Tragedi Palagan: Luka, Keadilan, dan Refleksi Atas Sistem Hukum

Kronologi Kecelakaan Maut di Jalan Palagan

Pada Sabtu dini hari, 24 Mei 2025, sebuah kecelakaan tragis terjadi di Jalan Palagan, Ngaglik, Sleman.

Argo Ericko Achfandi, mahasiswa Fakultas Hukum UGM berusia 19 tahun yang dikenal berprestasi dan penerima beasiswa, meninggal dunia setelah sepeda motornya ditabrak mobil BMW yang dikemudikanoleh Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan, mahasiswa FEB UGM berusia 21 tahun.

Insiden ini tidak hanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga menggugah perhatian masyarakat luas dan menimbulkan pertanyaan besar tentang keadilan serta perlindungan hukum di Indonesia.

Duka Mendalam dan Kehilangan Sosok Teladan

Kematian Argo menjadi luka yang sangat dalam, khususnya bagi ibunya, Melina, yang telah membesarkan Argo seorang diri selama 11 tahun.

Bacaan Lainnya

Harapan besar yang digantungkan MAelina pada masa depan Argo seketika sirna. Bagi lingkungan kampus, kepergian Argo adalah kehilangan sosok mahasiswa teladan yang diharapkan menjadi kebanggaan dan panutan bagi rekan-rekannya.

Banyak pihak menilai, kehilangan ini bukan sekadar kehilangan individu,melainkan juga hilangnya potensi generasi muda yang berkontribusi bagi bangsa.

Baca juga: Perlindungan Hukum terhadap Karyawan yang Mengalami Kecelakaan saat Bekerja

Respons Kampus dan Upaya Pendampingan

Sebagai bentuk tanggung jawab moral dan institusional, Fakultas Hukum UGM membentuk tim hukum khusus untuk mengawal proses hukum kasus ini.

Selain itu, pendampingan psikologis juga diberikan kepada keluarga korban.

Langkah ini diambil untuk memastikan hak-hak korban dan keluarganya terpenuhi, serta proses hukum berjalan secara transparan dan adil.

Dukungan dari kampus diharapkan dapat menjadi penyejuk di tengah duka dan membantu keluarga korban menghadapi proses hukum yang panjang.

Aspek Hukum: Sanksi dan Hak Para Pihak

Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian akibat kelalaian diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya Pasal 310 ayat (4).

Dalam pasal ini, pelaku dapat dikenai pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp12 juta.

Selain sanksi pidana, pelaku juga dapat dimintai pertanggungjawaban perdata untuk memberikan ganti rugi kepada keluarga korban.

Hak pelaku untuk mendapatkan pembelaan hukum, perlakuan adil selama proses hukum, serta kesempatan rehabilitasi atau mediasi tetap dijamin.

Di sisi lain, korban dan keluarganya berhak atas ganti rugi,baik berupa biaya medis, kerusakan harta benda, maupun kompensasi atas kehilangan anggota keluarga.

Hak-hak ini harus dijamin oleh aparat penegak hukum dan pihak terkait.

Sorotan Publik: Keheningan Hukum dan Krisis Kepercayaan

Kasus Argo menjadi sorotan publikkarena munculnya persepsi “keheningan hukum” dan lambannya respons institusi penegak hukum.

Banyak pihak menilai sistem hukum di Indonesia masih cenderung melindungi mereka yang berkuasa atau memiliki privilese, bukan yang benar-benar membutuhkan keadilan.

Jika tidak ada transparansi dan keberpihakan pada kebenaran, kepercayaan publik terhadap sistem hukum akan semakin terkikis.

Kasus ini menjadi ujian nyata bagi integritas dan keberanian aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan.

Baca Juga: Hak Asasi Manusia: Pondasi Masyarakat Adil dan Beradab

Perspektif Teori Keadilan: Aristoteles, Rawls, dan Deterrence

Dalam teori keadilan, Aristoteles membedakan antara keadilan distributif dan keadilan korektif.

Keadilan distributif menuntut hukuman yang proporsional sesuai tingkat kesalahan,sementara keadilan korektif menuntut pemulihan hak-hak keluarga korban akibat perbuatan melawan hukum.

John Rawls menekankan bahwa keadilan hanya tercapai jika setiap orang mendapat perlakuan hukum yang setara tanpa memandang status sosial atau kekuasaan.

Dalam konteks kasus Argo, penerapan prinsip ini berarti proses hukum harus transparan,tidak diskriminatif, dan memberikan rasa keadilan bagi semua pihak, terutama korban dan keluarganya.

Sementara itu, teori deterrence menegaskan pentingnya hukuman tegas untuk mencegah terulangnya pelanggaran serupa.

Jika pelaku kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian tidak dihukum secara adil, efek jera tidak tercapai dan potensi pelanggaran di masa depan tetap tinggi.

Refleksi dan Harapan:Membangun Keadilan yang Nyata

Kasus meninggalnya Argo bukan sekadar tragedi individu, melainkan cermin kegagalan sistem hukum dalam memberikan perlindungan dan keadilan bagi warga negara.

Kasus ini mengingatkan masyarakat, aparat penegak hukum, hingga institusi pendidikan untuk menegakkan keadilan secara nyata, bukan hanya di atas kertas.

Hanya dengan proses hukum yang transparan, adil, dan berpihak pada kebenaran, kepercayaan publik terhadap hukum dapat dipulihkan dan tragedi serupa dapat dicegah di masa depan.

 

Penulis: Mega Aulia

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Universitas Pamulang

 

Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses