Melihat Kasus “Meninggalnya Mahasiswa UNS” dari Persepsi Lain

Kasus Meninggalnya Mahasiswa UNS

Seorang mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) berinisial GE (21) meninggal dunia saat mengikuti pelatihan dasar (Diklatsar) Resimen Mahasiswa (Menwa). Acara tersebut dilakukan di kawasan Jembatan Jurug, Kecamatan Jebres, Solo, pada Sabtu-Minggu (24-25/11/2021) lalu.

Korban meninggal karena mengalami kekerasan pada saat pelatihan. Karena sebelum meninggal korban sudah merasakan sakit di seluruh tubuhnya. Dan hal tersebut diperkuat dengan adanya bukti autopsi yaitu ditemukannya luka lebam di tubuh jenazah. Kekerasan tersebut didapatkan korban karena dianiaya oleh seniornya yang merupakan panitia Diksar Menwa tersebut.

Setelah adanya kejadian tersebut membuat nama Organisasi Menwa UNS menjadi buruk dan tercoreng. Banyak mahasiswa maupun masyarakat yang menilai bahwa Organisasinya lah  yang berasalah. Bahkan banyak mahasiswa yang menuntut dan berdemo di depan UNS supaya Menwa dibubarkan saja.

Baca Juga: Analisa Psikologi Kognitif: Mahasiswi Bunuh Diri di Makam Ayahnya usai Hamil Dipaksa Aborsi oleh Pacarnya

Bacaan Lainnya

Sehingga berakhir dengan UNS membekukan Organisasi Menwa tersebut. Pada umumnya manusia hanya melihat dan berfokus pada judul berita tanpa melihat dari sisi lain. Sehingga bagi kalangan umum organisasinyalah yang salah dan harus dibubarkan.

Padahal jika mau melihat dengan presepsi lain serta pikiran yang tenang dan positif. Sebenarnya yang salah bukanlah organisasinya melainkan orang-orang yang ada didalam organisasi tersebut. Karena kasus ini dapat terjadi sebab adanya budaya kekerasan yang turun temurun selalu dilakukan ketika Diklatsar Menwa.

Hal seperti ini masih sering terjadi dilingkungan sekitar kita. Hal ini terjadi karena senior di organisasi ingin melalukan hal yang sama seperti yang mereka alami kepada juniornya. Pemikiran inilah yang harus diputus dan dihilangkan, agar nantinya dapat menghilangkan persepsi orang-orang bahwa organisasi tersebut jelek.

Karena dengan mengubah pemikiran para pengurusnya untuk berpikir positif, organisasinya akan menjadi lebih baik. Bahkan dapat mewujudkan visi misi dari organisasi tersebut. Untuk mengubah pemikiran dan memutus kebudayaan buruk tersebut maka pengurus organisasi memerlukan bimbingan dan arahan dari para pembimbing/dosen.

Baca Juga: Anak Serahkan Ibunya ke Panti Jompo karena Sibuk Berhubungan dengan Teori Kognitif

Pihak universitas dapat memberikan arahan dan bimbingan melalui seminar, pelatihan maupun memberikan contoh yang baik. Contohnya ketika memberi hukuman untuk yang melakukan pelanggaran dapat dengan cara supaya membersihkan sampah yang ada, menyapu atau hal positif lainnya.

Jangan menggunakan hukuman dengan kekerasan lagi, karena zaman sudah berbeda. Anak zaman sekarang jika dihukum dengan kekerasan mereka terkadang malah semakin berontak bahkan bisa melaporkan ke pihak berwajib.

Jika organisasi dapat melaksakan tugas dengan semestinya dan dapat mengayomi anggotanya dengan baik. Maka dengan sendirinya akan banyak mahasiswa yang tertarik untuk mengikutinya dan banyak yang berpikir positif mengenai organisasi tersebut.

Asmarani
Mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Editor: Diana Pratiwi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses