Kota Surakarta terletak di Provinsi Jawa Tengah, yang dikenal kaya akan budaya dan tradisi Jawa.
Kota Surakarta, dikenal akrab dengan sebutan Solo oleh masyarakat dan sejarah setempat, yang akhirnya menjadi simbol identitas budaya yang mendalam.
Nama Solo berasal dari Desa Sala, tempat didirikannya Keraton Surakarta Hadiningrat pada abad ke-18.
Kota Solo bukan hanya sekadar sebuah kota, sering disebut “The Spirit of Java” membuat kota ini menjadi representasi yang hidup dari kekayaan budaya Jawa yang kaya akan nilai-nilai sejarah, seni, dan tradisi.
Masyarakat Solo dikenal dengan sikap ramah, sopan, dan penuh toleransi. Hal ini menjadikan Solo sebagai kota yang menyenangkan dan nyaman untuk ditinggali atau dikunjungi.
Sikap tepa selira menjadi elemen penting dalam interaksi sosial warga Solo, yang mencakup empati dan saling menghormati, nilai kemanungsan yang merujuk pada kemanusiaan, serta humor khas warga Solo menguatkan solidaritas dan menciptakan suasana yang menenangkan di kota ini.
Baca Juga: KKN UNS Ajak Milenial Mengenal Sejarah Kampung di Solo
Masyarakat Solo memiliki keberagaman yang saling mendukung satu sama lain, dengan bukti sebagian besar masyarakat solo terdiri dari Suku Jawa dengan 79% penganut agama Islam, diikuti dengan agama Kristen dan agama lainnya.
Solo memiliki tradisi khas yang masih dilestarikan, seperti Sekaten, Grebeg Sudiro, Tari Bedhaya Ketawang, dan Kirab Pusaka 1 Suro.
Misalnya, Sekaten adalah perayaan yang diadakan untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad saw., dengan serangkaian kegiatan di Keraton Surakarta yang mencakup prosesi kirab dan pemberian gunungan hasil pertanian kepada masyarakat.
Tradisi seperti Grebeg Sudiro merupakan wujud akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa yang dilaksanakan setiap tahun menjelang Imlek.
Prosesi gunungan besar yang terdiri dari ribuan kue keranjang (makanan khas dari Tionghoa) dibawa berkeliling kota, disertai dengan tarian tradisional Jawa dan pertunjukkan barongsai.
Grebeg Sudiro mengindikasikan ikatan dan keseimbangan antara berbagai etnis di Solo.
Baca Juga: Sendratari Ramayana Semarakkan Malam Tahun Baru 2023 di Balai Kota Solo
Kirab Pusaka, yang berlangsung pada malam 1 Suro, merupakan tahun baru menurut kalender Jawa.
Ini meliputi pembawaan barang pusaka dari keraton yang dianggap suci disertai dengan abdi dalem yang mengenakan pakaian tradisional secara lengkap.
Kegiatan ini menunjukkan rasa hormat yang tinggi terhadap nenek moyang serta nilai-nilai spiritual yang ada dalam kebudayaan Jawa.
Tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian yang sakral karena hanya dipentaskan sekali setahun di Keraton Surakarta untuk memperingati kenaikan tahta raja.
Kota ini menyaksikan secara langsung bagaimana budaya Jawa yang luhur terus tumbuh dan beradaptasi, tetap mempertahankan akar dan identitasnya.
Keberadaan keraton sebagai inti kebudayaan dan spiritualitas semakin memperkuat karakter Solo sebagai kota dengan warisan budaya yang menggabungkan prinsip-prinsip keselarasan, keseimbangan, dan keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: Menyusuri Pesona Kota Budaya Surakarta
Selain itu, Solo juga terkenal sebagai tempat seni tradisional, seperti gamelan, wayang kulit, dan batik unik yang telah diakui sebagai warisan budaya global.
Warga Solo tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga menjadikan budaya sebagai sumber kekuatan sosial dan ekonomi melalui bermacam festival serta acara seni yang menarik pengunjung lokal maupun asing.
Batik khas Solo dikenal dengan motif-motif yang kaya akan simbolisme dan filosofi, seperti motif sawat (sayap garuda) yang melambangkan mahkota raja, meru (gunung) sebagai simbol keagungan, naga sebagai lambang angin atau angkasa, serta geni (api) yang melambangkan nyala semangat.
Warna yang umum digunakan pada batik Solo biasanya terdiri dari nuansa putih kecoklatan (sogan), krem, hitam, dan coklat dengan pola kecil yang mengikuti tradisi batik Mataram.
Kota Solo memiliki dua pusat batik utama, yaitu Kampung Batik Laweyan dan Kampung Batik Kauman.
Laweyan terkenal sebagai pusat batik cap yang telah ada sejak abad ke-19, menawarkan produksi batik yang lebih cepat dengan harga yang lebih terjangkau.
Sementara itu, Kauman lebih mengedepankan batik tulis dengan desain keraton yang lebih eksklusif.
Baca Juga: Menelusuri Warisan Budaya: Kunjungan Mahasiswa FTV ISI Surakarta ke Padepokan Keris Brojobuwono
Kawasan Kauman dan Laweyan ditetapkan pemerintah setempat sebagai sentra batik dan destinasi wisata di kota Surakarta.
Kedua sentra pembuatan batik ini mendukung infrastruktur untuk perdagangan tekstil dan batik. Salah satunya adalah Pasar Klewer yang terletak di Barat Keraton Surakarta.
Batik Solo bukan hanya sekadar warisan budaya, melainkan juga merupakan elemen vital dalam industri kreatif dan pariwisata, dengan berbagai acara seperti Solo Batik Carnival dan Solo Batik Fashion yang berfungsi untuk mengangkat batik sebagai identitas budaya serta daya tarik wisata.
Penulis: Michelle Shalomitha Anggie
Mahasiswa Prodi Farmasi, Universitas Islam Indonesia
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News