Perspektif Tafsir Al-Munir
Di tengah polarisasi politik yang mengancam stabilitas demokrasi global, Al-Qur’an Surah Al-Hujurat ayat 9 menawarkan formula penyelesaian konflik yang relevan. Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir memberikan panduan komprehensif untuk menerapkan prinsip-prinsip ini dalam politik kontemporer.
Al-Hujurat: 9
وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱقْتَتَلُوا۟ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنۢ بَغَتْ إِحْدَىٰهُمَا عَلَى ٱلْأُخْرَىٰ فَقَـٰتِلُوا۟ ٱلَّتِى تَبْغِى حَتَّىٰ تَفِىٓءَ إِلَىٰٓ أَمْرِ ٱللَّهِ ۚ فَإِن فَآءَتْ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا بِٱلْعَدْلِ وَأَقْسِطُوٓا۟ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
Artinya:
“Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
Tiga Pilar Penyelesaian Konflik
1. Islah (Perbaikan) – Prioritas Diplomasi
“Fa aṣliḥụ bainahumā” bukan sekedar menghentikan pertikaian, tetapi upaya aktif memperbaiki (islah) hubungan yang rusak. Zuhaili menekankan bahwa ini adalah kewajiban pemimpin untuk mengajak berdamai dan menyeru kepada hukum Al-Qur’an.
Dalam politik modern: diplomasi proaktif, mediasi berbasis nilai, dan rekonsiliasi struktural harus menjadi langkah pertama sebelum eskalasi konflik.
2. Qital (Tindakan Tegas) – Intervensi Proporsional
Ketika satu pihak “baghat” (berbuat zalim), ayat memberikan legitimasi “qātilū” (tindakan tegas). Zuhaili menjelaskan ini bukan kekerasan semata, tetapi upaya mengembalikan keadilan melalui kekuatan yang proporsional.
Aplikasi modern: penegakan hukum konsisten, checks and balances efektif, dan isolasi diplomatik terhadap pelanggar norma.
3. ‘Adl (Keadilan) – Fondasi Perdamaian
Bil-‘adli” menegaskan bahwa perdamaian tanpa keadilan hanya menciptakan dendam terpendam. Keadilan mencakup distributive justice (pembagian kekuasaan yang fair), procedural justice (proses transparan), dan restorative justice (pemulihan hak).
Aplikasi Kontemporer
1. Indonesia:
Polarisasi pasca-Pilpres dapat diselesaikan dengan dialog nasional (islah), penegakan hukum tegas terhadap hoaks dan money politics (qital), serta reformasi sistem yang memberikan ruang proporsional bagi semua kelompok (‘adl).
Baca juga: Hak Warga Negara dalam Genggaman Politik Identitas: Kesadaran Menuju Pemilu 2024
2. Konflik Internasional:
Prinsip ini relevan untuk Palestina-Israel, Ukraina-Rusia, dan ketegangan AS-China melalui mediasi seimbang, sanksi terhadap pelanggaran hukum internasional, dan solusi yang mengakui hak kedua belah pihak.
Tantangan dan Solusi
1. Politisasi Agama:
Diselesaikan dengan edukasi tafsir komprehensif yang mengintegrasikan aqidah, syariah, dan manhaj seperti pendekatan Al-Munir.
2. Lemahnya Institusi:
Penguatan kredibilitas dengan melibatkan multiple stakeholders termasuk civil society dan religious leaders.
3. Era Post-Truth:
Literasi media berbasis tabayyun (verifikasi) sebelum menyebarkan informasi.
Kepemimpinan Transformatif
Zuhaili menekankan peran wali al-amr (pemimpin amanah) yang memiliki hikmah (kebijaksanaan dalam timing), ‘adalah (komitmen keadilan meski merugikan secara politik), dan rahmah (kasih sayang yang mendorong perdamaian).
Penulis: Salim
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, UIN Sultanah Nahrasiyah
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News