Dalam sebuah karikatur satir yang tajam, digambarkan seorang pria berdiri di atas podium, menyampaikan pidato penuh semangat kepada kerumunan massa. Gesturnya tegas dan ekspresif, mencerminkan kesan pemimpin yang serius, bijak, dan penuh integritas.
Namun, di balik citra publik yang ia tampilkan, sebuah cermin di belakangnya mengungkapkan bayangan dirinya sebagai seekor tikus lengkap dengan telinga dan ekor. Kontras mencolok ini menjadi simbol kuat dari kemunafikan dan korupsi yang kerap tersembunyi di balik retorika manis para pemimpin.
Karikatur ini menyampaikan pesan kritis bahwa tidak semua yang tampak di depan publik mencerminkan kebenaran yang sesungguhnya.
Sosok yang terlihat mulia di depan umum bisa jadi menyembunyikan karakter jahat dan niat busuk, sebagaimana yang sering digambarkan dengan istilah “tikus berdasi”—simbol dari koruptor yang berselubung jabatan dan kehormatan.
Tikus dalam banyak budaya merupakan simbol dari keserakahan, pengkhianatan, dan tindakan licik. Dalam konteks politik, istilah “tikus berdasi” sering digunakan untuk menyebut para pejabat atau elit yang korup dan menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
Karikatur ini ingin menyampaikan bahwa banyak tokoh publik yang menyembunyikan sifat asli mereka di balik penampilan formal dan kata-kata indah.
Mereka bisa saja menyampaikan pidato yang memukau dan bernada moral, tetapi sebenarnya justru menghina dan meremehkan rakyat, seperti yang ditunjukkan oleh jari tengah dalam pantulan cermin.
Selain itu, audiens yang digambarkan dengan warna abu-abu polos tanpa ekspresi atau detail wajah menggambarkan masyarakat umum yang pasif, tidak sadar, atau bahkan dibutakan oleh citra palsu yang ditampilkan pemimpinnya.
Baca Juga: Karikatur: Polemik RUU TNI: Siapa Diuntungkan, Siapa Dirugikan?
Ini menjadi kritik terhadap bagaimana masyarakat sering kali tidak kritis terhadap pemimpin, hanya menilai dari permukaan, tanpa mengetahui kenyataan di balik layar.
Secara keseluruhan, karikatur ini merupakan bentuk sindiran tajam terhadap kemunafikan, manipulasi citra publik, dan penyalahgunaan kekuasaan yang sering terjadi di dunia politik dan sosial.
Pesan yang ingin disampaikan adalah pentingnya kewaspadaan masyarakat dalam menilai pemimpin, serta perlunya transparansi dan integritas dalam kepemimpinan.
Penulis:
1. Fransiskus william Pardamean tamba
2. Arfan Zulfadhli
3. Rafi Figo Respati S.
4. Karunia Perangin Angin
5. Muhammad Fachryzal Rahman
Mahasiswa Universitas Brawijaya
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News