Ingatkah kalian dengan alat pemutar waktu atau yang disebut dengan time-turner milik Hermione Granger dalam film serial Harry Potter and the Prisoner of Azkaban?
Coba bayangkan jika kalian bisa memutar waktu dan menyaksikan ulang sebuah kejadian tetapi dari sudut pandang yang berbeda. Bukankah menarik?
Itulah hal yang dilakukan Harry Potter dan Hermione Granger dalam film Harry Potter and the Prisoner of Azkaban. Mereka harus menggunakan time-turner untuk bisa kembali pada waktu sebelum semua masalah di Hogwarts terjadi. Mereka berusaha untuk mengubah takdir dan menyelamatkan banyak nyawa yang tidak bersalah.
Banyak simbol-simbol kuat tentang waktu yang dapat kita telusuri lebih dalam dari film ini karena waktu tidak hanya menjadi latar peristiwa, tetapi mengandung makna simbolik dan naratif yang kompleks.
Putar Time-Turner, Maka Waktu Dapat Diputar Kembali
Pada film Harry Potter and the Prisoner of Azakaban, time-turner divisualisasikan sebagai sebuah kalung dengan jam pasir yang kecil. Umumnya, jam pasir melambangkan waktu yang terus mengalir dan tidak dapat diulang kembali.
Tapi dalam film sihir ini justru sebaliknya, benda ini berfungsi sebagai alat yang dapat mengulang sebuah waktu hingga “waktu” tersebut berubah menjadi sebuah “ruang” yang dapat dilintasi, diatur, dijelajahi, bahkan disaksikan. Time-turner lebih dari sekadar alat sihir, alat ini bisa menjadi sebuah tanda.
Melalui teori seorang tokoh besar dalam bidang semiotika, Roland Barthes, ia membagi sebuah “tanda” ke dalam dua kompenen utama yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified).
Nah, yang dimaksud dari time-turner bisa menjadi sebuah tanda yaitu sebagai penanda (signifier) melalui bentuk fisik dari kalung jam pasir dan petanda (signified) melalui makna dari kalung itu sendiri yaitu waktu yang dapat diulang kembali.
Sudut Pandang Waktu Mengubah Peristiwa
Biasanya waktu kita anggap maju satu arah, tetapi dalam film ini justru dibuat berulang. Seperti ketika Harry melihat dirinya diselamatkan oleh “seseorang misterius”, tetapi setelah ia kembali ke waktu yang sama menggunakan time-turner, ia baru sadar bahwa orang itu adalah dirinya sendiri dari masa depan.
Ini bukan sekadar trik plot, tapi sebuah proses berpikir tentang bagaimana kita bisa memahami ulang masa lalu dengan sudut pandang baru, bahwa masa lalu bisa berubah bukan karena faktanya berganti, tapi karena cara kita memaknainya.
Dalam dunia nyata, kita memang tidak memiliki time-turner. Tapi film ini mengajak kita berpikir bagaimana kalau waktu bukanlah sesuatu yang kaku, melainkan sesuatu yang bisa kita pahami ulang, kita maknai ulang?
Harry Potter and the Prisoner of Azkaban adalah film yang bicara banyak tentang waktu. Tapi bukan waktu sebagai angka atau jam, melainkan sebagai tanda yang mengandung makna simbolik, emosional, dan filosofis.
Dengan pendekatan semiotika ala Barthes, kita jadi tahu bahwa time-turner bukan sekadar alat sihir, tapi cara film menunjukkan bahwa waktu bisa penuh dengan makna, bisa dimaknai ulang, dan selalu punya sisi tersembunyi.
Penulis: Arimbi Azzahra Yudiputri
Mahasiswa Program Studi Desain Grafis, Fakultas Vokasi, Universitas Brawijaya
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News