Sains Tanpa Agama seperti Kapal Tanpa Nahkoda?

Sains Tanpa Agama seperti Kapal Tanpa Nahkoda?
Sumber: freepik.com

Sains dan agama adalah dua kekuatan besar yang selalu muncul saat peradaban manusia berkembang dan mencari makna hidup.

Agama memberikan makna spiritual dan nilai-nilai moral, sedangkan sains menawarkan penjelasan rasional tentang alam semesta.

Sering kali dianggap sebagai dua dunia yang berbeda, bahkan terkadang saling bertentangan.

Namun, gagasan bahwa “sains tanpa agama seperti kapal tanpa nakhoda” dapat dikatakan benar jika kita memperhatikan keduanya secara menyeluruh.

Bacaan Lainnya

Sains merupakan cabang pengetahuan yang berlandaskan observasi, eksperimen, dan logika.

Ilmuwan berusaha memahami hukum-hukum alam dengan metode ilmiah untuk menghasilkan inovasi dan kemajuan teknologi.

Baca Juga: Manfaat Ibadah bagi Kesehatan Menurut Agama Islam

Di tangan sains, manusia berhasil menjelajahi ruang angkasa, menyembuhkan penyakit, dan meningkatkan kualitas hidup.

Namun, sains pada dasarnya netral dari segi moral. Ia tidak menetapkan apakah suatu penemuan digunakan untuk kebaikan atau kejahatan.

Dari sinilah peran agama muncul. Agama hadir bukan hanya sebagai panduan spiritual, tetapi juga sebagai fondasi etika dan nilai.

Agama membantu manusia membedakan mana yang benar dan yang salah, mana yang layak dikembangkan dan mana yang harus dihindari.

Dengan demikian, agama menjadi “nakhoda” yang memberi arah bagi lajunya kapal yang disebut sains.

Dapat dimisalkan jika sebuah kapal canggih dengan mesin kuat dan navigasi modern, namun kapal itu tanpa nakhoda.

Baca Juga: Ibnu Rusyd: Ketika Akal dan Wahyu Bertemu dalam Harmoni

Meskipun kapal itu dapat bergerak dengan cepat, namun pasti tidak jelas ke mana arahnya.

Bahkan, ada kemungkinan ia akan menabrak karang atau tersesat di tengah samudra.

Begitu pula dengan kemajuan pesat sains yang tidak memiliki dasar moral.

Saat ini teknologi terus berkembang, tetapi mereka dapat dengan mudah disalahgunakan jika tidak disertai dengan prinsip moral yang kuat.

Misalnya, manipulasi genetik tanpa batas, senjata pemusnah massal, atau kecerdasan buatan yang mengancam kebebasan manusia.

Namun, bukan berarti agama dapat menjadi faktor penghambat kemajuan sains.

Baca Juga: Ketika Sains Menginvasi Peradaban Manusia

Justru sebaliknya, agama dapat menjadi inspirasi bagi para ilmuwan untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi umat manusia.

Banyak tokoh-tokoh sains besar dalam sejarah yang juga memiliki keyakinan kuat, seperti Isaac Newton, Al-Farabi, atau Gregor Mendel.

Mereka tidak melihat konflik antara iman dan ilmu, tetapi justru melihat sains sebagai cara untuk memahami ciptaan Tuhan lebih dalam.

Dari penjelasan tersebut, kita juga tidak boleh mengabaikan bahwa tidak semua orang beragama dalam arti tradisional, tetapi banyak dari mereka yang memiliki nilai-nilai moral yang setara dengan ajaran agama seperti kejujuran, empati, dan tanggung jawab.

Oleh karena itu, istilah “agama” dalam perumpamaan ini bisa juga dimaknai sebagai kesadaran moral dan spiritual yang menjadi kompas bagi manusia dalam menggunakan ilmu pengetahuan.

Perkembangan zaman telah menunjukkan betapa pentingnya integrasi antara sains dan nilai-nilai humanis dalam menghadapi tantangan global, seperti perubahan iklim, krisis energi, dan isu kemanusiaan.

Baca Juga: Metode Belajar Efektif: Ternyata ada Kaitannya dengan Neurosains di Otak?

Di sinilah peran pendidikan menjadi sangat penting untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kaya dalam moral dan empati sosial.

Pendidikan yang holistik harus mampu menggabungkan kecakapan berpikir ilmiah dengan pembentukan karakter yang luhur.

Dengan demikian, sains dan agama seharusnya tidak dipandang sebagai dua hal yang saling bertentangan, tetapi sebagai dua sayap yang diperlukan agar peradaban manusia dapat terbang tinggi dengan seimbang.

Sains memberi kekuatan, sedangkan agama memberi arah.

Tanpa arahan moral dari agama, sains bisa menjadi alat yang membahayakan. Dan tanpa sains, agama mungkin tidak mampu menjawab tantangan zaman.

Maka, tepatlah kiranya perumpamaan “sains tanpa agama seperti kapal tanpa nahkoda” karena ilmu pengetahuan yang tidak dikendalikan oleh nilai-nilai luhur ibarat perjalanan tanpa tujuan—penuh risiko dan tak tentu arah.

 

Penulis: Septi Nur Fadlillah
Mahasiswa Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, UIN K. H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses