Perusahaan Tidak Boleh Memecat Karyawan Tanpa Alasan yang Jelas atau Sepihak

Memecat Karyawan
Karyawan PHK.

Bekerja adalah sebagai upaya setiap orang untuk mendapatkan penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebelum memulai bekerja, pekerja akan mengawali hubungan kerjanya dengan membuat perjanjian atau kontrak kerja dengan pengusaha.

Hubungan antara tenaga kerja dengan perusahaan adalah bahwa hubungan tersebut menghasilkan keuntungan yang progresif terhadap kedua belah pihak. Perjanjian kerja haruslah memenuhi persyaratan untuk memenuhi syarat sahnya dalam suatu perjanjian agar dapat mengikat seluruh pihak yang membuatnya.

Di dalam penetapan suatu perjanjian kerja harus memperhatikan pertimbangan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan.

Bacaan Lainnya
DONASI

Namun sering kali timbul masalah di kemudian hari dikarenakan penyimpangan yang dilakukan oleh pengusaha dalam merumuskan dan melaksanakan klausula yang terdapat dalam perjanjian kerja. Pekerja tidak memiliki banyak pilihan atas rumusan klausula perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha.

Pembatasan hak dapat dilakukan, asalkan ditujukan untuk memberikan perlindungan hukum bagi kepentingan umum dan dilaksanakan melalui suatu aturan hukum.

Terpapar jelas bahwa yang diutamakan dalam hukum ketenagakerjaan adalah keadilan sosial serta perlindungan bagi tenaga kerja yang merupakan pelaku utama dalam ketenagakerjaan, tetapi pada kenyataannya masih seringkali terjadi ketidakadilan sosial terhadap para pekerja, yaitu salah satu contohnya adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Dalam kehidupan sehari-hari pemutusan hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha lazimnya dikenal dengan istilah PHK atau Pengakhiran Hubungan Kerja, yang dapat terjadi karena telah disepakati atau diperjanjikan sebelumnya dan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan antara pekerja dan pengusaha, meninggalnya pekerja atau karena sebab lainnya.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan suatu keadaan di mana pekerja berhenti bekerja dari perusahaan, yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau berakhirnya kontrak kerja.

Dalam suatu hubungan kerja, bukanlah suatu hal yang langka jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya PHK, yaitu menurut Pasal 61 Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja dapat berakhir apabila:

  1. Pekerja meninggal dunia;
  2. Jangka waktu kontak kerja telah berakhir;
  3. Adanya putusan Pengadilan atau penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
  4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. Mengingat sudah tidak adanya niat baik dari pihak pengusaha untuk kembali mempekerjakannya, maka untuk kebaikan kedua belah pihak, sesuai dengan ketentuan Pasal 151 Ayat (3) tersebut bahwa pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja setelah memperoleh penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial, diberlakukan juga lah ketentuan Pasal 155 Ayat (2), yaitu: “Selama putusan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/ buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya”.

Permasalahan akan timbul apabila PHK yang telah dilakukan oleh pengusaha adalah PHK secara sepihak terhadap pekerjanya.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga bisa memicu perdebatan antara buruh atau pekerja atau serikat pekerja dengan Pengusaha atau perusahaan pemberi kerja, yang mana beberapa di antaranya diakibatkan oleh alasan yang tidak jelas, misalnya jumlah uang pesangon yang diselesaikan hingga perusahaan yang melakukan efisiensi jumlah pekerja yang di mana dalam klasula perjanjian, efisiensi jumlah pekerja selalu dijadikan alasan oleh perusahaan untuk dapat melakukan PHK.

PHK yang dilakukan oleh pengusaha haruslah beralasan dan memiliki bukti sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Jika pekerja merasa keberatan dengan PHK tersebut karena dianggap sepihak dan tidak sesuai dengan undang-undang maka pekerja dapat melakukan gugatan ke Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) dan dapat juga PHK tersebut batal demi hukum dan pekerja dapat kembali dipekerjakan.

Adapun PHK yang dapat batal demi hukum yaitu berdasarkan ketentuan dalam Pasal 153 Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan di mana perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan:

  1. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus;
  2. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  3. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
  4. Pekerja menikah;
  5. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
  6. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
  7. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
  8. Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan;
  9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
  10. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Apabila pengusaha tetap melakukan PHK dengan alasan-alasan tersebut di atas, maka sesuai dengan Pasal 153 Ayat (2), PHK tersebut batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan.

Penulis: Rizki Agung Saputra
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI