Putri Ariani menjadi sorotan publik semenjak mendapat Golden Buzzer dari Simon Cowell pada ajang America’s Got Talent.
Videonya menjadi trending di 30 negara bahkan secara bersamaan menjadi trending 1 di beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, Qatar, Lebanon, Yaman, Oman dan Bahrain sebagaimana dikutip di katadata.co.id
Fenomena tersebut secara tidak langsung mengharumkan nama Indonesia. Ketika video tersebut baru diunggah selama tiga hari oleh saluran YouTube AGT, berhasil memikat pulahan ribu viewers dan komentar, bahkan jutaan like membanjiri. Mereka bersepakat menyatakan kagum terhadap suara emas Putri Ariani.
Saat kali pertama Putri Ariani menjadi trending, tentu banyak orang yang tidak tahu siapa dia. Setelah melihat videonya, perbedaan pandangan banyak sekali muncul sesuai dengan bagaimana individu menyikapi.
Dalam tinjauan Psikologi Sosial fenomena tersebut disebut pembentukan kognisi sosial terhadap Putri Ariani dan Indonesia sebagai negara asalnya.
Menurut American Psychological Association (APA) kognisi sosial adalah bagaimana seseorang memandang, memikirkan, menafsirkan, mengkategorikan, dan menilai perilaku sosial mereka sendiri dengan orang lain.
Atau bisa juga diartikan sebagai aturan-aturan yang dikembangkan individu dalam menganalisis, memaknai, mengingat dan menggunakan informasi tentang dunia sosial.
Mudahnya adalah sebuah pemrosesan informasi atau bisa kita sebut sebagai sebab dari munculnya sebuah perspektif baru.
Berbicara tentang kognisi sosial sangatlah kompleks, ada banyak orang yang cenderung lebih suka mengelompokkan sebuah informasi secara instan berdasar karakteristik yang nampak dan dominan kemudian langsung saja dengan semau-mauya mengelompok-ngelompokan, padahal memroses informasi perlu memahami dan bertindak secara selektif.
Di era sekarang ini, media sosial sangat berperan dalam menciptakan kognisi sosial sehingga dengan mudahnya orang tergiring dalam membentuk perspektif terhadap sesuatu. Tidak jarang juga kita temui, media menjadi sarana empuk penggiringan opini.
Adanya fitur “trending” dalam media sosial merupakan wujud dari teori kognisi sosial. Dimana sistem mengkategorikan video yang sedang ditonton banyak orang yang kemudian dapat melahirkan sebuah perspektif.
Sehingga seringkali publik tergiring oleh opini publik yang sedang trending saja. Dalam menghadapi kognisi sosial, individu dapat merespon dengan dua cara, yaitu berpikir secara schema atau berpikir secara heuristik.
Berpikir secara schema bisa dibilang berfikir secara lebih mendetil dalam menerima informasi/ kognisi sosial, hal itu bagus untuk menghindari terbentuknya kesalahan perspektif.
Schema dapat dibentuk melalui tiga proses yaitu attention (bagaimana kita memperhatikan sebuah informasi), encoding (bagaimana kita menyimpan informasi yang kita inginkan ke dalam memori) dan retrieval (bagaimana kita mengambil informasi yang kita inginkan dari memori untuk suatu keperluan).
Mudahnya, schema adala proses mencerna informasi secara detil sekaligus memfilternya. Biasanya kita akan melihat sesuatu secara detil ketika kita tertarik.
Tertarik itu merupakan salah satu kerja filter. Dalam hal ini, banyaknya informasi di media sosial membuat kita hanya tertarik dengan yang trending saja untuk kemudian kita cari detil infonya.
Seperti trendingnya Putri Ariani, membuat banyak individu ingin mencari secara detil siapa putri Ariani dan bagaimana dengan negara asalnya, Indonesia.
Informasi yang cenderung konsisten dengan schema individu akan lebih berpartisipasi dalam membentuk perspektif. Trendingnya Putri Ariani berhasil membentuk perspektif baru dunia tentang Indonesia.
Kognisi sosial dan schema memiliki hubungan timbal balik. Kognisi sosial dapat mengubah schema seseorang. Schema seseorang dapat memfilter kognisi sosial.
Jika kerja schema terlalu rumit dalam menerima kognisi sosial dan membentuk perspektif, kaum milenial justru seringkali memilih berfikir secara heuristik. Supaya lebih simple dan tidak perlu banyak ambil pusing.
Berpikir heuristik juga dapat dibentuk melalui 3 proses, hanya saja lebih simple: mencocokkan kesamaan, mengestimasi kemungkinan kejadian, mengkategorikan kejadian familiar/mirip.
Sehingga apabila tidak cocok langsung dieliminasi, tidak perlu dicari detil lebih dalamnya. Seperti kemungkinan yang terjadi jika Putri Ariani tidak sampai trending, publik hanya menganggapnya sebagai salah satu peserta dan dianggap lewat begitu saja.
Mereka juga tidak peduli dimana Indonesia. Atau hanya berfikir pendek “Oh suaranya bagus, pantes trending” Sehingga tidak akan muncul banyak perspektif tentang informasi tersebut. Begitulah Psikologi Sosial bekerja dan sering kali secara tidak langsung mengarahkan alam bawah sadar kita.
Begitu juga ketika orang melihat Putri Ariani secara schema, maka muncul perspektif Putri Ariani anak hebat yang gigih berlatih.
Berbeda dengan yang melihat secara heuristik, hanya akan melihat bahwa Putri Ariani seorang tuna netra yang tentu memerlukan bantuan banyak orang, hanya saja biasanya orang yang punya kekurangan tertentu wajar punya potensi tertentu.
Sebagai kaum terpelajar, kita perlu memperbanyak referensi untuk membentuk schema dalam pikiran kita. Sehingga ketika melihat sesuatu, kita akan berpikir lebih panjang, detil dan mendalam, sekalipun ketika harus berfikir secara heuristik.
Putri Ariani pantas mendapat penghargaan karena usahanya yang panjang, bukan hanya seseorang yang dilahirkan dengan kekurangan dan secara spontan mempunyai kelebihan.
Putri Ariani telah membentuk kognisi sosial yang melahirkan perspektif betapa setiap manusia berhak mempunyai potensi dan betapa banyak orang yang baru tahu kalau ada negara yang indah bernama Indonesia.
Penulis: Fadhlinaa A. A
Mahasiswi Psikologi Pendidikan, UIN Sunan Kalijaga
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi