Tragedi Pembunuhan Vina di Cirebon: Pembunuhannya oleh Geng Motor Mengguncang Psikologis Masyarakat

Kasus Pembunuhan
Ilustrasi Kasus Pembunuhan (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Pada Sabtu (27/8/2016) malam, Vina, seorang gadis berusia 16 tahun, menjadi korban kebrutalan geng motor di Jalan Raya Talun, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Vina dan tunangannya, Eky, dikejar oleh 11 anggota geng motor saat mereka sedang berkeliling kota.

Geng tersebut menendang motor yang dikendarai oleh Eky, menyebabkan keduanya terjatuh. Vina dan Eky kemudian dipukuli hingga mengalami luka parah, dan tragisnya, Vina diperkosa secara bergantian sebelum meninggal dunia.

Untuk mengaburkan kejahatan mereka, para pelaku membuang jasad Vina dan Eky di bawah jembatan layang, seolah-olah mereka mengalami kecelakaan tunggal.

Bacaan Lainnya

Polisi Kota Cirebon yang memperdalam penyelidikan kasus ini setelah penayangan film “Vina: Sebelum 7 Hari” di bioskop seluruh Indonesia, berhasil menangkap 8 dari 11 pelaku.

Kedelapan pelaku, yaitu Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana, dan Saka Tatal, telah diadili dan dihukum. Tiga orang yang masih buron adalah Andi, Dani, dan Pegi (Perong).

Kasus pembunuhan Vina ini telah menjadi sorotan publik yang signifikan di Indonesia, mengungkapkan stigma dan prasangka terhadap geng motor yang dianggap berbahaya dan kriminal. Film “Vina: Sebelum 7 Hari” yang mengangkat kembali kasus ini juga memperkuat rasa takut dan kecemasan sosial masyarakat.

Menurut teori identitas sosial yang dikembangkan oleh Henri Tajfel dan John Turner, masyarakat mengelompokkan diri mereka ke dalam kategori sosial tertentu, seperti “kami” yang patuh hukum dan “mereka” yang dianggap berbahaya.

Baca juga: Melacak Bayang-Bayang Kekerasan: Analisis Faktor-Faktor Pembunuhan di Indonesia dan Penanggulangannya

Setelah menonton film ini, masyarakat cenderung melihat geng motor sebagai “outgroup” yang berbahaya dan kriminal, memperkuat batasan antara kelompok mereka sendiri yang taat hukum dan geng motor yang dianggap ancaman. Ini memperkuat stereotip negatif dan meningkatkan rasa solidaritas dalam kelompok mereka sendiri.

Teori konformitas menjelaskan bagaimana masyarakat menyesuaikan diri dengan norma, nilai, atau perilaku kelompok untuk diterima atau menghindari konflik. Setelah menonton film “Vina: Sebelum 7 Hari”, masyarakat mungkin merasa tekanan sosial untuk menyetujui pandangan negatif terhadap geng motor, bahkan jika pandangan pribadi mereka berbeda.

Konformitas informatif terjadi ketika masyarakat menganggap film sebagai sumber informasi yang valid tentang realitas geng motor, sementara konformitas normatif terjadi ketika mereka merasa perlu untuk menyesuaikan pandangan mereka agar tidak dianggap berbeda atau terisolasi.

Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura menekankan bahwa perilaku dipelajari melalui observasi dan imitasi. Masyarakat yang menonton film ini mungkin meniru sikap dan kewaspadaan yang ditunjukkan oleh karakter dalam film, meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar dan memperhatikan tanda-tanda yang diasosiasikan dengan geng motor.

Film ini juga memotivasi masyarakat untuk mengambil tindakan pencegahan dan bergabung dalam kelompok keamanan komunitas, memperkuat norma-norma positif dalam kelompok sosial mereka.

Setelah menonton film “Vina: Sebelum 7 Hari”, masyarakat menjadi lebih waspada dan takut terhadap keberadaan geng motor. Mereka mulai memperhatikan tanda-tanda dan simbol yang diasosiasikan dengan geng motor, seperti jenis pakaian, tato, atau perilaku tertentu.

Masyarakat juga meningkatkan keamanan rumah, bergabung dalam program keamanan lingkungan, dan menghindari area tertentu yang dianggap berbahaya.

Masyarakat yang termotivasi oleh dorongan internal untuk merasa aman dan terlindungi, mendukung kebijakan dan tindakan keras pemerintah terhadap geng motor, termasuk penegakan hukum yang lebih ketat dan program rehabilitasi.

Mereka merasa lebih terhubung satu sama lain sebagai bagian dari komunitas yang menghadapi ancaman yang sama, memperkuat rasa kebersamaan dan solidaritas di antara anggota kelompok.

Tragedi ini tidak hanya mengungkap kebrutalan geng motor tetapi juga bagaimana media dapat mempengaruhi persepsi dan perilaku masyarakat, mengubah cara mereka melihat dan merespons ancaman dalam lingkungan sosial mereka.

 

Penulis: Previa Alexandra
Mahasiswa Psikologi, Universitas Sebelas Maret

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.