hukum, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi Â
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News