A. Pendahuluan
Perbedaan pemahaman di dalam Islam adalah hal yang sudah lama terjadi bahkan sejak zaman rasulullah masih hidup. Hal ini merupakan barang pasti dimana manusia memiliki pola pemikiran yang berbeda-beda.
Perbedaan itupun terdapat batasan yang tidak boleh dilewati yang artinya harus sesuai dengan tuntunan rasulullah shalallahu alaihi wa salam dan ketetapan Al-Qur’an dimana adanya hal-hal yang tidak bisa diperdebatkan lagi kejelasannya.
Tuhan di dalam Islam adalah Allah subhanahu wa ta’ala, dan rasulullah shalallahu alaihi wa salam adalah nabi terakhir utusan Allah kepada ummat manusia.
Hal tersebut adalah ketetapan aqidah, tetapi di dalam ilmu aqidah dan tauhid pun masih banyak terjadi perbedaan hal ini yang membuat banyak cendekiawan ataupun ulama islam memasukkan golongan yang berbeda secara tauhid ini kedalam 73 golongan yang disabdakan Rasullulah di dalam haditsnya yang akan dibahas di makalah ini ada banyak perbedaan pendapat dalam Islam, mulai dari fiqh, hingga aqidah namun yang banyak di masukkan kepada 73 golongan ini adalah dari perihal aqidah.
Lalu bagaimana cara kita agar mengetahui golongan mana yang akan selamat dikarenakan dari 73 golongan tersebut yang selamat hanyalah satu.
Hal ini yang membuat kita harus banyak mencari tahu tentang apa itu Islam yang sesungguhnya. Kita harus belajar dari para ulama yang ‘alim pada bidangnya mulai dari yang ‘alim pada bidang hadits, kemudian Al-Qur’an.
Kedua bidang ini yang menjadi landasan utama Islam. Dari situ kita bisa mengetahui mana hal yang benar yang harus dilakukan oleh seorang muslim.
Lalu, ketika kita ingin belajar akan muncul lagi pertanyaan, bagaimana cara mengetahui apakah ulama tersebut adalah ulama yang benar dalam mengajarkan keislaman?
Karena pasti setiap mereka memiliki dalilnya masing-masing. Maka kita harus melihat apakah mereka menjadikan islam sebagi pengetahuan yang mereka pelajari dan amalkan atau hanya sebagai wawasan saja.
Baca juga: Hadis Dhaif yang Terlanjur Populer, Bolehkah Diamalkan?
B. Pembahasan
Dari beberapa hadits yang membahas tentang perpecahan ummat, yang pertama yang akan di bahas adalah, hadits dari abu Hurairah yang di riwayatkan oleh abu Dawud dalam kitabnya kitabu sunnah, bab syarhu sunnah no. 4596.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan.[1]
Kemudian hadits kedua dari mu’awiyah bin abi Sufyan yang di Riwayatkan juga oleh abu Dawud dalam kitabnya kitabu sunnah bab syarhu sunnah no.4597.
عَنْ أَبِيْ عَامِرٍ الْهَوْزَنِيِّ عَبْدِ اللهِ بْنِ لُحَيِّ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِيْ سُفْيَانَ أَنَّهُ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أَلاَ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أََلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ اِفْتَرَقُوْا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ. ثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ .
Dari Abu ‘Amir al-Hauzaniy ‘Abdillah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia (Mu’awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata: Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, (adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk Neraka dan yang satu golongan akan masuk Surga, yaitu “al-Jama’ah.[2]
Hadits ketiga dari auf bin malik yang di riwayatkan oleh ibnu majah, dalam kitabnya kitabu al-fitan bab iftiraqil umam, no. 3992.
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِيْ الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِيْ النَّارِ، قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ: الْجَمَاعَةُ.
Dari ‘Auf bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Yahudi terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, satu (golongan) masuk Surga dan yang 70 (tujuh puluh) di Neraka. Dan Nasrani terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, yang 71 (tujuh puluh satu) golongan di Neraka dan yang satu di Surga. Dan demi Yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, ummatku benar-benar akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, yang satu di Surga, dan yang 72 golongan di Neraka,’ Ditanyakan kepada beliau, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang masuk Surga itu) wahai Rasulullah?’Beliau menjawab : al jamaah.[3]
Hadits keempat diriwayatkan oleh anas bin malik yang diriwayatkan oleh ibnu majah dan di shahihkan oleh imam al-albany dalam shahih ibnu majah no. 3227.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ اِفْتَرَقَتْ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَإِنَّ أُمَّتِيْ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً؛ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
Dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 71 golongan, dan sesungguhnya ummatku akan terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, yang semuanya berada di Neraka, kecuali satu golongan, yakni al-Jama’ah.[4]
hadits yang kelima dari Abdullah bin amr bin al-ash di riwayatkan oleh imam at-tirmidzi dalal kitabnya yaitu kitabu al iman, bab ma ja’a fii tiraqil hadzihi al-ummah, no.2641
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِيْ مَا أَتَى عَلَى بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلاَنِيَةً لَكَانَ فِيْ أُمَّتِيْ مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً، قَالُوْا: وَمَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Sungguh akan terjadi pada ummatku, apa yang telah terjadi pada ummat bani Israil sedikit demi sedikit, sehingga jika ada di antara mereka (Bani Israil) yang menyetubuhi ibunya secara terang-terangan, maka niscaya akan ada pada ummatku yang mengerjakan itu. Dan sesungguhnya bani Israil berpecah menjadi tujuh puluh dua millah, semuanya di Neraka kecuali satu millah saja dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga millah, yang semuanya di Neraka kecuali satu millah.’ (para Shahabat) bertanya, ‘Siapa mereka wahai Rasulullah?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Apa yang aku dan para Shahabatku berada di atasnya.[5]
Dari hadits-hadits yang ada di atas terdapat beberapa perbedaan mulai dari segi narasi dan juga makna hal ini membuat banyak penafsiran yang muncul tentang hadits ini bahkan ada yang juga menentang hadits ini di, hadits ini juga di pakai oleh seluruh golongan dan masing-masing golongan mengatakan bahwa merekalah yang benar dan merekalah yang dimaksud dengan al jamaah. Namun untuk mengetahui makna tersebut maka kita harus mengartiakan dari beberapa kata sebagai berikut:
1. Iftaraqa
Dalam kamus al- munawwir kata Iftaraqa, yaftariku, iftiraqan itu memiliki arti terpisah atau bercerai-berai. Sebagaimana terdapat dalam hadits Nabi SAW. Dari segi Bahasa kata firqah identik dengan kata kelompok atau sekte. Secara etimologis iftiraq berasal dari kata mufarraqah yang berarti perceraian.iftiraq juga memiliki asal kata yaitu insyaab dan syudzudz. Dari asal kata itu iftiraq berarti sessuatu yang keluar dari pokok tau dari jamaah.[6]
Secara istilah ia bermakna, keluar dari ahlu sunnah wa al jamaah.dalam salah satu dasar dari ajaran agama yang erat dengan kemaslahatan kaum muslimin.
2. Ummah
Dalam lisaanu al-‘arab kata ummah memiliki makna yaitu al-qarn min al-nas yaitu periode tertentu dari manusia.[7]
3. Al Jama’ah
Dalam kitab lisan al- arab kata al jama’ah itu berasal dai kata jama’a, yajma;u, masdarnya jam’an. Yang dapat di artikan sebagai sekumpulan manusia.[8] jika berbicara tentang hal ini, maka akan selalu di hubungkan dengan ahlu sunnah wa al-jama’ah.
Menurut Syekh Yusuf Al Qardawi dalam kitabnya yang berjudul “Gerakan islam antara perbedaan dan perpecahan yang di larang”. Ahlu sunnah wa al-jama’ah adalah suatu bentuk dari satuan kata yang terdiri dari : ahlun, sunnah, jama’ah. Yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Ahlun yang berarti pendukung, pengikut atau warga
- As-sunnah yang berarti at-tahriq atau al-hadits, yaitu cara beragama yang sesuai dengan tuntunan Nabi SAW.
- Al-jamaah pandangan mayoritas masyarakat islam.
Dengan batas ahlu sunnah wa al-jama’ah dapat diartikan sebagai warga atau pengikut semua yang diajarkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya, ajaran yang menjadi pedoman mayoritas umat Islam.
Selain dari makna seecara bahasa yang ada dalam hadits-hadit tersebut terdapat juga makna sejarah yang akan lebih membantu dalam memahami hadits-hadits tersebut.
Secara historis munculnya perpecahan dalam ummat kemungkinan di sebabkan oleh pengaruh atau pandangan politis. Selain itu pembawaan masalah politik yang dibawa ke dalam gerakan keagamaan, karena dibahas secara agama kemudian dibekukan dalam lingkup teologi.[9]
Syahrastani mendasarkan perpecahan ummat dalam empat persoalan pokok sebagai berikut:
- Pembahasan sifat-sifat Tuhan dan pengesanan sifat Allah
- Pembahasan tentang qadr dan keadilan Allah.
- Pembahasan tentang janji dan ancaman Allah, tentang iman, Batasan iman, dan penetapan kafir dan sesat
- Pembahasan dalil yang berasalkan wahyu dan dalil akal serta terutusnya nabi dalam masalah kepemimpinan.[10]
Di dalam hadits tersebut tidak disebutkan firqah mana saja yang masuk pada 72 atau 73 firqah tersebut apa saja yang masuk neraka. Hanya satu kelompok saja yang selamat yaitu jama’ah. Syatibi menerangkan dalam kitabnya al-istisham, mengapa ke 72 kelompok tidak di sebut ada 2 alasan yaitu:
- Telah dipahaminya isyarat tentang 72 kelompok tersebut, walaupun tidak secara terang terangan. Agar kita lebih hati-hati.
- Tidak menentukan siapa saja mereka adalah Langkah yang tepat. Agar aib ummat islam tertutupi. Sebagaimana keburukan mereka tertutupi, agar tidak tersebar luas ke dunia. Sebagaimana seorang muslim yang harus saling menutup aibnya selama mereka tidak menampakkan perbedaan yang mendasar.
Selain itu secara kontekstual hadits-hadits ini juga memerintahkan agar tetap berada pada ajaran Nabi shallallahu wa sallam dan juga para sahabatnya. Dari sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa yang selamat hanyalah Al-jama’ah.
Penulisan Al-Jamaah dapat dimaknai oleh ummat Islam agar mengikuti aturan Syariah yang pasti akan berdampak baik.
Karena kelompok-kelompok dalam Islam dituntut agar menjadi ummat teladan yang mengikuti baginda Nabi shallallahu wa sallam dan juga para sahabatnya. Namun hal tersebut akan berdapka buruk ketika terjadinya pengakuan antara masing-masing golongan sebagai Al-Jama’ah.
Seperti yang diinginkan Nabi shallallahu wa sallam dalam haditsnya, maka, hal ini akan menjadikan sebuah masalah baru yang muncul di kalangan ummat Islam. Terjadinya sikap yang fanatik terhadap golongan masing-masing memunculkan makna kafir yang baru, ahli bid’ah juga syirik.
Kembali lagi seperti pengakuan golongan yang benar setelah kejafian taẖkim, yaitu terjadinya penyempitan pemaknaan terhadap al-Qurˋan dan saling memaksakan ayat untuk mendukung kelompoknya.
Sehingga melahirkan golongan-golongan yang intoleran, radikal dan kaku. Jauh dari perintah Allah kepada umat Islam yaitu kebaikan dengan amar ma‟ruf nahi munkar dan menciptakan persaudaran antar umat Islam.[11]
Sebagaimana yang di perintahkan Allah dalam surah ali-imran ayat 105
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,[12]
Menurut tafsir dari Quraish shihab ayat ini menekankan kepada umat islam bahwa janganlah kalian menjadi layaknya orang-orang yang menyepelekan amr bi ma’ruf wa nahy ‘an munkar yang merupakan penyebab kalian berada dalam kebenaran dan kebaikan.mereka yang melakukan hal itu menjadi terpecah ke dalam beberapa kelompok dan saling berselisih dalam masalah agama setelah didatangkan keterangan yang jelas mengenai kebenaran.mereka yang berpecah dan berselisih itu akan mendapatkan siksa yang amat besar.
Dan juga didalam tafsir jalalayn dijelaskan bahwa dan janganlah kamu seperti oaring-orang yang bercerai-berai dalam hal agama dan berseteru padanya setelah dating kepada mereka keterangan yang jelas mereka itu adalah orang yahudi dan Nasrani. Mereka akan mendapat siksa yang berat.
Jadi yang dijadikan contoh kepada ummat muslim atas hal ini adalah orang-orang dari kaum Nasrani dan yahudi. Yang selalu berseteru dalam urusan agama mereka walaupun telah dating kepada mereka sesuatu yang benar, hal ini juga di dukung oleh faktor kesombongan dan pengutamaan nafsu dalam berfikir. Dan ingin menjadi superior dalam pandangan orang lain. Hal inilah pemicu utama dari perpecahan yang terjadi.
Adapun ikhtilaf dalam masalah furuiyah sebagai ummat islam kita harus bersikap toleran akan hal tersebut dan menghindari keangkuhan dalam mengakui kebenaran yang bersifat pengagungan golongan tertentu. Rasulullah shallallahu wa sallam mengajarkan kepada ummat islam dalam sabda-sabda shahihnya, bahwa ummat islam harus saling erat rasa persaudaraannya dan ummat islam bagaikan bangunan yang kokoh yang saling menguatkan.[13]
Nashir bin abdulkarim al aql, dalam bukunya yang berjudul sebab-sebab perpecahan Umat dan cara penanggulangannya memaparkan perbedaan antara ikhtilaf (perselisihan) dan iftiraq. (perpecahan ) yaitu:
- Iftiraq adalah sesuatu yang lebih dari sekedar ikhtilaf dan tidak semua ikhtilaf adalah iftiraq.
- Tidak semua ikhtilaf adalah iftiraq tapi setiap iftiraq pasti ikhtilaf.
- Iftiraq hanya terjadi pada problem prinsip.
- Ikhtilaf bersumber dari ijtihad dengan niat yang baik.
- Iftiraq terhubung dengan siksa dan kebinasaan, hal ini berbanding terbalik dengan ikhtilaf.
Namun ikhtilaf bisa berubah menjadi iftiraq di karenakan beberapa hal, antara lain:
- Disebabkan terpengaruh oleh hawa nafsu, ayng membuat terjadinya fanatic yang tercela, sikap pengagungan individu yang berlebihan yang dapat merubah masalah ijtihadiyyah menjadi perselisihan qalbu yang tercela.
- Salah memahami sudut pandang seperti memandang masalah furu’ menjadi masalah ushul. Dan ini sering terjadi terhadap mereka yang tidak memiliki fiqh ikhtilaf yang ada bagi mereka hanya fiqh tafarruq.
- Tidak menggunakan akhlak dan adab yang baik dalam menyikapi perbedaan pendapat.[14]
Baca juga: Pentingnya Memahami Hadis Secara Tekstual dan Kontekstual
C. Kesimpulan
Hadits-hadits Rasulullah shallallahu wa sallam mengenai perpecahan umat ini pada hakikatnya adalah suatu peringatan kepada ummat islam agar selalu berada pada barisannya dan para sahabatnya.
Pada barisan itulah terdapat kebenaran, dan juga agar menjadikan ummat Islam sebagai ummat yang kuat karena persatuan. Tidak menjadi seperti ummat terdahulu yang terpecah belah karena keangkuhan masing-masing individu yang ada pada mereka.
Dan jika terdapat ikhtilaf pada masing-masing kelompok mazhab fiqh-nya jangan berikhtilaf dengan menggunakan nafsu dan akhlak yang buruk.
Penulis: Deedat Zaidan Alkatiri
Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Referensi
Yazid Bin Abdul Qadir ,Jawas Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Tiga Golongan Ummat Islam, di publikasikan oleh al manhaj/ Https://Almanhaj.Or.Id/13743-.Html
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir (Surabaya, Pustaka Progresssif, 1997), hlm. 1050
Ibnu Manzur, Lisaan al-„Arab.(Kairo: Daar al-ẖadîts, 1994), jilid I, hlm. 72.
Yusuf Qaradhawi, Gerakan Islam Antara Perbedaan yang Diperbolehkan dan Perpecahan yang Dilarang, alih bahasa Anuar Rafiq Shaleh Tamhid, (Jakarta: Rabbani Press), hal. 7.
Muhammad nawani, hadit terpecahnya umat islam,(skripsi,IAIN Tulungagung, 2014) PDF. Di akses pada 2 april 2022
Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-‘Aql, Sebab-Sebab Perpecahan Umat dan Cara Penanggulangannya,alih Bahasa Abu Ihsan Al-Atsari.hal.19, islamhouse,2004
[1]Yazid Bin Abdul Qadir ,Jawas Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Tiga Golongan Ummat Islam, di publikasikan oleh al manhaj/ Https://Almanhaj.Or.Id/13743-.Html ,di akses pada 1 april 2022
[2] Ibid1
[3] Ibid1
[4] Ibid1
[5] Ibid2
[6] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir (Surabaya, Pustaka Progresssif, 1997), hlm. 1050
[7] Ibnu Manzur, Lisaan al-„Arab.(Kairo: Daar al-ẖadîts, 1994), jilid I, hlm. 72.
[8] Ibnu Mansur, Lisaan al-Arab, jilid 12, hlm. 26-27.
[9] Yusuf Qaradhawi, Gerakan Islam Antara Perbedaan yang Diperbolehkan dan Perpecahan yang Dilarang, alih bahasa Anuar Rafiq Shaleh Tamhid, (Jakarta: Rabbani Press), hal. 7.
[10] Muhammad nawani, hadit terpecahnya umat islam,(skripsi,IAIN Tulungagung, 2014) PDF. Di akses pada 2 april 2022
[11] Ibid2
[12] tafsirQu.com, diakses pada 2 april 2022
[13] Ibid12
[14] Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-‘Aql, Sebab-Sebab Perpecahan Umat dan Cara Penanggulangannya,alih Bahasa Abu Ihsan Al-Atsari.hal.19, islamhouse,2004