Mentari senja di penghujung Ramadan seakan menyiratkan kerinduan. Di balik kesibukan kuliah dan tugas akhir, hati ini tak sabar untuk segera pulang.
Ya, mudik. Tradisi tahunan yang selalu dinanti, bukan hanya untuk merayakan Idul Fitri, tetapi juga untuk menunaikan bakti kepada orang tua.
Setiap tahun, perjalanan mudik selalu menjadi momen yang penuh haru. Bayangkan, setelah berbulan-bulan berjauhan, akhirnya bisa kembali ke pelukan hangat orang tua.
Rindu akan masakan ibu, celoteh ayah, dan suasana rumah yang penuh kenangan, semua bercampur menjadi satu.
Bagi mahasiswa, mudik bukan sekadar tradisi, tetapi juga wujud nyata bakti dan ketaatan kepada orang tua. Di tengah padatnya jadwal kuliah, menyempatkan diri untuk pulang adalah bentuk perhatian dan kasih sayang yang tak ternilai harganya.
Baca juga:Â Akhir Ramadan, Mahasiswa Mudik: Tradisi dan Makna di Balik Perjalanan
Momen ini menjadi kesempatan emas untuk membalas jasa mereka yang telah membesarkan kita dengan penuh cinta.
Perjalanan mudik kali ini tak lagi dalam pandemi. Teringat, di tengah pandemi yang masih melanda, protokol kesehatan menjadi prioritas utama. Masker, hand sanitizer, dan menjaga jarak menjadi teman setia selama perjalanan. Namun, semangat untuk bertemu orang tua tak pernah surut.
Setibanya di kampung halaman, senyum bahagia orang tua menyambut kedatangan ini. Rasa lelah perjalanan langsung sirna, tergantikan oleh kehangatan pelukan mereka.
Momen berbuka puasa bersama, salat tarawih berjamaah, dan sahur bersama menjadi kenangan indah yang tak terlupakan.
Di sela-sela waktu, aku berusaha membantu meringankan pekerjaan orang tua. Mencuci piring, menyapu halaman, atau sekadar menemani mereka bercerita menjadi bentuk bakti sederhana yang penuh makna.
Melihat senyum bahagia mereka, hati ini terasa damai dan tenteram.
Malam segera takbiran pun tiba. Suara takbir berkumandang di seluruh penjuru kampung, menandakan kemenangan telah diraih.
Esok harinya, salat Idul Fitri akan menjadi puncak kebahagiaan. Saling bermaaf-maafan, bersilaturahmi dengan tetangga, dan menikmati hidangan khas Lebaran menjadi tradisi yang selalu dinanti.
Namun, di balik kebahagiaan itu, terselip rasa sedih karena harus segera kembali ke rutinitas kuliah. Momen bersama orang tua terasa begitu singkat,
namun kenangan indah ini akan menjadi penyemangat dalam menjalani hari-hari ke depan.
Mahasiswa dan Harmoni Akhir Ramadan: Menjalin Bakti kepada Orang Tua di Jeda Kesibukan Akademik
Bulan Ramadan, khususnya di penghujungnya, menjadi momen refleksi mendalam bagi setiap Muslim, tak terkecuali mahasiswa. Di tengah kesibukan akademik yang padat, tradisi mudik menjelang Idul Fitri bukan sekadar ritual tahunan, melainkan manifestasi nyata dari nilai-nilai bakti kepada orang tua.
Interaksi positif antara mahasiswa dan orang tua selama Ramadan, terutama saat mudik, dapat memperkuat ikatan emosional dan memberikan dampak psikologis yang signifikan.
Mudik bagi mahasiswa bukan hanya tentang pulang ke kampung halaman, tetapi juga tentang menciptakan ruang kebersamaan yang berkualitas dengan orang tua. Momen ini memberikan kesempatan untuk melepaskan penat dari rutinitas perkuliahan dan fokus pada interaksi antarmanusia yang tulus.
Baca juga:Â Ramadan di Perantauan: Menahan Rindu, Menanti Mudik Lebaran
Studi psikologi sosial mengungkapkan bahwa dukungan sosial dari keluarga, terutama orang tua, memiliki peran penting dalam mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan mental mahasiswa.
Selain itu, tradisi mudik juga menjadi sarana untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan agama yang diwariskan dari generasi ke generasi. Mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki peran penting dalam menjaga tradisi ini agar tetap relevan di era modern.
Melalui interaksi dengan orang tua dan keluarga besar, mahasiswa dapat belajar tentang nilai-nilai luhur seperti kesabaran, keikhlasan, dan gotong royong yang menjadi esensi dari bulan Ramadan.
Namun, tantangan yang dihadapi mahasiswa dalam menjalankan tradisi mudik tidaklah sedikit. Keterbatasan waktu dan biaya seringkali menjadi kendala utama. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang efektif untuk menyeimbangkan antara tanggung jawab akademik dan kewajiban kepada orang tua.
Pemanfaatan teknologi untuk berkomunikasi dan berbagi momen Ramadan secara virtual dapat menjadi solusi alternatif bagi mahasiswa yang tidak dapat mudik.
Baca juga:Â Mahasiswa, Sepak Bola, dan Ramadan: Menjaga Keseimbangan di Bulan Suci
Sebagai penutup, momen akhir Ramadan menjadi pengingat bagi mahasiswa akan pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan orang tua. Bakti kepada orang tua bukan hanya kewajiban agama, tetapi juga investasi sosial yang memberikan manfaat jangka panjang bagi kesejahteraan individu dan keluarga.
Oleh karena itu, mari kita jadikan momen Ramadan ini sebagai momentum untuk mempererat tali silaturahmi dan menunjukkan bakti kepada orang tua dengan cara yang penuh makna.
Penulis:Â Ismail Suardi Wekke
Cendekiawan Muslim Indonesia
Editor:Â Redaksi Media Mahasiswa Indonesia
Ikuti berita terbaru di Google News